Chapter 11 : Bidadari itu Ada

2394 Words
Luisa mendesah kasar saat ponselnya berkedip. Gadis itu sempat melihat sekilas, foto ibunya tercinta dengan rambut yang sudah memutih terpampang di layar ponsel. Tak ingin mengecewakan wanita tercintanya itu, Luisa pun segera meraih ponselnya yang terus bergetar di atas kasur. Menggeser layar. Dan menjawab panggilan ibunya. "Assalamualaikum, Bu." "Waalaikumsalam, Sa. Lagi dimana?" "Masih di rumah, Bu. Lagi siap-siap mau berangkat kerja. Ibu tumben telfon pagi-pagi?" "Iya nih. Ibu ngga sabar nungu sampe malem. Jadi ibu telfon kamu sekarang Nak." "Emang ada apa Bu?" "Itu loh, Sa. Semalem Ello main ke rumah." Luisa mendengus. Mau apa lagi sih itu orang, bantinnya. Nggak ada bosen-bosennya ikut campur dalam hidupnya. "Oh... mau apa dia ke rumah?" "Ello kesini bikin ibu seneng, Nak. Dia bawa kabar gembira buat ibu sama Ayah." "Oh ya? Kabar apa?" Luisa mengernyit mendengar nada bahagia dalam suara ibunya. Untuk pertama kalinya Luisa mendengar nada suara seperti itu. "Kata Ello kapan hari ketemu kamu di bioskop. Kamu katanya udah punya pacar ya, Sa. Alhamdulillah Ibu seneng banget, Nak." Luisa terdiam sambil meringis mendengarnya. Tak menyangka si Ello ember juga mulutnya. Kenapa dulu dia bisa jatuh cinta pada orang seperti itu. Luisa baru sadar. "Sa? Kamu masih disana Nduk?" Luisa mengerjap. Tersadar dari lamunannya. "Iya, Bu. Luisa masih disini kok." "Oh... iya, Nduk. Mana pacar kamu? Tunjukin sama Ibu ya, Nduk. Ibu pengen tau." Luisa terdiam. Ibunya mulai lagi merecoki tentang pacar. "Kata Ello dia dokter ya, Nduk? Alhamdulillah, Sa. MasyaAllah... Ibu seneng, Nduk." Luisa masih terdiam tidak menjawab. Tidak tau harus menyahuti seperti apa. Karena memang dia sendiri juga bingung. Al kan bukan pacarnya. "Ibu seneng, Nduk. Akhirnya kamu bisa juga punya pacar. Ibu kira kamu udah trauma sama Ello dulu." Trauma? Sama ello? Luisa mendengus. Buat apa dia bersedih sampai seperti itu? Buat apa dia memikirkan Ello lagi? Sedangkan Ello saja tidak memikirkannya. Nggak sudi, batinnya. Memangnya Ello saking sempurnanya sampai dia harus bersedih sampai berlarut-larut? Penghianat itu tidak pantas mendiami pikiran dan hatinya lama-lama. Luisa tersentak dari lamunannya saat mendengar suara isakan dari ibunya di seberang sana. "Bawa pulang ke Surabaya ya, Nduk! Tunjukin ke Ibu! Dia orang baik ya, Sa? Kata Ello dia kelihatan baik. Ganteng pula. Haha... Ibu seneng banget, Nduk. Akhirnya Ya Allah....!" Luisa membekap mulutnya. Air mata kini sudah mulai menggenangi pelupuk matanya. Mendengar suara tawa dan tangis ibunya menjadi satu, membuatnya tak kuasa juga untuk tetap tegar. Ibunya... wanita itu yang siap menjadi tameng saat Luisa menerima cemooh dan hujatan semua orang saat pernikahannya yang sudah di depan mata gagal begitu saja. Gadis itu buru-buru menghapus air mata yang mengaliri pipinya secepat yang di bisa. "Ibu... seneng... Nduk. Ayahmu juga... hiks... Ibu jadi nangis sambil ketawa kan, gara-gara Ayahmu ikutan nangis sih, Nduk." Dan air mata Luisa pun tumpah. Ayah... rintihnya dalam hati. Pria tua yang kulitnya sudah keriput itu, kacamata silindernya yang selalu melekat di hidung mancungnya. Bagaimana mungkin Luisa bisa melupakan mereka? Kabur dari masalah. Ke Jakarta tanpa ijin. Meninggalkan mereka begitu saja. Ampuni aku Ya Allah, batinnya. Luisa merasa bersalah. Sudah membuat banyak beban yang mereka tanggung. Sementara dia malah kabur. Tunggu Luisa, Yah, Bu. Luisa sedang berjuang. Semoga dia jodoh Luisa. Luisa menghapus air matanya kasar. Lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya. Menetralkan suaranya agar tidak terlihat seperti habis menangis. Dia tidak ingin membuat orang tuanya bersedih lagi. "Udah dulu ya, Bu. Luisa mau berangkat nih. Mesti buru-buru. Biar nggak telat!" "Iya, Nduk. Maafin Ibu ya. Udah ganggu kamu pagi-pagi. Ibu tutup telfonnya ya, Nduk. Hati-hati kalau kerja. Jangan lupa makan! Ibu sayang kamu, Nduk..." Tanpa menjawab, Luisa langsung mematikan ponselnya. Gadis itu cepat-cepat menghapus air mata yang sempat menetes saat terakhir ibunya mengatakan pesannya. Luisa kembali ke kamar mandi. Merapikan make upnya lagi yang tadi sudah hancur karena air mata. Della yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka pun tanpa sadar ikut meneteskan air matanya. Dia tau betul perjuangan kakaknya untuk melupakan Ello. Di tau kesulitan yang Luisa alami selama hidup di Jakarta. Pergi ke kota besar dengan membawa luka itu tidak mudah. Untungnya Luisa yang Della kira lemah, ternyata tidak seperti itu. Gadis itu mematahkan segala asumsi Della. Bahwa nanti dia akan sering melihat Luisa menangis bersedih. Tapi nyatanya dia seorang gadis yang begitu kuat. Della kagum dengan cara Luisa menanggapi masalahnya. Meskipun dia sedikit egois karena lari dari masalah. Namun kini setelah bertemu kembali dengan Ello, sikapnya malah biasa-biasa saja. Sepertinya dia dengan mudah bisa melupakan pria itu. Dan Della senang Luisa sekarang jadi lebih bersemangat setelah kehadiran Al. Gadis itu terlihat begitu antusias dan banyak tersenyum. Della merasa kakak sepupunya itu sekarang lebih hidup. Tidak seperti dulu yang lebih banyak diam, seperti robot. Hidup hanya untuk bekerja. Tapi sekarang Luisa sudah mulai mau keluar rumah selain untuk pergi bekerja. Dan itu semua karena Al. Dalam hati Della hanya bisa mendoakan jika memang Luisa berjodoh dengan Al, semoga Yang Maha Kuasa melancarkan hubugan keduanya. Della tau, Luisa gadis baik yang kuat. Dan Luisa berhak untuk bahagia bersama jodohnya. Ya, tapi Della tidak tau jika Luisa juga seorang gadis biasa. Yang berhati rapuh. Hanya saja menutupi semua kerapuhannya di balik sikap egoisnya. Dia memilih berlari daripada terus tersiksa. Menanggung predikat egois lebih baik untuknya. Daripada dibilang lemah. *** Al menghela nafas kasar untuk yang kesekian kalinya hari ini. Setelah kedatangan mamanya kemari ke klinik tempatnya bekerja, banyak yang terjadi. Dia tidak bisa tidur semalaman. Memikirkan keputusannya dan juga kata-kata terakhir mamanya. Jika dia tidak akan menganggap Al anaknya lagi. Al menurunkan kacamatanya. Lalu meletakkannnya di meja makan dengan perlahan. Dia memijit keningnya sedikit kencang. Kepalanya serasa meledak. Terlalu banyak yang dia pikirkan. Masih teringat di benaknya saat papanya mengusirnya dari rumah karena Al ngeyel ingin mendirikan klinik sendiri dan mewujudkan cita-citanya sebagai seorang dokter. Dia ingin mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Bahkan Al menolak jabatan penting untuk menjadi direktur di perusahaan keluarganya. Melepaskan semua yang dia miliki. Semua fasilitas dari orang tuanya. Keluar dari rumah membawa dosa karena sudah melawan orang tua. Sedih. Tentu saja dia sedih. Dia sangat menyayangi orang tuanya. Sangat. Dia juga merasa bersalah sudah melawan mereka. Serta mengecewakan mereka. Namun mereka tidak pernah tau, jika sejujurnya dirinyalah yang lebih terluka. Dirinyalah yang lebih kecewa. Karena telah bertindak egois. Melawan orang tua, meninggalkan keluarga demi cita-cita. Mereka tidak pernah tau, banyak malam-malam yang pria itu lewati dengan renungan, lamunan serta penyesalan. Sungguh jika dia bisa, dia sangat ingin mewujudkan impiannya dan orang tuanya sekaligus. Jika saja dia mampu, dia akan menerima jabatan itu. Memimpin perusahaan juga menjadi seorang dokter. Tapi itu mustahil bukan? Sangat tidak mungkin untuk dilakukan. Entah sampai kapan dia akan hidup seperti itu. Dia berharap, suatu hari nanti Yang Maha Kuasa mau membuka hati kedua orang tuanya untuk mau menerimanya kembali. Bukankah kasih orang tua sepanjang masa? Al menarik gelas berisi air putih di meja mendekat padanya. Lalu meminumnya hingga habis. Pria itu bangkit dari kursinya. Menyahut jas kebanggaannya yang dia sampirkan di kursi sampingnya duduk. Al berpamitan pada pembantu rumah tangganya, Mbok Sum. Wanita tua bekas pembantu rumah tangga di rumah keluarganya. Yang sudah dia anggap seperti keluarga sendiri. Wanita tua yang rela mengikuti Al keluar dari rumah. Bahkan Mbok Sum sendiri yang meminta ijin pada Mama Al untuk ikut dengan putranya. Karena kasih sayang Mbok Sum yang begitu besar pada Al. Mengingat beliaulah yang merawat Al sejak kecil, membesarkannya seperti anaknya sendiri. Al menyalakan mesin mobilnya, bergegas keluar halaman rumah kontrakannya. Dia meraih ponselnya di dalam tas kerjanya dan mengirim pesan pada Salsa. Al mengatakan jika dia sedang tidak enak badan. Pria itu meminta ijin untuk tidak masuk kerja. Karena sungguh Al tidak bisa berkonsentrasi sama sekali untuk bekerja. Jadi daripada dia malah membahayakan nyawa pasien, lebih baik dia mengambil cuti terlebih dahulu. Beruntungnya dia saat menerima kabar dari Suster Mia, jika tidak ada jadwal tertentu dengan pasien. Al menghela nafas lega. Kemudian menjalankan mobilnya memecah jalanan ibu kota. Dia sendiri tidak tau mau kemana. Dia tidak punya tujuan. Dia hanya menuruti kemana pikirannya membawanya. Mengikuti kemana hati menuntunnya. Semoga saja ke arah yang baik, batinnya berdoa. *** Luisa terduduk di bangku taman sendirian. Tadi setelah dia mengirim kabar ke bagian HRD memberitahukan jika dia tidak bisa masuk kerja, dia langsung mematikan ponselnya. Tidak ingin diganggu oleh pertanyaan dan ocehan Riska. Untungnya tadi staff bagian HRD langsung memberinya ijin tanpa mempersulitnya. Karena memang Luisa adalah salah satu karyawan teladan. Dia rajin bekerja dan tidak pernah terlambat masuk kerja. Luisa juga disiplin waktu dan menghargai waktu. Karena itu dia banyak disenangi atasan. Gadis itu menyapukan pandangannya ke sekeliling taman yang luas. Begitu asri dan nyaman. Luisa langsung tersenyum saat melihat ayunan di tengah-tengah lapangan. Dengan riang, gadis itu pun beranjak menuju kesana. Sudah lama dia tidak naik ayunan. Permainan masa kecil yang begitu dia sukai. Permainan yang memanjakannya. Memberikan rasa nyaman saat dia menaikinya. Seolah Luisa merasa terbang saat ada di atasnya. Mengayun membelah udara. Luisa pun menduduki ayunan yang terbuat dari besi itu, memeriksa kekuatan bangku itu untuk tubuhnya yang tidak lagi kecil. Kemudian menjejakkan kakinya di tanah. Memacu ayunan untuk bergerak maju mundur. Luisa melebarkan senyumnya. Tawa riangnya kini terdengar. Gadis itu bahagia. Dia bisa sedikit membuang beban yang menghimpit dadanya sejak pagi. *** Al melangkah melalui jalan setapak yang cukup becek. Merelakan sepatu hitamnya terkena lumpur. Ternyata hujan semalam cukup deras. Sampai membuat jalan tergenang air. Pria itu melihat kiri-kanannya. Pohon-pohon juga terlihat masih basah. Namun Al justru menyukai saat daun-daun dan juga ranting itu mengenai kemeja birunya. Meskipun air yang ada disana ikut turun menempel ke bajunya. Membuat kemejanya tercetak bulatan-bulatan basah tak beraturan karenanya. Pria itu pun mendudukkan pantatnya di sebuah kursi kayu yang ada di sekitar sana. Al merentangkan kedua lengannya. Bersandar nyaman di bangku panjang itu. Menikmati sinar matahari yang mengintip dari balik pepohonan pagi itu. Suara kicauan burung pipit dan burung gereja membuat Al semakin nyaman. Pikirannya lebih terbuka. Ternyata dia menemukan tempat yang tepat untuk menenangkan dirinya dari segala kegundahan. Samar-samar pria itu mendengar suara tawa riang di saat dia sedang menikmati suasana sunyi itu. Merasa tergelitik dengan suara tawa itu, Al memutuskan untuk mengikutinya. Mencari-cari suara tawa aneh itu. Karena suara itu hanya suara seseorang saja. Al tidak mendengar suara merdu lain yang mengiringi suara tawa itu. Pria itu pun menelusuri barisan pepohonan di taman. Menelusup di bawah-bawah ranting pohon cemara dan rimbunan tanaman hijau lainnya. Kakinya berhenti berjalan saat melihat suatu pemandangan indah. Disana, di tengah-tengah taman yang sunyi itu, seorang gadis dengan rambut berkibar sedang tertawa-tawa riang di atas ayunan. Al melangkah mendekat. Mengamati sosok indah yang terkena sinar mentari pagi yang hangat itu. Rambut hitamnya menjadi keemasan terkena cahaya. Pria itu tertegun melihat wajahnya yang begitu indah dari arah samping. Mata yang terpejam itu, bulu mata lentik dengan hidung kecil nan mancung. Bibir tipisnya yang tertawa bahagia. Al seperti melihat bidadari disana. Al tertawa bodoh. Bagaimana mungkin ada bidadari di taman? Bukannya bidadari biasanya turun untuk mandi di air terjun? Pria itu menggeleng pelan. Lagi-lagi dia berpikir bodoh. Namun saat menyadari sesuatu, senyumannya menghilang. Berganti kerutan di dahinya. Al menyipitkan matanya. Mendekati sosok yang tadi dia kira bidadari itu. "Luisa..." lirihnya. "Luisa?" ujarnya lagi. Dan spontan ayunan yang tadi bergerak naik-turun langsung berhenti. Sosok yang dia kagumi tadi menghentikan tawanya dan membuka mata. Al tersentak kaget melihat mata hazel itu menatap padanya. Pria itu menarik sudut bibirnya membentuk senyuman lebar. Ternyata benar, bidadari itu ada. Dan bisa turun dimana saja. "Al?" Kini sang bidadari ganti menyebutkan nama Al dengan lembut. Al tersenyum. Dia menaikkan alis tebalnya. Dan menatap Luisa senang. "Hai!" sapanya riang. Pria itu menempatkan pantatnya untuk duduk di kursi ayunan di samping Luisa. Mengaitkan jemarinya di besi pegangan ayunan. Mengayunkannya pelan. Sementara Luisa menatapnya bingung. "Kok kamu bisa ada disini sih?" ujar Luisa kaget. Al mengendikkan bahunya pelan. Terus mengayunkan ayunan yang dia naiki. "Nggak tau juga. Tiba-tiba aku udah disini aja," ujarnya sambil tertawa. Luisa ikut tertawa. Gadis itu pun melanjutkan untuk mengayunkan ayunan yang dinaikinya seperti tadi. Keduanya sudah asyik bermain ayunan. Terdorong naik-turun di atas permainan itu. "Kamu nggak kerja?" tanya Luisa. Al menggeleng. "Kamu sendiri juga nggak kerja?" Luisa tertawa kecil, "Aku bolos," jawabnya jujur. "Aku juga," ujar Al. Luisa membulatkan matanya tak percaya dengan jawaban Al yang terlihat santai. "Hei! Kok gitu? Mana boleh Dokter bolos kerja?" protesnya. Al tertawa. Menatap mata hazel yang indah itu. "Staff Marketing boleh bolos kerja. Kenapa Dokter enggak?" balasnya. Luisa terkikik. Gadis itu menggeleng pelan. "Tapi kan Dokter tugasnya banyak. Tanggung jawabnya juga besar. Kenapa bisa seenaknya ditinggal bolos?" cibirnya. Al tersenyum tipis. "Dokter kan juga manusia. Kadangkala punya rasa lelah. Dan juga ingin menikmati keindahan lain di dunia ini yang nggak dia temukan di antara obat-obatan," jawabnya sembari menatap Luisa. Luisa terkikik. Gadis itu tersenyum miring. Menaikkan alisnya sebagai tanda jawaban setuju. Dia kembali mengayun dengan pelan. "Kamu benar. Ada kalanya kita manusia biasa juga lelah. Ingin berhenti sejenak dari urusan dunia. Ingin bersandar di tempat yang nyaman," lirihnya. Al menatap Luisa yang menatap kosong ke depan. Pria itu tau Luisa menyimpan sebuah masalah. Dia lelah, ingin bersandar. Mungkinkah masalahnya lebih berat dari dirinya? Pria itu menatap lurus wajah cantik itu yang kini sedang terpejam. Menikmati sinar mentari menerpa wajahnya. Menghangatkan dirinya. Membuat pipi putih mulus itu merona merah. Tanpa sengaja Al melihat seorang penjual es krim berhenti tak jauh dari tempatnya dan Luisa berada. Pria itu pun mengambil inisiatif turun dari ayunan. Berlari kecil menghampiri si penjual es krim dung-dung. Es krim jajanan masa kecilnya. Al membeli dua buah es krim cone itu. Lalu membawanya kembali ke tempat dimana tadi Luisa berada. Pria itu menjulurkan es krim berwarna putih dengan potongan buah nangka di dalamnya itu pada Luisa yang ikutan berhenti bermain ayunan. "Ambil! Semoga bisa menghilangkan semua kesedihan kamu," ujarnya lembut. Luisa tersenyum menggigit bibirnya. Dia menatap Al kagum. Betapa Yang Maha Kuasa begitu menyayanginya dengan mengirimkan malaikat tanpa sayap yang menemaninya saat dia sedang bersedih seperti ini. Al menikmati es krim di dalam genggamannya dengan santai. Sesekali pria itu melirik Luisa di sampingnya yang juga sedang menikmati es krimnya. Ternyata dia tidak salah membiarkan hatinya menuntunnya ke tempat ini. Karena nyatanya kini dia mendapatkan kedamaian dan kenyamanan disini. Kedua orang itu asyik menikmati suasana alam di sekitar taman sambil saling bercerita satu sama lain. Saling tertawa karena kebetulan mereka ada di tempat dan waktu yang sama. Mereka tidak sadar jika tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Yang kekuasaannya tak terbatas. Menyatukan sesuatu yang tidak mungkin. Dan memisahkan sesuatu sesuai kehendak-Nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD