Chapter 2 : Salah tempat

1843 Words
Seorang pria berkacamata sedang sibuk memperhatikan laptop dihadapannya. Mata tajamnya menyapu layar laptop. Jari-jarinya menari dengan lincahnya di atas keyboard. Sebuah suara ketukan pintu memecah konsentrasinya. Seorang perawat berusia lebih tua darinya masuk ke dalam. "Ada apa Suster Mia?" tanyanya. "Ada pasien, Dok." Pria itu mengangguk paham. Membenarkan letak kacamatanya. Kemudian bangkit berdiri. "Oke. Saya ke unit bersalin sekarang juga," jawabnya. Suster itu terlihat ragu. "Tapi, Dok..." "Kenapa Sus?" "Dia bukan mau melahirkan," jawabnya. Pria itu mengernyit. "Mau kontrol? Kok malem?" "Bukan juga, Dok." "Pasiennya Dokter Salsa?" Suster itu lagi-lagi menggeleng. "Bukan Dok," ucapnya. "Terus siapa?" "Itu... dia terkilir, Dok. Dari tadi teriak-teriak mulu. Saya sampai pusing denger dia nangis teriak-teriak!" ucap Suster Mia. Pria itu terheran. Menatap bingung wanita di depannya itu. "Terkilir? Kok bisa dibawa kesini? Salah tempat dong, " katanya. Suster itu mengendikkan bahunya sekilas lalu berucap, "Nggak tau juga, Dok. Tadi dianter sopir taksi kesini. Sopirnya saya suruh anter ke Rumah Sakit Umum nggak mau. Gimana dong, Dok?" Pria itu menghela nafas sejenak. Kemudian mengangguk. "Biar saya periksa dulu! Siapa tau nggak parah," ucapnya. Pria itu pun beranjak keluar ruangan bersama suster bernama Mia itu. Menuju ke tempat dimana pasien dengan kaki terkilir berada. Sampai di depan ruang periksa klinik, si dokter tadi terlihat cemas saat mendapati seorang gadis yang sedang menangis tersedu di atas ranjang klinik. Pria itu mencoba mendekatinya. Berdiri tepat di depan gadis itu. Matanya melihat pada kaki kiri si gadis yang terlihat bengkak. "Boleh saya periksa dulu Mbak, kakinya?" ucapnya sopan. Gadis itu mengangguk pelan dengan masih menangis. Menutupi wajahnya dengan sapu tangan tangan dipinjamkan oleh Suster Mia. Pria itu menatap heran pada penampilan gadis itu. Bajunya bagus. Sayang kotor. bahkan dia bisa mencium bau tidak sedap dari tubuh si gadis. Pelan, diperiksanya kaki si gadis dengan teliti. Pergelangan kakiknya terkilir. Dan menyebabkan bengkak yang cukup besar. Pantas saja gadis itu tidak berhenti menangis, batinnya. "Mbak, kakinya saya perban dulu ya. Karena saya dokter kandungan, saya nggak bisa periksa lebih jauh lagi. Nanti biar saya panggil ambulan buat bawa Mbak ke RSU," ujarnya. Gadis itu mengangguk dengan masih terisak. Selesai membalut kaki gadis itu dengan perban, si Dokter pun mengambil kursi roda. "Mbak bisa pindah ke kursi roda? Biar saya bantu dorong ke depan. Sudah ada ambulans yang nunggu." Gadis itu mencoba menggerakkan kakinya untuk turun ke bawah. Namun dia segera meringis. Kakinya terasa sakit untuk digerakkan. "Nggak bisa. Sakit..." rintihnya. "Kalau gitu saya gendong aja ya, Mbak?" tawar si Dokter. Gadis itu mengangguk pelan. Dokter itu pun memeluk tubuh gadis itu. Menggendongnya perlahan. Sehingga gadis itu reflek melingkarkan lengannya di leher sang Dokter. Luisa terpaku saat hidung mancungnya menabrak pipi sang dokter. Gadis itu tiba-tiba merinding saat lengan kekar itu melingkari pinggangnya. Menurunkannya perlahan ke atas kursi roda. Kemudian mendorongnya keluar kamar. Sesaat dokter itu berbincang dengan suster yang tadi menolongnya. Kemudian kembali mendorongnya keluar dari klinik. Sampai di depan klinik, dokter itu mencari-cari si sopir ambulans. Tak lama kemudian, seorang Pria paruh baya yang bertubuh kurus datang. "Dok, maaf. Ambulansnya mogok. Sepertinya saya nggak bisa nganter pasien ke RSU." Dokter itu menghela nafas panjang "Terus gimana dong, Pak Andri? Mbak ini harus diantar ke RSU sekarang." Luisa menatap si dokter yang bername tag Romeo Alianka itu. Wajahnya sungguh tampan. Hidungnya mancung, bibirnya merah, belum lagi kulitnya yang putih bersih. "Ya udahlah, biar saya aja yang antar sekalian pulang. Mau kan, Mbak?" tanya dokter itu pada Luisa. Luisa mengangguk cepat. Menyetujui usul sang dokter tampan. Tapi si sopir ambulans yang bernama Andri tadi menyela. "Apa Dokter Al nggak kejauhan kalau harus nganter Mbaknya ke RSU? Rumah Dokter kan beda arah sama RSU. Apa biar saya aja yang anter naik taksi?" ujar Pak Andri. Dokter Al terdiam sejenak. Menoleh pada Luisa yang menatapnya dengan penuh harap. Memelas agar si dokter tidak membiarkan dia diantar oleh Pak Andri. "Nggak papa deh, Pak. Biar saya aja yang nganter Mbaknya. Sekalian pulang. Lagian nggak jauh banget kok jarak RSU sama rumah saya," ujarnya. Luisa menghela nafas lega. Berucap penuh syukur dalam hatinya. Untung saja si dokter baik hati mau mengantarnya. "Ya sudah kalo gitu, Dok. Biar saya panggil orang bengkel buat perbaiki ambulans ya?" ucap Pak Andri. Dokter Al mengangguk. "Iya, Pak. Nanti tagihannya suruh kirim ke saya aja ya!" Kemudian dia menoleh pada Luisa. "Mbaknya tunggu disini dulu ya! Nggak lama kok. Saya mau beresin barang-barang saya dulu!" Luisa mengangguk patuh. Membiarkan si dokter masuk ke dalam. Membereskan barangnya lalu mengantarnya ke RSU. *** "Ini rumah Mbak?" tanya Al pada gadis yang sedang duduk di sampingnya. Luisa mengangguk. "Saya ngontrak, Dok. Sama sepupu saya," balasnya. Al manggut-manggut. Kemudian turun dari mobilnya. Beranjak membukakan pintu mobil untuk Luisa. "Biar saya bantu, Mbak," ucapnya. Luisa mengangguk. Membiarkan si dokter tampan itu membantunya untuk berjalan. Masuk ke teras rumahnya. "Dokter nggak mau mampir dulu?" tawar Luisa begitu dirinya sampai di depan pintu kontrakannya. Al menggeleng. Tersenyum tipis. Senyum yang membuat Luisa menjadi gugup. "Makasih, Mbak. Saya langsung pulang aja. Kasian yang nunggu di rumah kalo saya pulang kemaleman," ucapnya. Hati Luisa mendadak kecewa. Jadi dokter itu sudah punya istri? Haduh... bodoh sekali dia. Ya jelaslah dia udah nikah. Orang ganteng, baik, dokter lagi. Mana mungkin nggak ada cewek yang mau dinikahin. Pasti banyak yang mau jadi istrinya. Termasuk Luisa tentunya. Dia bahkan sempat berharap bisa mendekatinya. Dia sungguh pria yang bertanggung jawab. Al rela menungguinya hingga selesai diobati oleh dokter. Lalu mengantarnya pulang. Katanya itu adalah satu bentuk tanggung jawabnya kepada pasien. "Saya pamit pulang ya, Mbak. Semoga cepat sembuh kakinya," ujar Al. Luisa tersentak. Gadis itu tersenyum tipis. Lalu mengangguk. "Dokter!" panggil Luis tiba-tiba saat Al akan berjalan ke mobilnya. "Ya?" Al berbalik kembali ke hadapan Luisa. Luisa pun langsung panik. Gadis itu tidak tau apa yang harus dia katakan? Tadi kan dia refleks memanggilnya. "Kenapa Mbak?" Luisa meringis. "Eh-gapapa, Dok. Cuma mau bilang makasih. Makasih ya, Dokter...." "Alianka. Panggil Al aja, Mbak." Luisa tersenyum. "Makasih, Al. Saya Luisa," balasnya. Luisa mengulurkan tangannya pada Al. Yang langsung disambut baik oleh pria itu. "Sama-sama, Mbak. Udah kewajiban saya sebagai dokter untuk menolong pasien." Luisa balas tersenyum tipis pada Al saat pria itu melempar senyum ke arahnya dari dalam mobil. Kemudian mengarahkan mobilnya menjauh dari depan pagar rumah Luisa. Luisa mendesah lelah. Membaringkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Pikirannya menerawang mengingat pertemuannya dengan dokter tampan bernama Al tadi. Dia membayangkan jika saja Al belum menikah, pasti dia akan mengejarnya. Al sosok yang sempurna menurutnya. Gadis itu berdecak. Kenapa bertemu Al baru sekarang? Coba dari dulu-dulu dia pergi ke klinik itu. Pasti dia sudah menjadi istrinya. Ngarep banget, belum tentu Al mau sama elo. Meskipun lo ketemu Al sebelum istrinya, teriak batinnya. Benar juga, Al pasti tidak akan sudi melirik gadis biasa sepertinya. Apalagi gadis yang sering sekali mengalami kesialan dalam hidupnya seperti Luisa. "Ih... ngeselin!" teriak Luisa. "Kak Luisa udah pulang?" Della, sepupu Luisa yang masih kuliah melongok dari balik pintu kamar Luisa. Luisa mengangguk pelan. "Tadi Della telfon Hape Kakak nggak aktif," ujar Della seraya mendorong pelan pintu kamar Luis. Lalu masuk ke dalamnya. "Hape Kakak lowbat. Jadi Kakak matiin." "Kak Luisa habis ngapain? Bajunya kotor gitu? Lah kakinya juga kenapa diperban?" tanya Della. Luisa berdecak. Melihat gaun pestanya yang baru dia beli kemarin di sebuah butik dengan harga yang cukup mahal. Dari bagian d**a hingga perut. Lalu bagian lengan kirinya terlihat noda-noda berwarna coklat kekuningan, yang sudah mulai mengering. Sedikit berminyak karena memang bekas terkena tumpahan rendang tadi. Luisa merengut kesal. Menangis merengek di depan Della. "Aaa... ini tadi Kakak kena musibah, Del. Gaun mahal Kakak jadi kayak gini deh?" Della menggeleng pelan. "Pasti Kak Luisa ngelakuin hal ceroboh lagi deh," tebaknya langsung. Luisa mencembikkan bibirnya. "Bukan ceroboh, Del. Kakak kena sial!" bantahnya. "Ya karena ceroboh jadi kena sial. Biasain hati-hati, kek. Ini tadi kenapa coba bisa kayak gini?" omel Della. Luisa mengerucutkan bibirnya. "Ketumpahan makanan tadi di pesta," jawabnya. Della berdecak pelan. "Tuh, kan! Itu karena ceroboh. Gimana bisa coba makanan tumpah ke badan Kakak? Lagian Kakak tadi pergi kemana sih?" "Ke acara amal," jawab Luisa singkat. Dia masih gondok. Sudah terkena sial di pesta, pas pulang kena omel Della. "Oh... acara kantor?" "Bukan." "Terus?" "Ya acara amal biasa. Amal tahunan yang didatengin orang-orang kaya gitu. Pada mau lelang barang buat amal," jelas Luisa. "Kok Kakak bisa ikutan? Emang punya duit?" Luisa berdecak. Melotot pada Della setelah mendengar nada meremehkan gadis itu. "Ya nggak, lah. Kakak itu mau cari jodoh, Del. Disana kan banyak orang-orang kaya. Siapa tau Kakak bisa dapat jodoh orang kaya," ucap Luisa penuh harap. Della geleng-geleng melihat Luisa. "Jodoh itu nggak usah dicari, Kak. Insyaaallah kalo udah waktunya pasti akan dateng sendiri kok." Luisa mendengus. "Kalo nunggu doang nggak ada usaha mana bisa ketemu Del," cibirnya. "Tapi nggak dengan cara kayak gitu, Kak. Apalagi sampe berakibat buruk buat Kakak. Tuh kaki emang bisa buat kerja nanti?" ledek Della. Luisa cemberut pada Della. Memang benar apa yang dibilang adik sepupunya itu. Luisa nanti sepertinya harus mengambil cuti beberapa hari. Ini semua karena Riska. Coba kalau sahabatnya itu tidak menyuruhnya kesana. Pasti dia tidak akan terkena sial sampai kakinya terkilir. Mengabaikan ocehan Della, Luisa menggerakkan kakinya. Gadis itu berusaha bangkit dari kasurnya. Kemudian berjalan menuju lemari mengambil baju dari dalamnya. "Udah, ah. Jangan ngomel mulu! Kakak mau ganti baju!" ujar Luisa Della mendengus. "Iya buruan ganti. Baunya udah kayak selokan gitu!" cerocosnya membuat Luisa langsung melotor. Della pun buru-buru keluar dari kamar Luisa sebelum nenek lampir itu ngamuk. *** "Baru pulang, Al?" Langkah Al terhenti saat mendengar suara itu. Al berbalik dan matanya langsumg bersinar melihat seorang wanita paruh baya berdiri di depannya. "Mama? Kok bisa ada disini?" ujar Al sambil meraih tangan keriput wanita itu. Menciumnya lembut. Wanita itu tersenyum. "Iya. Kangen sama anaknya yang super sibuk ini. Nggak pernah pulang ke rumah!" omelnya Al terkekeh. Pria itu memeluk tubuh mamanya dari samping. "Ya maaf, Ma. Habisnya Al banyak kerjaan sih," balasnya Wanita itu berdecak pelan. Memukul lengan Al yang memeluknya. "Alesan aja! Kalo kamu sibuk terus kapan kamu cari istri? Mama udah tua lo, Al. Udah kepengen gendong cucu!" Al terkikik. "Iya nanti Insyaallah Al kasih buat Mama kalo Al udah nikah." "Kapan nikahnya? Calon aja nggak punya!" cibir Mama Al. "Nanti, Ma. Al masih nyari!" Wanita tua itu mendengus. "Kenapa kamu nggak terima aja sih, Mama jodohin sama Aisyah? Kalian kan udah berteman sejak kecil. Lagian Aisyah itu udah cantik, baik, pinter, keluarganya jelas, pendidikannya tinggi, udah gitu berjibab pula. Tipe mantu Mama banget itu!" Al langsung memutar bola matanya malas mendengar mamanya yang selalu berusaha membujuknya untuk menerima Aisyah. Al memang sudah berteman dengan Aisyah sejak kecil. Bahkan sampai kini pun mereka masih sering jalan bareng. Terus terang Al nyaman berteman dengan Aisyah. Tapi kalau urusan menikah, beda lagi. Al hanya menganggapnya teman, sahabat. Tidak bisa lebih. Karena dia tidak mencintai Aisyah. "Al ke kamar dulu ya, Ma. Capek mau tidur. Mama kalau ada apa-apa panggil Mbok Sum aja ya!" ujar Al sambil beranjak naik ke tangga menuju kamarnya. Mama Al berdecak pelan. Selalu saja putra sulungnya itu menghindar jika sudah ditanya tentang calon istri. Entah sampai kapan dia akan seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD