Bab 4 : Marco Gila!
Sekian lama, mereka berpagutan hingga membuat, napas Cydney hampir habis. Pasokan dalam paru parunya telah menipis. Wanita itu mendorong kuat tubuh Marco.
Lelaki itu, terhuyung beberapa langkah ke belakang, dia terperanjat tidak percaya bahwa wanita mungil, kecil di hadapannya ternyata sangat kuat.
Seringai jahat terlihat di wajah lelaki itu. Dengan desiran darah, yang tidak lagi bisa terkontrol. Dengan nafsu yang memburu, siap membuncah dan menari di atas ranjang.
Marco kembali mendekati Cydney. Dia mencengkram kuat lengan gadis itu. Gadis dengan aroma yang begitu lembut dan seakan menggoda kelakiannya.
Marco, menarik dagu Cydney dengan satu tangannya dan mendekatkan bibirnya pada telinga gadisnya malam ini.
"Aku kira kamu gadis yang lembut, baby. Ternyata kamu begitu kuat. Aku rasa, malam ini, kita akan bermain dengan lembut jua, tetapi aku salah," bisiknya.
"Lepaskan aku, Tuan! Percayalah, aku bukan wanita seperti yang Anda, inginkan. Izinkan saya pergi, saya akan membayar semua hutang Ayah saya," lirih Cydney.
Dia berubah pikiran. Dia tidak ingin, menjadi bulan bulanan Marco, hanya demi membayar hutang seperti apa yang dikatakan oleh Marco.
"Lalu, kamu akan kemana, sayang? Ayahmu sudah menjadi abu." Marco membelai Surai coklat panjang itu. Mencium dalam dalam wangi bunya yang menyeruak masuk ke lubang hidungnya.
"Apa maksudmu?!" pekik Cydney.
"Aku akan bercerita, setelah kita menari, malam ini." Dengan cepat, Marco menarik tangan Cydney dan memborgolnya pada pilar yang berada di kedua sisi atas ranjang.
Membentang sehingga lelaki itu bisa melihat dengan jelas, belahan dadaa yang masih terlihat begitu sintal, dan padat.
Dalam satu kali tarikan, pakaian yang dikenakan oleh wanita itu pun koyak. Terbelah menjadi dua bagian. Marco tersenyum puas. Ada kepuasan tersendiri dalam diri Marco melihat, wanita ketakutan, dalam bercinta.
Satu demi satu Marco menanggalkan pakaian demi pakaian gadis malang itu. Sementara Cydney, tubuhnya bergetar dengan hebat. Matanya terpejam, tidak berani membukanya.
Tangan Marco, mulai menjalar, menjelajah kesana kemari. Menikmati kelembutan tubuh yang putih bersih nan molek itu. Wajar jika bentuk tubuh Cydney telah matang. Dia telah menginjak usia yang matang.
Hidung lelaki itu, meniti tiap jengkal tubuh Cydney. Memainkan jari jemarinya, menari dari punggung, hingga di depan perutnya.
Mengusap lembut, taman surga dunia, yang selalu membuat dirinya seakan terbang, tanpa batas. Marco, memang lelaki gila. Pencinta gadis muda yang masih perawaan.
Seakan darah yang mengalir pada kelakiannyaa adalah sebuah keharusan yang dia dapatkan setiap tiga bulan sekali. Atau bahkan bisa lebih.
Mendengar rintihan, teriakan serta jeritan meminta ampun adalah sebuah alunan simfoni yang merdu untuk didengar.
Ketika, para pasangan normal, memilih untuk menikmati setiap desahan lembut yang keluar, menyerukan nama mereka. Namun, Marco sangat berbeda, dia menikmati rasa sakit yang di berikan pada pasangannya.
Air mata, peluh, darah, berbaur menjadi satu dalam ranjang malam ini. Marco dengan kasar, menyetubuhii Cydney tanpa ampun tanpa lelah. Setiap kata yang terlontar dari mulut wanita itu tidak pernah diindahkan olehnya.
Kini, Cydney, telah kehilangan mimpinya. Mimpi di mana, dia bisa menikmati robeknya selapuut Daraa denga lembut, dengan penuh kenikmatan, dan gairah yang membuncah.
Semua hilang dalam sekejap mata. Marco dengan beringas telah melahab habis, tubuhnya. Hingga dia pun terkulai lemas di atas bed, dan sprei yang basah dan tidak lagi berbentuk.
Marco meninggalkan Cydney begitu saja, dia kembali pada kerumunan, tamu yang hadir di rumahnya. Sementara itu, Cydney, dengan tangan yang masih terkunci di pilar ranjang, hanya bisa menangis tersedu sedu. Wanita itu tidak bisa pergi ke mana pun.
Dia malu, dia benci pada dirinya sendiri, juga pada Marco. Tubuhnya serasa remuk, hancur hingga tidak tersisa.
"Ayah–" satu kata yang keluar dari mulutnya. Dia merindukan sang Ayah, dia ingin berbagi cerita kembali dengan ayahnya.
Cydney, menangis pilu. Dia ingin lepas dari penjara ini. Belum genap ia berada di sana seharian. Namun rasanya telah berpuluh puluh tahun lamanya.
Kelembutan Marco, hanya sebuah pancingan, hanya sebuah kedok sebelum semuanya benar benar terjadi.
Di luar, Marco menceritakan bagaimana dia melewati malam yang indah, pada teman temannya. Seharusnya dia masih menikmati tubuh Cydney, tetapi dia tidak enak hati jika meninggalkan para tamu setianya.
Namun, dia juga tidak bisa menganggurkan Cydney terlalu lama. Wajahnya yang cantik, bodinya yang begitu menggiurkan selalu membayangi mata Marco.
"Wah! Nampaknya Anda, menikmati makan malam hari ini Tuan," ujar salah satu tamu, yang mempu membaca raut wajah kebahagiaan Marco.
"Tentu, jika kamu tahu, sudah pasti kamu tidak akan bisa menolak pesonanya. Dia akan menjadi heroin selanjutnya untukku, hingga batas waktu yang tidak bisa aku tentukan," ucapnya dengan begitu membesarkan dirinya. Sombong dan juga percaya diri.
Mereka tertawa, di atas penderitaan yang Cydney rasakan. Marco menceritakan, bagaimana dia berhasil menembus batasannya, melayang bak terbang dan mengitari angkasa raya.
Menceritakan bagaimana, menaiki kuda lembut yang pernah ada, dengan rambut panjang yang coklat, yang berdiri di atas dua kaki.
"Ehm– menakjubkan. Rasanya aku ingin kembali, segera carilah kamar, dan jangan menggangguku malam ini. Aku ingin membuat dia tidak lagi bisa berjalan."
Marco meninggalkan mereka, dan kembali ke kamar. Ruangan yang penuh luka, dan perih bagi Cydney. Namun penuh gairahku dan kenikmatan untuk Marco.
Tidak hanya sekali, dua jali, atau bahkan tiga kali. Berkali kali, Marco menyetubuhii Cydney. Hingga wanita itu benar benar tidak bisa berdiri.
"Kamu gila, kamu p*****l Marco! Gila!" umpat Cydney, di sisa tenaganya.
"Bukankah kamu ingin tahu, di mana Ayahmu? Dia sudah matii sayang, dia terpanggang. Anak buahku, tidak sengaja menjatuhkan korek api dan membakar rumah reyotmu itu," ungkap Marco.
Belum sempat Cydney bernapas dengan lega, karena rasa lelahnya. Kini dia harus menghadapi lagi ketidakmungkinan yang dia rasakan.
"Lepaskan aku Marco! Apa maksudmu?! Lepaskan aku!" teriakan Cydney, kini menggema di seluruh kamar.
"Calm down, baby. Tidak seharusnya kamu habiskan tenaga dengan berteriak dihadapanku."
Marco membelai pipi Cydney, pipi yang telah memerah karena amarahnya yang memuncak. Dia yang telah tertarik tuas emosi karena kabar berita dari kulit bengis Marco.
"Lepaskan aku! Biarkan aku mencekiikmu! Dasar laki laki gila!"
Cydney, benar benar tidak berdaya, hatinya terbakar, ingin rasanya menarik rambut lelaki berusia empat puluh tahun itu. Bahkan jika dia bisa, dia akan membunuhh laki laki yang telah memporak porandakan hati dan dirinya.
Satu nama, satu orang telah mengisi daftar kebencian dalam diri Cydney. Dia Marco, dia mengambil dua sekaligus kebahagiaan dalam hidup Cydney dalam sekejap.
"Sekalipun aku melepaskanmu, tidak akan mengembalikan Barrett si pecundang dengan banyak hutang itu, baby. Tenanglah, nikmatilah semua layanan yang telah aku berikan di sini. Jadilah ratu di istanaku."
Dengan tanpa dosa, Marco kembali mendekati Cydney dan melepaskan borgol yang ada di tangannya. Mencuri satu ciuman dibuah dadaa Cydney.
Secepat yang Cydney bisa, dia menghindar dan mendorong lagi tubuh lelaki tua itu, lelaki yang layak disebut dengan paman bagi Cydney.
"Jangan sentuh aku lagi! Kamu lelaki yang menjijikkan!" Cydney kalap, dia mendorong tubuh Marco tanpa ampun.
Namun dengan mudah, Marco menepis dan menahan setiap gerakan yang dibuat oleh wanita muda itu.
"Saat, diam atau aku akan membakarmu seperti ayahmu yang tua itu?" ancam Marco.
Akankah Cydney menurut, atau dia memberontak?
To be continued...