Bab 10 : Stevans Louis

1239 Words
Bab 10 : Stevans Louis Cydney keluar dari kamar yang begitu luas. Lebih tepatnya seperti salon yang berada di dalam mansion tersebut. Dengan wajah baru, pakaian baru, serta dandanan yang baru, fresh dan juga anggun. Gadis itu menuruni tangga. Jam masih menunjukkan di angka tujuh. Kini Cydney bebas pergi ke mana pun. Namun, hanya di dalam satu area mansion. Selebihnya, larangan itu masih diberlakukan. Gadis itu mendekati salah seorang wanita, yang mungkin sudah lama tinggal di dalamnya. Terlihat dia begitu santai, dan justru malah bahagia. Raut wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan kesedihan. Akan tetapi, tiba tiba kepalanya pusing dan pandangannya seakan kabur. Cydney berpegang pada dinding yang ada di sisi kirinya. Beberapa furniture mengisi ruangan itu. Ruangan terbuka yang saling terhubung dengan arah tangga di mana Cydney turun sebelumnya. "Are you okay, baby?" tanya wanita yang hendak didekati oleh Cydney. "Hem– hanya kurang makan, kurang tidur, dan minum," tutur Cydney. Benar saja, selama ini makan saja dia diberikan porsi yang kecil. Air seakan begitu mahal di dalam kamar Marco. Tidur apa lagi, tidak ada malam untuk tidur yang nyenyak. Joanne memapah tubuh Cydney, untuk duduk dan memberikan segelas air. Kali ini benar benar air sesungguhnya, tanpa ada campuran apapun. "Minumlah baby, bagaimana dia memperlakukan kamu, sampai seperti ini? Semua wanita di sini tidak ada yang kehilangan berat badan seperti dirimu. Aku melihatmu saat pertama kali kamu datang," seru Joanne, sembari mengulurkan segelas air. "Terima kasih." Cydney, lagi lagi meneguk habis air dalam gelas yang terlihat begitu segar dan bening. Napas kelegaan kembali terdengar dari mulutnya. Dia menyeka mulutnya seperti seorang bocah. "Dia gila! Kenapa kamu terlihat begitu senang berada di sini?" tanya Cydney dengan perasaan yang begitu penasaran. "Kita bicara di belakang saja. Ikut aku, tidak aman berbicara tentang dia di sini," bisik Cydney. Dengan berpura pura mengambil sesuatu kotoran di rambut Cydney. Sepersekian detik berikutnya. Mereka berjalan menjauh, dari mansion. Tepatnya pada halaman belakang rumah. Rumput hijau yang membentang luas. Pepohonan seperti layaknya hutan pribadi. Cydney, seperti burung yang telah keluar dari sangkar. Dia mengepakkan sayapnya. Membuka tangannya lebar dan berlarian ke sana kemari. Berputar putar bak seorang anak kecil yang diajak refreshing. Bahkan Cydney berteriak kegirangan. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dia masih berada dilingkungan ibliss Marco. Sejengkal kakinya saja bahkan belum keluar dari mansion itu. Joanne tersenyum melihat Cydney yang tertawa dengan lepas. Dia ikut senang karena bisa membahagiakan orang lain. Meski hanya kebahagiaan kecil. Sekalipun Joanne tahu, itu hanya sesaat sebelum semuanya di mulai. "Aku Joanne, sudah setahun aku di sangkar emas ini. Lebih tepatnya neraka terindah yang pernah aku jumpai," teriak Joanne. Dia duduk di kursi besi berwarna silver dan menyilangkan kakinya. Menghisap rokok elektrik miliknya. Cydney, menghentikan aktivitasnya untuk mendengarkan ucapan Joanne. Gadis itu berjalan perlahan ke arah Joanne. "Aku Cydney. Aku tidak tahu, harus menyebut apa untuk tempat ini. Semua yang terjadi di sini jauh lebih mengerikan dari pada neraka seperti yang orang tua katakan. Bahkan, neraka yang kita ciptakan sendiri saja, tidak seperti yang terjadi di sini," jawab Cydney. Mereka duduk berdua dan menatap hamparan luas dihadapannya. Nyala lampu yang terang seperti berada dalam tengah tengah lapangan. Jauh di depan, adalah hutan di mana itu juga berada di dalam naungan Marco. Entah berapa hektar luas tanah untuk mansion itu. "Apakah sekali saja kamu tidak pernah menurut dengannya?" tanya Joanne. Cydney tersenyum dengan kecut. " Menurut? Menurutmu aku harus menuruti semua ucapannya? Ini gila! Siapa dia? Bahkan dia membunuh ayahku. Dia membakarnya hidup hidup!" teriak Cydney. Seakan ingin meluapkan amarahnya. "Tenang, baby. Kita mengalami hak yang sama. Hanya saja kita seperti telah sendiri, dan terbuang, kamu tahu? Tidak ada pilihan untuk kita pergi, ataupun bertahan. Namun, kita harus memilih bertahan agar tetap hidup," tutur Joanne, dengan mengusap lengan Cydney. Dia meraih bahu gadis itu agar lebih dekat. "Bertahan hidup tapi yang sebenarnya terjadi kita, mati. Karena kita hanya bergerak sesuai perintah. Tidak jauh berbeda dari robot atau boneka, ataupun mainan anak anak," kilah Cydney. "Yes! Yes, you're right. Tapi, jika ingin keluar bagaimana caranya? Jelaskan padaku? Aku yakin bahkan kamu pun kesulitan. Ribuan kali kamu mencobanya bukan?" Cydney menoleh pada Joanne, bagaimana Joanne tahu kalau Cydney berusaha melarikan diri. "Kamu tahu?" Kembali Joanne mengangguk. "Aku selalu mencuri kesempatan untuk melihat kondisi dan juga perilakumu Cydney. Aku terus mendengar Marco mengumpat, dan geram dengan semua tingkahmu. Bahkan kamu adalah wanita pertama, paling lama di kamar itu. Semua wanita di sini pernah berada di kamar itu Cydney." Joanne membelai rambut Cydney yang terlihat berantakan karena berusaha menahan emosi ketika dia berteriak sebelumnya. "Ya! Aku memang gagal, berulang kali gagal. Tapi, aku tidak akan mau menjadi pekerja komersial Joanne. Itu jauh menjijikkan dari meladeni Marco." Cydney mengambil napas dan tidak ingin kembali menegangkan otot lehernya. Gadis itu menghembuskan napasnya. " Tapi, aku akan terus berusaha. Aku tidak akan menyerah Joanne. Jika kamu mau ikut, bekerja samalah dengan aku. Kita akan bebas, kita akan pergi jauh dari tempat ini Joanne. Dari circle ibliss Marco." Cydney berusaha untuk meyakinkan Joanne, bahwa setiap rencana yang gagal akan ada keberhasilan diraih. "Aku takut Cydney. Aku tidak seberani dirimu. Aku tidak jago dalam setiap tantangan. Itulah kenapa aku selalu menikmati waktu dan juga dosaku di sini." Joanne kembali menghisap rokok elektriknya dan menatap lurus kedepan. "Kamu tahu lelaki yang berdiri di ambang pintu tengah tadi?" tanya Cydney kemudian seakan dia tahu jalan keluar dari masalah ini. "Maksud kamu Louis?" Joanne menatap Cydney, dan bertanya tanya apakah gadis ini juga mengenal Louis? "Entahlah siapapun namanya. Apakah dia selalu berada di sana? Sudah berapa lama dia ikut Marco?" Cydney mengubah pembicaraan mereka menjadi semakin serius. "Kamu tahu bahwa dia baru bekerja juga dengan Marco?" Pasalnya lelaki itu memang baru dua bulan bekerja dengan Marco. Bahkan mungkin belum genap dua bulan. "Nice, itu artinya lelaki yang sama yang pernah aku lihat di restoran dua bulan yang lalu. Aku meminta bantuan padanya. Tapi, bagaimana bisa dia justru bekerja dengannya?" Joanne menggedikkan bahunya tidak tahu. "Ish, seharusnya dia mau menolong kita. Tapi, jika dia pun mau berkhianat dengan Marco. Menurutmu ada tidak bawahan Marco yang membenci lelaki itu? Aku ingin membunuhnya dengan tanganku saja. Tapi, aku tidak berdaya!" geram Cydney. "Semua pun begitu Cydney. Jangan nekat jika tidak memikirkan hal yang betul betul matang. Yang ada, kamu akan melukai dirimu sendiri. Ingat akan semua bekas lukamu. Itu kamu dapatkan karena kamu membangkang." Joanne hanya tidak mau Cydney kembali mendapatkan luka baru. "No! No, Joanne. Kita semua memiliki bekas luka cambukan bukan? Marco memiliki kelainan. Dia gilaa! Sadarlah kamu. Oke, aku akui lukaku jauh lebih banyak, tapi, dia memang gila!" Joanne menenangkan Cydney. Dia tahu Cydney, stress bahkan mungkin depresi karena terlalu lama dikurung. Tidak mendapatkan kebebasan dan juga kawan untuk mendengar keluh kesahnya. Ini sangat sulit bagi mereka yang terjebak dalam genggaman tangan Marco. "Yes, aku tahu Cydney. Tapi, stop! Jangan paksakan dirimu kamu bi–" Cydney menyela ucapan Joanne. "Jika kamu tidak mau, maka bersiaplah untuk menghadapi kegilaan Marco selanjutnya Joanne. Aku suka rambutmu." Usai berkata demikian Cydney meninggalkan Joanne. Gadis itu menatap kepergian Cydney hingga tubuhnya memutar dan menumpukan lengannya pada headboard kursi yang dia duduki. Aku berdoa untuk keselamatanmu Cydney. Aku terlalu takut untuk mengambil tindakan. Aku tahu kamu anak yang baik, aku tidak akan marah, dengan sikapmu padaku, dan– aku juga sangat menyukaimu, aku hanya berharap semoga kita semua bisa segera bebas, batin Joanne. Doa yang tulus dari gadis yang juga terenggut kebebasannya, sama halnya dengan Cydney. Akankah Louis mau membantu Cydney untuk melarikan diri? To be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD