jadi

1068 Words
Aku pulang ke rumah, dan mendapati rumah dalam keadaan berantakan, saat membuka pintu aku sudah mendengar suara teriakan dari lantai atas, ku lihat papa sedang duduk di depan televisi, dengan suara televisi yang sangat keras memenuhi seisi ruangan. Aku segera berlari ke atas, takut sesuatu terjadi antara ibu dan Cena. Pecahan gelas tiba-tiba mendarat tepat di hadapan ku, lemparan yang berasal dari dalam kamar Cena. “MAU JADI APA KAMU SETELAH INI?! KAMU GAK MALU? KAMU GAK MALU MASIH DI SINI?! BAWA LAKI-LAKI YANG SUDAH MERUSAK KAMU! BAWA KE HADAPAN SAYA!” Teriak Ibu tepat di depan wajah Cena, sementara gadis itu tetap diam dan menangis, aku buru-buru menghampiri ibu, mengelus punggung nya, berusaha menjauhkan ibu dari Cena, keadaan kamar gadis itu begitu berantakan, semuanya berhamburan, laptop nya bahkan sudah terbelah menjadi duah, layar ponsel nya pecah dan berserakan di lantai, aku tahu, itu semua adalah ulah ibu. “Ibu, ayo. Kita selesaikan baik-baik. Jangan main fisik bu, nanti Cena kenapa-kenapa.” Ucap ku, aku menarik ibu keluar dari kamar Cena, aku tidak mau melihat ibu lebih kacau lagi, namun ibu menepis tangan ku lalu berjalan ke arah Cena dan menamparnya, aku tidak tahu sudah berapa kali ibu menampar Cena hari ini hinga pipi nya membengkak, Cena juga tidak berusaha mengelak, ia hanya diam di tempatnya, menangis, dan menerima apapun yang ibu lakukan kepadanya. “Udah bu… dia udah kesakitan, lihat pipi nya udah bengkak banget, ayo gak ada gunanya mukulin Cena, mending kita bicarakan masalahnya baik-baik, ayo bu.” Ucap ku. “Pukulan ibu tidak sebanding dengan luka dan rasa malu yang dia kasih ke ibu Celine, rasanya jauh lebih sakit.” Ucap Ibu di sela-sela tangis nya. aku tidak menjawab, namun kembali menarik ibu keluar dari kamar Cena, kali ini ibu menurut, aku buru-buru mengajaknya untuk duduk bersama di ruang keluarga, papa cukup kaget melihat keadaan ibu yang kacau, mata nya bengkak sehabis menangis, tangannya memerah akibat terlalu banyak memukuli Cena dan melempar barang-barang, sementara itu Cena menyusul di belakang kami, tentu, ia masih menangis. “Maaf kalau lancang, tapi lebih baik kita bicarakan ini baik-baik dari pada main fisik, aku tahu gimana kecewa nya papa sama ibu, aku tahu gimana sedih nya kalian berdua, tapi, nyakitin Cena sendirian gak akan bisa bikin rasa sakit dan rasa malu ibu sama papa. Mending kita ketemu sama orang yang udah hamilin Cena dan minta tanggung jawab nya, dengan cara itu, aku tahu gak bisa mengobati rasa sakit ibu sama papa, tapi setidaknya bisa mengurangi rasa malu papa sama ibu, sebelum terlambat, sebelum orang-orang tahu kalau Cena hamil.” Ucap ku. “Cepat bilang Siapa yang hamilin kamu! Suruh dia datang, Suruh dia tanggung jawab! Saya gak mau nanggung malu karena perbuatan kamu, cukup rasa sakit yang tidak bisa saya lupakan sampai mati, jangan kamu rusak nama baik saya.” Ucap Ibu kepada Cena, tangis nya masih belum mereda, sementara Cena masih tertunduk dan menangis, ia tidak berani menatap mata kami. “AYO JAWAB!!” Bentak Ibu, aku mengelus punggung nya pelan, berusaha menenangkan ibu. “Cen… mending lo jujur, kalau lo jujur seenggaknya lo ngurangin beban ibu. Kalau lo gak mau ketemu sama dia, biar gua yang datang ke orang itu, lo tinggal nunggu aja.” Ucap ku, namun Cena menggeleng pelan, menatap ku dengan tatapan nanar. “Aku… aku di perkosa, aku gak tau siapa yang bikin aku hamil. aku bangun di hotel, dan sadar kalau aku di perkosa, tapi setelah tanya ini itu ke receptionist mereka tidak tau, aku sudah cek cctv dan tidak ada hasilnya, aku juga bingung harus apa, maaf.” Desis nya pelan, aku tentu saja terkejut mendengarnya, aku menatap ibu sekilas namun ibu masih dalam keadaan yang sangat marah hingga tidak berani menegurnya. “Kenapa lo baru bilang? Kapan kejadiannya? Mau lapor polisi juga mustahil, dan pasti bakal makan waktu yang lama. Kalau udah gini kita semua harus apa Cen?” Jawab ku. Kepala ku tiba-tiba pusing, setelah mendengar jawaban dari Cena, bagaimana mungkin ia begitu bodoh? Pikirannya ke mana saat ia menjadi korban kejahatan? Kenapa ia diam saja? “Aku kira… aku gak bakal kayak gini, maaf.” Ucap nya lagi. Ibu berdiri, kemudian menatap ku dengan tatapan tajam. “Cena harus nikah, secepat nya.” “Loh? Mau sama siapa bu? Kita aja gak tahu siapa yang hamilin dia. Gimana caranya? Laki-laki mana yang mau menikah sama dia kalau tau Cena lagi hamil anak orang lain?” Tanya ku. “Bantu ibu cari solusinya.” Sambung Ibu. Aku masih tidak mengerti bagaimana aku harus mencari laki-laki yang mau menikahi Cena dalam keadaan hamil hasil berhubungan dengan orang lain, laki-laki gila mana yang setuju akan hal itu? lagi pula, ibu mau secepatnya, mustahil untuk ku untuk melakukan hal tersebut, apa lagi sebentar lagi undangan pernikahan ku dengan Mas Al akan di sebar, entah siapa yang akan duluan melangsungkan pernikahan, aku kah atau Cena duluan. “Bu… gak etis banget kalau kayak gitu, mending kita cari aja orang yang udah hamilin Cena, terus minta dia nikah sama Cena, lebih baik dari pada menikahkan Cena dengan orang lain yang jelas-jelas bukan ayah dari anak yang ada di dalam kandungan Cena, lagi pula, pernikahan aku dan Mas Al sisa sebentar lagi, orang-orang mau bilang apa kalau dua anak gadis ibu menikah di waktu yang berdekatan? Orang-orang jadi punya spekulasi sendiri bu, nama ibu bakal jadi bahan omongan mereka.” Jawab ku. “Kamu menikah sama orang lain saja, biarkan Cena yang menikah dengan Al.” Ucap Ibu yang sukses membuat mata ku membulat sempurna. Bagaimana mungkin ibu berpikir seperti itu? aku tahu ia sedang pusing dan banyak pikiran karena Cena, tapi mengambil keputusan sepihak tanpa persetujuan orang nya adalah hal yang paling egois yang pernah aku tahu. “Bu?!” Pekik ku. “Ibu gak mau malu. Kamu gak mau lihat ibu mati kan? Iya kan? Ngalah, lagian kamu juga dari awal gak mau nikah sama Al, lepasin Al, Al akan menikah sama Cena.” Ucap Ibu. “Nggak! Nggak, ibu gak bisa kayak gini, ibu gak bisa seenaknya aja sama aku sama Mas Al, ibu bisa ngomong kayak gini, tapi kalau Mas Al nya gak mau gimana? Ibu gak bisa seenaknya atas hidup orang, pernikahan itu bukan pekerjaan sehari dua hari buat nyelamatin nama baik ibu. Pekerjaan seumur hidup, tanggung jawab seumur hidup.” Balas ku, emosi ku tiba-tiba memuncak ketika mendengarnya, ibu sudah gila hanya karena Cena.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD