Pendarahan

1020 Words
“Bukannya tempo hari kamu sudah berjanji kalau kamu tidak akan berurusan lagi sama mantan kamu itu? atau itu Cuma janji kosong apa bagaimana? Saya kesini cuma mau bawakan berkas kamu yang ketinggalan di mobil, barangkali kamu butuh, tapi saya malah gak sengaja lihat kamu sama mantan kamu lagi ngobrol bareng di pinggir taman, lucu ya, kalian memang serasi.” “Mas, itu gak sengaja.” “Kalau kamu masih suka sama dia, mending kita tidak usah lanjutkan pernikahan ini.” “Bukannya tempo hari kamu sudah berjanji kalau kamu tidak akan berurusan lagi sama mantan kamu itu? atau itu Cuma janji kosong apa bagaimana? Saya kesini cuma mau bawakan berkas kamu yang ketinggalan di mobil, barangkali kamu butuh, tapi saya malah gak sengaja lihat kamu sama mantan kamu lagi ngobrol bareng di pinggir taman, lucu ya, kalian memang serasi.” “Mas, itu gak sengaja.” “Kalau kamu masih suka sama dia, mending kita tidak usah lanjutkan pernikahan ini.” ***** CELINE POV Aku terpaku mendengar ucapan Mas Al barusan, untuk pertama kalinya aku mendengarnya berbicara seperti itu, laki-laki yang bahkan tidak pernah menyerah sekalipun sikap ku terkadang semena-mena kepadanya, matanya menyiratkan kemarahan yang tidak pernah ku lihat sebelumnya, ia hanya salah paham dan enggan mendengar jawaban ku. “Aku gak pernah bilang kalau aku masih suka sama dia.” Balas ku, aku tahu dia pasti mendengar suaraku yang bergetar saat ini, aku menahannya sekuat tenaga, di tambah lagi dengan air mata ku yang sudah di ujung pelupuk mata, rasanya aku ingin menghilang saja, aku tidak suka menangis di hadapan orang lain. “Tapi kamu bertingkah seperti itu Celine, memang sudah salah saya sejak awal, saya terlalu memaksa ya? Mumpung belum hari H nya, kita masih bisa batalkan kalau kamu tidak siap sama saya, saya tidak pernah memaksa kamu untuk suka sama saya, tapi tolong… hargai saya, saya tidak suka melihat kamu, di sengaja atau pun tidak.” Balas nya dingin, terlihat dari sorot mata nya amarah nya sudah mulai mereda, namun cara bicaranya masih begitu dingin kepada ku. Mas Al kemudian mengelus punggung ku “Maaf… saya terbawa emosi.” Sambung nya. “iya aku tau.” Jawabku, sebenarnya mood ku sedang memburuk juga akibat perkatannya tadi, namun api tidak boleh di balas dengan api, bukan? Jadi aku mengalah dan memang sudah seharusnya seperti itu. “Saya cemburu.” Ucap mas Al, aku kemudian diam selama beberapa saat, berusaha mencerna setiap kata yang ia ucapkan barusan. “Hah?” “Iya saya cemburu, saya cemburu sama mantan kamu. Saya tidak suka lihat kamu sama dia bahkan hanya sekedar berpapasan sekaligus saya tidak suka. Maaf, kalau sudah terlalu lancang seperti ini, saya Cuma tidak mau kalau kedepannya saya bisa marah sama kamu hanya karena hal yang seperti ini, jadi tolong sebisa mungkin jaga perasaan saya, saya tidak mau menuntut kamu apa-apa tapi tolong yang satu itu, jangan sampai terlihat sama saya.” Ucap Mas Al. aku tidak paham dengan apa yang ia katakan kepadaku, kenapa ia cemburu? Bukannya cemburu kalau salah satu dari kami punya rasa ? oh wait… apa dia suka kepada ku? “Kenapa cemburu?” Tanya ku. “Saya rasa tanpa saya jawab pun seharusnya kamu sudah tau Celine, sudahlah, saya mau kembali ke rumah sakit, sampai ketemu nanti.” Ucap Mas Al, sebelum pergi ia meletakan dokumen milik ku di atas meja kemudian mengusap kepala ku dengan lembut. Sial pria itu pintar sekali mengubah mood ku dalam sesaat. Aku mematung sembari menatap tubuhnya yang perlahan menghilang dari balik pintu. Setelah pria itu pergi, aku langsung bergegas naik ke kamar, rasanya tidak tenang setiap kali memikirkan ucapan pria itu, apa maksudnya? Kalau dia suka kepada ku lantas kenapa ia setuju dengan surat perjanjian yang aku buat tempo hari? kenapa ia tidak egois untuk kebaikan dirinya sendiri?. Semalaman penuh aku bahkan sampai tidak bisa tidur karena memikirkannya, rasanya ingin ku tanyakan langsung kepada orang nya, namun di saat yang sama juga aku gengsi menanyakan hal itu kpada mas Al. aku juga mengurungkan niat ku karena berpikir bahwa aku hanya akan memperumit suasana jika aku tanya kebenarannya kepada mas Al, apa yang harus aku lakukan setelahnya? Sementara aku juga tidak memiliki perasaan apa-apa kepadany, Bahkan pasti akan terasa lebih canggung ketika Mas Al mengaku. “Emang udah paling bener nikah gak pake jodoh jodohan, kayak gini aja segala pakai mikir anjir ngeselin banget.” Ucap ku kepada diri sendiri, saat jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. aku kemudian mengecek ponsel ku yang sejak tadi bahkan tak terjamah sedikit pun sejak tadi. Ada dua pesan dari Aldo yang menanyakan apakah aku sudah tidur atau belum, ada juga satu pesan dari Mas Al yang berkabar bahwa ia sudah sampai sejak tadi, dan satu panggilan tak terjawab dari Cena yang tak terdengar tadi. Apa? Tanyaku kepada Cena via pesan singkat. Tidak lama kemudian aku menerima balasan darinya. Aku sakit perut, kamu bisa kesini? Tanpa pikir panjang aku segera bangun dari tempat tidurku, menyambar kunci mobil secepat kilat tanpa mengambil barang apapun selain benda itu. aku segera bergegas kesana, tanpa pamit ke orang rumah, takut sesuatu yang buruk trjadi kepada Cena. Untung saja jalanan sudah lenggang, sehingga aku bisa sampai ke apartement Cena dengan tepat waktu, aku pun bahkan melupakan rasa takut ku karena takut sesuatu yang buruk terjadi kepada Cena, sesampainya aku di sana, aku langsung masuk dengan berbekal pin yang di beritahu oleh Cena semalam sebelumnya, Cena sudah terkapar di lantai dengan darah yang mengalir di sekujur pangkal paha nya, aku tentu saja panik, bagaimana mungkin aku bisa tenang sementara Cena sedang kesakitan dengan darah yang mengalir di pangkal paha nya. “Cen… tunggu sebentar! Gua telfon ambulance dulu, please wait…” Ucap ku dengan panik sembari menekan nomor darurat di ponsel ku, setelah menelepon ambulance, aku justru panik tidak tahu cara menenangkan Cena yang sejak tadi merintih kesakitan, tidak lama setelah itu ibu kami muncul dari balik pintu dengan raut wajah yang begitu panik, ibu ku seketika berlari menghampiri kami lalu mendorong ku agar menjauh dari Cena. “Celine?! Kamu ngapain di sini?! Kamu apakan kakak kamu?!” Bentak ibu tepat di depan wajah ku. Aku sontak kaget mendengar ibu berbicara seperti itu. “Bu… aku Cuma nolongin dia…” Desis ku pelan. “Kamu apakan Cena?!” Teriak ibu, ia bahkan sampai mendorong ku dan membuat ku hampir tersungkur karena dorongan ibu terlalu keras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD