Hamil

1047 Words
Bangun kesiangan di rumah mertua adalah salah satu hal yang paling di hindari oleh kebanyakan menantu, dan aku melakukannya, aku tidak sengaja kembali melanjutkan tidur ku di saat mas Al sedang mandi, aku berjalan ke arah ruang makan di sana sudah ada mertua ku dan juga Aisyah yang sudah siap dengan sarapannya, sementara Mas Al, ia masih di kamar, sedang bersiap-siap untuk bekerja. “Maaf ya pak, bu, Celine ketiduran lagi tadi, padahal udah bangun.” Ucap ku penuh dengan rasa penyesalan. Tante Widya tersenyum menatap ku “Gak apa-apa sayang, gak masalah kok itu, kamu juga capek banget pasti.” “Tapi gak bantuin ibu masak.” “Gapapa, ini juga mbak yang siapin, bukan ibu, Celine gak usah khawatir yaa, gak apa-apa sayang.” Aku mengangguk, tidak lama setelah itu, Mas Al datang, mengacak rambut ku dari samping “Buru-buru amat cantik, mas kirain kamu ada di kamar mandi.” Ucap nya. “Mas ih, malu atuh.” Jawab ku, berusaha menyembunyikan pipi ku yang memerah. “Mbak Celine kok di sini terus ya? Kok gak kerja?” Aisyah menyimpan sendok nya di atas piring, kemudian melipat tangan di atas meja lalu menatap ku dengan tatapan yang seolah-olah meremehkanku. “Lagi ambil cuti ini.” Jawab ku santai, tidak lupa menunjukan senyum termanis ku. “Iya kah?” “Iya.” “Kok Cuti?” “Tadinya mau honeymoon, tapi saya sibuk, Celine juga sibuk,honeymoon satu minggu kayaknya gak bakal seru.” Jawab Mas Al sebelum aku menjawab pertanyaan Aisyah. Setelahnya Aisyah tidak merespon lagi, ia fokus dengan sarapan di hadapannya. Sesekali aku melirik ke arah nya, namun tak satu kali pun mata nya lepas dari Mas Al, iya aku tahu kalau aku terlalu berlebihan, tapi bukannya aneh? Kenapa ia menatap Mas Al secara terus menerus? “Aku udah selesai.” Ucap Mas Al, ia merapihkan pakaiannya lalu menyambar jas nya yang ia gantung di ujung kursi nya. Aku kemudian berdiri, mengantar nya hingga ke teras, harusnya aku bisa saja pulang saat ini, namun rasanya tidak enak kepada mertua ku, aku baru datang semalam, dan masa aku harus pulang pagi ini juga? Jadi aku memutuskan untuk tinggal sebentar, setidaknya hingga sore saat Mas Al pulang bekerja. Seperti yang telah kalian tahu sebelumnya bahwa ibu mertua ku juga masih sama aktif nya dengan ibu ku, kalian pikir mereka kenal di mana? Mereka kenal di satu tempat kerja yang sama hingga berakhir dengan menjodohkan anak mereka. Harusnya pagi ini juga ibu dan bapak mertua ku berangkat kerja namun entah megapa sejak tadi mereka biasa saja, tidak memakai setelan kerja juga, padahal sekarang adalah hari kerja. “Ibu sama bapak gak ke kantor?” Tanya ku. “Bapak masih sakit cel, ibu juga masih capek, iya kan bu?” sahut bapak mertua ku. “Oalah, yaudah, iya mending ibu sama bapak cuti aja dulu sehari dua hari.” Ucap ku sembari membereskan piring-piring di atas meja, walaupun tidak pernah melakukannya di rumah, aku sadar diri bahwa tidak semua yang bisa aku lakukan di rumah ku, bisa ku lakukan juga di sini, apa lagi aku seorang menantu. “Celine…” Panggil tante Widya, aku yang sudah bersiap berjalan ke dapur dengan tumpukan piring di tangan ku, seketika berhenti dan meletakan kembali tumpikan piring itu di atas meja. “Iya bu?” jawab ku. “Duduk dulu sayang, ibu mau ngobrol.” Sambung ibu mertua ku, aku pun menurut, duduk di hadapannya. Entah kenapa jantung ku berdegub kencang, wajah tante Widya tidak pernah terlihat seserius itu sebelumnya. “Hmmm maaf yaa neng, ibu tiba-tiba banget ngajak kamu ngobrol. Itu… soal surat yang tempo hari, ibu masih selalu ingat soal itu, soal surat dan isi nya, ibu takut neng, ibu takut kalau kalian bikin isi surat itu jadi nyata. Dosa neng… jangan ya sayang ya? Ibu sayang banget sama kalian, pernikahan itu bukan soal kontrak atau apa neng, jangan ya sayang ya?” Ucap ibu mertua ku, ia berpindah tempat dari yang semula duduk berhadapan dengan ku, kini berpindah dan duduk di samping ku, di kursi di mana mas Al duduk tadi. “Iya bu… nggak kok, mas juga udah cerita waktu itu, maaf ya? Ibu pasti kaget banget, waktu itu aku yang bikin surat nya, aku bener-bener stress banget gak tau harus ngapain, aku belum siap nikah juga waktu itu, tapi gak mau ngecewain orang tua juga, jadi mikir aja kalau jalan satu-satu nya ya bikin surat perjanjian itu. tapi ibu tenang aja, aku sama Mas udah batalin surat nya kok.” Jawab ku. Aku bernapas lega, setidaknya ibu hanya menasihati ku dan tidak memarahi ku. Rasanya akan aneh jika yang memarahi bukan orang tua sendiri. “Bener neng?” tanya ibu mertua ku, lagi. “Iya bu bener.” “Berarti kalau gitu kapan mau ngasih ibu sama bapak cucu?” Pertanyaan itu sukses membuat ku menjadi diam seribu bahasa, aku memang sudah pernah melakukan itu dengan mas Al, namun jika berbicara perihal anak, kami belum sampai ke sana, lagi pula, aku dan mas Al sibuk, sibuk dengan diri dan juga pekerjaan kami masing – masing, lagi pula, kami sepertinya masih belum siap untuk punya anak. “Kalau yang itu aku sama mas belum-” “kalian jangan bilang kalau kalian bahkan belum-” “Sudah kok bu, sudah. Tapi kami berdua masih pikir-pikir untuk punya anak, kami berdua juga sibuk kan, susah bu kalau mau punya anak dalam jangka waktu yang secepat ini.” Aku segera memotong ucapan ibu mertua ku, takut-takut ia salah paham kpada kami berdua. “Ibu harap kalian gak usah nunda ya? Ibu berharap banyak sama kalian brdua.” Ucap ibu mertua ku sembari mengelus tangan ku degan lembut. Aku jadi merasa bersalah juga merasa tertekan, heran kenapa para orang tua gemar sekali membuat para anak-anak mereka merasa tidak enak akan sesuatu hal yang mereka minta, sebenarnya bisa sjaa di turuti, tapi punya anak itu bukan pekerjaan satu dua hari, mustahil juga jika harus bekerja sembari mengurus anak. “Iya bu, aku usahakan.” Jawab ku penuh dengan rasa pasrah. Mau menolak pun tidak bisa, yang ada jika menolak aku hanya akan menyakiti hati ibu mertua ku. “Bu, mbak Celine gak usah di paksa, mereka kan menikah karena di jodohkan, mustahil kalau bisa punya anak dalam jangka waktu sedekat ini, yang pacaran aja harus usaha dulu, gimana yang di jodohkan, paling di sentuh aja udah gak mau.” Celetuk Aisyah yang datang entah dari mana, padahal sebelumnya ia sudah pergi, namun ia kembali lagi dan duduk tepat di hadapan ku. “Iya kan mbak?” ucap nya sembari tersenyum. Sial senyuman itu, menyebalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD