little thing about her

1254 Words
“Doi laki lu kan? Bener gak sih?” Ucap Jeno, ia memicingkan mata nya, berusaha melihat pria yang sedang berjalan di belakang seorang wanita, bahkan tanpa melihat wajah nya pun aku sudah tahu bahwa dia adalah suami ku. “Iya dia. Sama temennya tuh.” Jawab ku berusaha sesantai mungkin, agar tak terlihat cemburu di hadapan teman-teman ku, padahal dalam hati aku bahkan sudah mengomel, mood ku tiba-tiba jadi kacau, rasanya aku bahkan sudah tidak nafsu untuk makan lagi. “Samperin gih Cel.” Ucap Eris. “Nggak ah, ngapain? Lagian kan doi gak ngapa-ngapain. Biarin aja udah.” Jawab ku yang masih berusaha terlihat setenang mungkin, rasanya sudah tidak nafsu makan lagi, rasanya hanya ingin pulang dan meringkuk di bawah selimut. Sebentar… Apa aku sedang cemburu? “Anjir Cel, lo gak cemburu apa emang gak peduli sih? itu laki lo lagi makan sama perempuan lain noh, samperin kek gitu, tanyain, masa di biarin gitu aja? Jangan di biasain, masih pengantin baru juga.” Eris menimpali. Aku hanya menghela napas dan menggeleng pelan, bahkan untuk berbicara saja aku sudah malas. “Yaudahlah gak enak juga kalau gini, ganti resto aja yuk? Mumpung waiters nya belum datang, yuk buru!” Jeno berdiri, berjalan mendahului kami, baik sekali dia, dari jaman masih pacaran dengan Aldo hingga sekarang aku sudah menikah dengan Mas Al, ia masih menjadi salah satu orang yang paling mengerti aku, bahkan dulu aku pun tak jarang cerita kepada Jeno, ya ketika masih di divisi yang sama. “Je, santai aja kali, gua kan gak kenapa-kenapa.” Ucap ku ketika kami semua sudah kembali duduk manis di dalam mobil Aldo. “Bukan gara-gara itunya Cel, lo tadi liat gak antriannya banyak banget? makanannya juga pasti datengnya lama, keburu jam istirahat nya habis, mending makan di tempat lain aja, dari pada kelamaan nunggu.” Aku tahu, Jeno pasti hanya beralasan, ia tahu jelas bagaimana aku dan Mas Al, bagaimana pecemburu nya aku, bagaimana aku tidak nyaman jika lelaki ku terlihat bersama dengan wanita lain. ***** Sore nya aku tak langsung pulang, niat hati ingin pulang bersama Mas Al, namun mood ku tiba-tiba berubah ketika mengingat kejadian siang tadi, jadi aku memutuskan untuk menonaktifkan ponsel ku, lalu bersantai di salon untuk menyegarkan pikiran ku. Biar saja kalau Mas Al mencari, siapa suruh ia begitu, lagi pula, sekalipun mau selingkuh jangan di tempat umum, nama dan reputasi ku bisa di cap buruk oleh para kenalan ku jika mereka tahu. Celine Elena Hartanuwidya di selingkuhi dua kali, yang pertama dengan pacar enam tahun nya, dan yang kedua oleh suami nya sendiri. Sial memikirkannya saja sudah membuat ku mual sendiri, rasanya memalukan. “Tumben lu orang kesini, padahal udah lama lu orang kagak nongol, sibuk kah? Tapi tante denger – denger lu habis nikah ya? Kata temen lu orang, kok tiba-tiba? Lu orang kecelakaan? ” Ucap Amel, waria pemilik salon yang sering ku kunjungi dari jaman kuliah sampai saat ini. “Ngaco banget sih tante cantik. Iya habis nikah nii hahaha, perasaan aku kirim undangan dah ke tante, kok gak dateng?” Tanya ku. “Tante sibuk banget, undangannya juga sempat hilang, pas temen lu orang kesini besok nya, tante baru ngeh kalau lu nikah. Maap yaaa, ganti nya, gak usah bayar deh.” “Nggak lah, bayar aja, udah lama juga kan gak kesini? Eh lanjut aja ya tante, aku mau tidur bentar.” Ucap ku sembari memejamkan mata, sebenarnya aku tidak mengantuk, hanya saja aku hanya tidak ingin berbincang dengan siapapun saat ini, mood ku sedang kacau, aku sedang tidak ingin di ganggu, entah kenapa rasanya malah jadi lebih parah dari pada yang aku rasakan ketika di selingkuhi oleh Aldo dulu. Entah aku tertidur berapa lama namun ketika bangun, Amel sudah bersiap menutup salonnya, keadaan salon juga sudah sangat sepi, hanya tersisa aku dan beberapa orang lain yang juga tertidur, dan beberapa karyawan Amel yang sudah beres-beres hendak pulang. “Eh baru mau tante bangunin, lu orang udah bangun duluan.” “Ini jam berapa?” Tanya ku. “Sebelas malam nek, balik lu, lakik lo nyariin nanti.” Aku langsung melompat dari kasur pijat yang aku tiduri, kemudian buru-buru membayar uang salon ku hari ini, Setelahnya aku langsung memesan taxi untuk pulang. Aku tidak takut, melainkan aku hanya merasa tidak enak karena pulang terlalu malam, mood ku memang tidak bagus, namun jika pulang di jam seperti ini juga, apa yang di pikir oleh mas Al nanti? Di tambah lagi, ketika aku mengaktifkan ponsel ku ada banyak sekali panggilan tak terjawab dan juga pesan dari Mas Al yang takut k*****a, sial, perasaan macam apa ini? “Dari mana kamu?” Ucap Mas Al sarkas, ia tiba-tiba muncul di belakang ku, ketika aku baru saja masuk ke dalam rumah, aku pikir ia sudah tidur karena semua ruangan sudah gelap, namun siapa sangka ia masih duduk di sana tanpa ketahuan oleh ku? “Apaan sih kamu, orang baru balik juga di sarkasin.” Jawab ku yang tak mau di salahkan oleh nya, aku juga pulang terlambat seperti ini juga karena ulah nya juga. “Aku tanya, kamu dari mana? Kenapa baru pulang sekarang? Aku cari kamu di kantor katanya sudah pulang dari sore, aku sampai rumah kamu tidak ada. Celine… tolong-” “Bukan urusan kamu, aku mau ke mana, sama siapa, pulang jam berapa, bukan urusan kamu.” Balas ku, emosi ku tiba-tiba tersulut ketika mengingat kejadian siang tadi, bagaimana mungkin ia terlihat khawatir sementara siang nya ia habis makan siang berdua dengan perempuan lain? “Urusan ku, kamu istri ku, tanggung jawab ku dunia akhirat.” Jawab nya dengan tegas, ia menatap ku dengan tatapan yang sangat tajam, membuat ku jadi merasa takut sendiri. “Kalau gitu, berarti aku juga bisa dong tau kamu kemana, sama siapa aja. Termasuk kamu kemana siang tadi, makan siang sama perempuan mana di tempat umum.” Balas ku yang tak kalah nyolot nya. Aku benci di atur-atur seperti ini, apa lagi hanya ia yang mau mengatur, sementara aku tidak mendapat hak yang sama. “Celine…” “Apa?! emang bener kan?!” teriak ku tepat di hadapan wajah nya. Bukannya malah membalas, namun Mas Al malah merogoh ponsel nya, menekan aplikasi chating, lalu membuka file di salah satu grup nya kemudian menunjukan beberapa foto kepada ku. “Makan siang dengan teman-teman karena hari ini kami punya waktu luang secara bersamaan, aku gak makan berdua sama perempuan mana pun itu, aku pergi ramai-ramai, dan kalau pun mau pergi berdua sama perempuan aku pasti berkabar terus ke kamu. Lagi pula, kalau kamu lihat aku di luar sama siapa pun itu yang sudah pernah atau pun belum pernah kamu lihat sama aku, kamu bisa samperin aku, biar aku bisa kenalin secara langsung kalau kamu istri aku.” Ucap nya dengan nada bicara yang begitu lembut, sial ia pandai sekali mengatur emosi nya. “Terserah.” Jawab ku yang sudah kalah telak, oleh perdebatan kami kali ini. Aku memutar badan hendak beranjak dari sana, sial rasa nya malu sekali. “Maaf yaa… lain kali sebelum apa-apa aku kabarin kamu dulu.” Ucap nya tepat di belakang ku. “Terserah.” “Kalau begitu kamu dari mana tadi? Kenapa hp nya mati? Aku khawatir sampai panik dan mau telfon ibu, lain kali jangan begitu ya? Kamu boleh kemana-mana tapi di antar sama aku, dan aku yang jemput. Sudah tugas ku jadi suami kamu.” Ucap Mas Al lagi. bagaimana mungkin aku tidak merasa bersalah? Sementara aku sudah menuduh nya yang tidak-tidak. “Males.” Jawab ku, aku semakin mempercepat langkah ku namun Mas Al malah mengejar dan berdiri di hadapan ku. “Jawab. Atau aku bakal bikin kaki kamu bergetar sampai gak bisa jalan.” Ucap nya dengan tatapan tajam penuh keseriusan. “Di salon, tapi ketiduran. Maaf.” Ucap ku sembari menunduk penuh rasa bersalah, sial dia berhasil menaklukan ku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD