Kehamilan Pertama Celine

1023 Words
“Sudah dua minggu looh kamu gak mau sarapan, kenapa? Masih marah sama aku?” Tanya Al kepada istrinya. Celine menggeleng, entah kenapa dua minggu terakhir ini membuatnya malah menjadi tidak nafsu makan sama sekali, padahal sarapan yang di siapkan oleh suaminya terlihat cukup menarik, namun melihatnya saja sudah membuat Celine tidak nafsu makan. “Kan udah aku bilang kalau aku gak ada nafsu makan mas, masa iya aku bohong sih.” Balas Celine. “Nanti kamu sakit.” “Ya enggak.” “Makan malam aja kamu dikit banget, padahal biasanya habis atau gak minta tambah, kenapa? Kalau ada yang salah sama badan kamu bilang ya, jangan di simpan sendiri.” Celine mengangguk lemas, ia juga menyadari perubahan pada tubuh nya yang bisa terbilang cukup drastis dalam satu minggu terakhir, ia terlihat sedikit kurus, baju-baju nya pun banyak yang jadi longgar, mungkin efek dari porsi makan Celine yang juga berkurang. “Kayaknya enggak ada, atau paling stress gara-gara kerjaan doang ini.” Al mengangguk, sebelah tangannya mengelus lembut rambut Celine, dan yang sebelah lagi sibuk memegang stir mobil. Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah orang tua Al, katanya tadi mereka syukuran, entah syukuran karena apa, namun Al dan Celine baru bisa datang sore nya karena sibuk bekerja. Sesampainya di rumah sang mertua, Celine buru-buru masuk ke dalam kamar mandi, merogoh sebuah testpack yang ada di saku blazzernya, testpack itu di berikan oleh temannya siang tadi, mengingat ia juga tengah sudah dua minggu lebih terlambat datang bulan, membuat Celine jadi panik sendiri, karena ia belum siap untuk hamil. sembari menunggu hasil dari testpack tersebut, Celine berkali-kali berdoa dalam hati agar ia tidak usah hamil dulu, Celine masih mau fokus pada pekerjaannya, Celine belum siap jadi ibu. “Sial…” Desis Celine bersamaan dengan testpack yang jatuh dari tangannya, dua garis merah di tengah benda berwarna putih pink itu membuat kaki nya jadi lemas seketika, Celine menjatuhkan tubuh nya ke lantai, untuk pertama kali nya, Celine merasa takut akan sesuatu hal yang wajar-wajar saja ia dapatkan. Celine menggigit bibir bawah nya cemas, ia belum siap jadi ibu, ia belum mau, terdengar pula dari arah luar suara langkah kaki yang mendekat ke arah kamar mandi, Celine yakin, itu adalah suami nya. “Celine…?” Pintu di ketuk dari luar, nama Celine berkali-kali di sebut oleh Al. Celine masih berada di tempat yang sama, masih duduk di lantai kamar mandi dengan testpack di tangan nya, Celine tidak mau suaminya tahu, Celine tidak mau melanjutkan kehamilannya, Celine belum siap untuk menjadi seorang ibu. “Celine? Kamu baik-baik aja?” Tanya Al, lagi. “Iya.” “Kamu lagi mandi? Ini handuk nya ketinggalan di luar sini.” Ucap Al, lagi. “Nggak.” Balas Celine. Suaranya terdengar bergetar, menahan debaran di jantung nya yang tak kunjung mereda, ia juga semakin panik ketika mendengar suara suaminya tersebut. Celine cukup lama berada di kamar mandi, hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk keluar dari sana, dengan keadaan mata yang sembab. Di luar dugaan Celine, Al masih berdiri di samping pintu kamar mandi, menunggu istrinya keluar hanya untuk memastikan keadaan Celine baik-baik saja. “Kamu kenapa menangis?” Al menarik tangan Celine agar mendekat kepada dirinya, menatap wajah istrinya itu dalam-dalam, namun Celine dengan cepat mengalihkan Wajah nya dari sang suami. “Kamu kenapa?” Tanya Al, khawatir. “Enggak.” Jawab Celine, ia berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman suaminya itu, namun semuanya sia-sia, tenaga Al jauh lebih kuat di banding dirinya. “Aku Cuma tanya, kamu kenapa? Kamu nangis kenapa? Apa yang sakit? Apa yang bikin kamu sampai menangis?” Al melonggarkan cengraman tangannya, namun mata nya masih berusaha menatap mata Celine dalam-dalam, berusaha mencari kebenaran dari sorot mata perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu. “Ya aku gak apa-apa, lagi nangis aja, emang gak boleh ya nangis? Mata ku kering.” Jawaban asal dari Celine semakin membuat Al merasa yakin bahwa ada sesuatu yang buruk yang menimpa Celine. Al yang memang tidak mau memaksa Celine, karena takut istrinya itu tidak nyaman memilih untuk membiarkan Celine sendiri dulu menenangkan dirinya, berharap beberapa saat kemudian Celine mau menceritakan hal apa yang membuatnya sampai menangis hingga mata nya sembab. Malam itu, mereka tidak banyak bicara, Celine bahkan memilih untuk langsung tidur di banding ikut makan malam dengan keluarga Al, sebenarnya Celine belum mengantuk, ia hanya memaksa dirinya saja untuk tidur lebih dulu karena menghindari pertanyaan-pertanyaan dari suaminya yang mustahil untuk ia jawab. “Celine mana mas?” tanya Wika ketika melihat putra nya hanya datang tanpa di temani oleh istri nya. “Kecapean dia bu, kayak nya juga dia lagi sakit, makanya saya suruh tidur cepat.” Alasan, Al hanya tidak mau ibu nya berpikir macam-macam tentang Celine. “Sudah kamu periksa?” Tanya Wika, khawatir. Al menggeleng. “Belum, nanti kalau dia sudah bangun.” Balas Al. setelahnya mereka makan dengan tenang, ada Farid dan juga Fathur yang turut meramaikan rumah malam itu, Setelah makan, Al buru-buru kembali ke kamar, menemui Celine, yang masih nampak pada posisi yang sama, tidur membelakangi posisi Al. Al mendekati istrinya pelan-pelan, takut membangunkan Celine dari tidur lelapnya, setelah itu ia mengelus lembut rambut dan pipi Celine, membersihkan sisa-sisa air mata di pipi istrinya itu, berusaha mencari tahu apa yang membuat istrinya itu menangis hingga membuat mata nya menjadi sembab. “Siapa yang bikin kamu sampai menangis begini cantik?” ucap Al dengan suara yang teramat pelan hampir tak terdengar sama sekali. Setelahnya ia berdiri, mengitari tempat tidur mereka namun sebelum ia merebahkan dirinya di samping sang istri, matanya tertuju dengan sebuah benda di bawah lipatan baju Celine, benda berwarna pink putih mencolok yang menarik perhatian Al. Al mengurungkan niat nya untuk tidur, ia lantas berdiri berjalan menuju sebuah meja yang terletak di samping pintu kamar mandi, mengambil benda tersebut lalu menatap nya dengan serius. Di detik pertama ia melihat tanda dua garis merah pada benda tersebut, hal pertama yang ingin ia lakukan adalah, membangunkan Celine, namun mengingat kembali bahwa Celine baru saja terlelap akibat kelelahan menangis membuat Al menjadi tidak tega sendiri untuk membangunkan istrinya itu. jelas raut wajah kebahagiaan terpancar pada Al saat itu juga, rasanya ia ingin berteriak sangking senang nya akan apa yang sedang ia lihat saat ini. “Celine… Celine terimakasih banyak, terimakasih banyak.” Ucap Al sembari menatap istrinya dengan penuh rasa kebahagiaan setelah melihat hasil dari testpack tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD