She's pregnant

1127 Words
                Celine terdiam di sofa tempatnya duduk bersama Al, ia masih kaget dengan apa yang ia lihat baru saja, Celine sudah mengintrogasi Cena, namun ia tidak menemukan jawaban apa-apa dari gadis itu. kalau memang dugaannya benar, Cena akan membuat keluarganya malu serta sangat kecewa, bagaimana tidak Cena adalah orang yang paling di banggakan di keluarga mereka, cantik, pintar, dokter, dan taat kepada agama, jika Cena di temukan hamil, maka seluruh hidupnya akan hancur begitu saja.                 “Kamu baik-baik saja?” Tanya Al kepada Celine, sebelah tangannya mengusap rambut gadis itu dengan lembut. Ada banyak hal yang ingin Celine tanyakan kepada Al, namun ia tidak bisa, ia penasaran namun juga tidak mau membuat Cena malu di hadapan calon ipar nya sendiri.                 “Iya mas.” Balas Celine.                 “Tapi sepertinya tidak.” Sambung Al ketika Celine mulai menenggelamkan wajahnya pada bantal yang sedang ia peluk.                 “Hufttt.” Celine mendesah pelan, tiba-tiba kepalanya terasa begitu pusing, memikirkan Cena sendirian membuatnya takut sendiri, se tidak akrab apapun ia dengan Cena, tapi tetap saja, Cena adalah saudaranya.                 “Kenapa? Ada masalah? Cerita, jangan di pendam sendirian.” Ucap Al sembari mengelus punggung Celine dengan hangat. Celine mendongkakan kepalanya. “Orang hamil tandanya apa selain muntah-muntah?” Tanya Celine kepada Al.                 “Kamu hamil? Kan kita be-”                 “Nggak, jawab aja.” Sambung Celine, ia menatap Al dengan penuh harap, berharap Cena memang tidak hamil walau kenyataannya gadis itu terus menunjukan tanda-tanda kehamilannya kemarin, di tambah ada sebuah testpack yang baru di temukan oleh pembantu mereka hari ini.                 “Apa? beda orang beda gejalanya, tapi memang yang paling umum itu mual, ada juga yang mood nya jadi kacau, atau ngidam? Kadang ngidam juga. Tapi kalau di lihat dari tanda-tandanya saja ya tidak bisa asal diagnosa, lebih baik langsung cek ke ahlinya saja, lebih pasti.” Balas Al. Celine mengangguk, walau jawaban yang di berikan oleh calon suaminya itu kurang membantu nya untuk mengetahui kondisi Cena.                 Sore itu rumah mereka sedang sepi, hanya ada Celine, Al, Cena, dan juga bi Asri, kedua orang tua mereka sedang ke Bandung untuk menghadiri suatu acara, padahal Celine ingin sekali memberitahu ibu nya, agar jika terjadi sesuatu kepada Cena mereka tidak terlambat dalam mengambil tindakan. Sejak tadi, Cena juga terus mengurung dirinya dalam kamar, ia bahkan mengganti pin smartlock nya karena tidak ingin di ganggu oleh Celine, sejak tadi Cena juga berusaha ingin kabur dari tempat itu, namun ia tidak bisa, sejak tadi Celine terus duduk di ruang keluarga, yang merupakan satu-satu nya akses jalan bagi Cena agar bisa keluar dari rumah itu.                 Cena menatap dirinya pada pantulan cermin, ia sudah terlalu kacau, ia sudah menekan dirinya sendiri agar tidak memakai benda kecil itu namun rasa penasarannya jauh lebih besar, dan karena itu juga Cena sampai nekat minum beberapa obat pengugur kandungan, berharap kandungannya tidak akan bertahan lama, Cena tidak mau menanggung malu sendirian, ia bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung saat ini. Di sisi lain ia juga masih menyimpan rasa dan juga harapan kepada Al, biar bagaimana pun juga ia berharap bahwa ia bisa menjadi istri dari pria itu.                 “Cena… ini ibu.” Ucap seseorang dari luar kamarnya, Cena tersontak kaget lantas menyimpan pil penggugur kandungan di bawah tempat tidurnya, ia belum siap jika ibunya tahu, ia belum siap untuk melihat wajah kecewa dari wanita yang telah melahirkannya itu.                 “Cena… ini ibu, ayo buka dulu pintunya ibu mau bicara.” Ucap Mia lagi. entah mengapa ia pulang lebih awal, padahal subuh tadi ia berkata kepada Celine bahwa ia akan pulang malam, namun sebelum maghrib datang ia sudah berada di rumah.                 “Cena…” Suara Mia melemah dari arah luar, namun hal tersebut tidak menggoyahkan pendirian Cena, gadis itu masih tetap berada di kamarnya, ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut enggan mendengar suara ibu nya sendiri, Celine menepuk pundak Mia, mengajaknya beranjak dari sana, pelan-pelan, Celine tahu, ibu nya juga sedang shock berat saat ini.                 “Ibu lagi mimpi kan dek?” Tanya Mia dengan mata yang berkaca-kaca. Cena adalah harapan paling besarnya, mendengar hal tadi dari Celine dan Bi Asri membuat Mia hampir saja jatuh pingsan, walau dalam hati ia berharap, apa yang di katakan oleh anak bungsu serta pembantu nya tidak akan menjadi nyata.                 “Semoga ibu lagi mimpi, coba kalau udah bisa ketemu Cena, ibu tanya dia pelan-pelan, ini punya dia atau bukan. Jangan langsung di hakimi, ibu tau Cena gimana kan? Soal bener atau nggak nya di pikir nanti.” Ucap Celine, ia berusaha menenangkan ibu nya walau usaha nya tidak membuahkan hasil.                 “Dek… ibu gak mau nanggung malu, kalau papa kamu tau… dia bisa stress juga.” Ucap Mia dengan suara pelan.                 “Terus kita harus gimana? Cena aja gak mau ngomong bu, gimana mau di cari solusinya?”                 “Bujuk Cena untuk jujur, ibu tunggu malam ini, ibu mau istirahat dulu.” Ucap Mia, ia kemudian berjalan meninggalkan Celine yang masih mematung di tempatnya, gadis itu juga bingung bagaimana cara membujuk kakak nya agar mau keluar dari kamar dan bicara dengannya. Celine menunggu Cena di sana, berharap gadis itu keluar dari kamarnya, cukup lama, hingga akhirnya Cena benar-benar membuka pintu kamarnya, namun ketika melihat Celine berdiri di sana, Cena berusaha untuk menutup kamarnya lagi, namun untung nya Celine bergerak cepat sehingga Celine bisa masuk ke kamar gadis itu sebelum Cena menutup pintu nya.                 “Ayo, bicara sama gua. Lo kenapa?” Ucap Celine yang pada akhirnya berhasil berhadapan dengan Cena.                 “Gak kenapa-kenapa.” Balas Cena. Ia terus menunduk sejak tadi, enggan menatap mata Celine.                 “Bohong. Lo kenapa? Kenapa lo pucat? Kenapa lo muntah terus? Kenapa lo gak mau makan? Kenapa lo gak mau ke rumah sakit? Lo gak masuk angin kan? Testpack itu punya lo kan Cen? Kita emang gak dekat Cen, tapi gua tau banget tentang lo, udahlah capek, jujur aja, lo kenapa? Kalau lo gak mau jujur sama gua atau ibu, lo mau jujur ke siapa lagi? mending lo jujur kita cari solusinya sama-sama.” Ucap Celine sembari menatap tajam mata Cena, selang beberapa detik, bulir air mata terlihat jatuh membasahi pipi gadis itu, tanpa di jawab pun Celine sudah tahu apa jawabannya.                 “Siapa? Sama siapa lo ngelakuin itu?” Desis Celine, emosinya sedikit terpancing, mengingat selama ini Cena adalah perempuan baik-baik di mata nya.                 “Gak tau…” Balas Cena, kini tangisnya kembali pecah, ia menjatuhkan tubuh nya di atas kasur dan menangis tersedu-sedu.                 “Lo main sama berapa orang? Kok lo gak tau siapa bapaknya? Gila lo ya?! Lo mau ibu meninggal karena denger jawaban lo kayak gini?! Kasih tau gua lo main sama siapa aja, gua datengin satu-satu orang nya, sini!”                 “Aku… gak tau, aku gak sadar, jangan kasih tau ibu Celine… please.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD