Pengakuan Cena

1081 Words
                Celine sudah hampir menggila menghadapi keluarga dan juga masalah pribadinya sendiri, untung saja persiapan pernikahannya dengan Al berjalan lancar, list undangan yang kemarin mereka kerjakan sudah mereka bawa ke percetakan, tinggal menunggu beberapa hari untuk menyebarkan undangan mereka. Walau begitu, Celine masih tidak bisa bernapas lega, mengingat masalah Cena belum ada jalan keluarnya, dan orang tua mereka belum tahu membuat Celine hampir tidak mau pulang ke rumah karena kasihan melihat wajah kedua orang tua nya setiap kali mengingat Cena.                 “Kak kamu sehat kan?” Ucap Haru saat mereka semua tengah sarapan, Cena diam saja, ia hanya duduk diam dan menatap makanan di hadapannya, enggan menyentuh makanan-makanan itu. mendengar pertanyaan Haru, Cena diam saja, cukup lama, hingga akhirnya ia mendongkakan kepalanya, lalu menggeleng pelan.                 “Nggak.” Balas Cena dingin, matanya yang sembab karena terlalu sering menangis terlihat jelas.                 “Kenapa? Sakit apa? minum obat toh ibu Dokter.” Balas Haru. Mendengar hal itu Celine serasa ingin tenggelam saja, ia tidak siap jika nanti papa dan ibu nya tahu tentang keadaan Cena, ia tidak siap melihat wajah – wajah kecewa itu.                 “Aku hamil.” Seluruh mata tertuju pada Cena saat itu, Celine tersentak kaget, pikirannya seketika terasa kosong, tatapannya pelan-pelan beralih ke wajah orang tua nya. Cena meletakan garpu di tangannya ke meja dan menatap wajah orang tua nya satu per satu dengan tatapan datar.                 “Aku hamil, aku gak tau siapa ayah nya.” Ucap Cena, suaranya tertahan, menahan tangis yang mungkin sebentar lagi akan pecah. Pikirannya melayang-layang, mengingat malam itu, malam yang membuatnya kini menjadi hancur, kepercayaan orang tua nya, kesuciannya, karir nya, semua nya hancur berantakan. Cena merasa ingin kembali ke saat di mana ia menerima undangan dari Inggrid, ia ingin menolaknya, seharusnya ia menolak, seharusnya ia tidak usah datang ke sana, seharusnya ia tidak minum, seharusnya ia tidak bangun di hotel pagi itu dengan keadaan yang begitu kacau.                 “Cen…” Desis Celine. Haru dan Mia terlihat mematung, di detik selanjutnya Mia berdiri berjalan ke arah Cena kemudian menampar Cena di iringi degan tangis nya yang pecah. Tentu saja ia tidak menyangka dengan apa yang di katakan oleh Cena barusan, Mia seakan ingin mati saja di banding harus menanggung rasa malu yang di ciptakan oleh putri pertamanya itu.                 “Cena… ibu gak mau malu! Mau di taruh di mana muka ibu kalau semua orang tau, kalau kamu hamil?! Apa yang kamu lakukan nak… ibu percaya sama kamu, ibu percaya kalau kamu bisa menjaga nama baik keluarga kita… tapi lihat? Lihat apa yang kamu lakukan sekarang? Mau ibu apakan anak kamu itu Cena... ibu harus apa? ibu harus bilang apa sama keluarga besar kita? Ibu mau taruh di mana muka ibu sama papa…” Mia menangis, meraung dengan keras sembari mengguncang tubuh Cena, entah sudah berapa kali ia memukul anak nya itu namun rasa sakit di hati nya masih tetap sama, tidak berubah sama sekali.                 Sementara itu Haru langsung berdiri dari tempat duduk nya, menjauh dari Cena, Mia dan juga Celine, namun Celine segera berdiri, menyusul Haru sebab ia takut sesuatu yang buruk terjadi kepada papa nya. Dari jauh, Celine melihat Haru tengah menangis sendirian di taman belakang, bahu nya terlihat bergetar, Celine tentu saja tidak tega melihat papa nya seperti itu. dalam hati Celine berdoa agar penyakit papa nya tidak kambuh setelah mendengar pengakuan Cena tadi.                 “Pa…” Panggil Celine kepada Haru. Pria itu tersentak kaget ketika mendengar suara Celine dari belakang, buru-buru ia menghapus air matanya, kemudian ia berbalik menatap Celine sembari tersenyum, sejak dulu Haru memang yang paling tidak mau menunjukan wajah sedih nya di depan kedua anaknya, bagaimana pun kondisinya.                 “It’s okay, papa nangis aja, gak semua hal perlu di kuat-kuatin. Emang sakit rasanya, aku aja sakit, gimana papa sama ibu? Gak apa-apa, selagi itu yang bisa bikin hati papa tenang, lakuin aja.” Ucap Celine, ia merangkul papa nya dari samping, mengusap bahu pria itu pelan-pelan, berusaha menenangkan pria itu.                 “Papa sudah gagal jadi sosok ayah… papa gagal menjaga Cena, papa gagal, papa gak pantas di sebut papa sama Cena… salah papa karena tidak menjaga Cena dengan baik, salah papa karena terlalu percaya sama Cena, semuanya salah papa…” Ucap Haru, tangisnya kembali pecah. Celine segera menarik Haru ke dalam pelukannya, ia memeluk papa nya, memberi rasa tenang kepada pria itu, walau ia tahu bagaimana hancurnya Haru saat itu.                 “Semuanya sudah takdir, papa gak perlu nyalahin diri papa sendiri, apapun yang terjadi bukan salah papa.” Balas Celine. Terlihat tangan Haru terkepal sempurna, urat-urat di tangannya bahkan sampai terlihat di antara kulitnya yang sudah keriput, Celine masih di sana dan menenangkan Haru. Di saat ia tengah menenangkan papa nya, dari dalam rumah terdengar keributan, suara piring dan gelas yang jatuh silih berganti terdengar di telinga Celine. Buru-buru Celine berlari ke dalam, takut sesuatu buruk terjadi di antara ibu nya dan juga Cena.                 “Bu! Udah bu!” Mia menahan Mia ketika wanita paruh baya itu hendak melemar gelas lagi kepada Cena, semua piring dan gelas yang semula ada di atas meja makan kini telah pecah berhamburan di atas lantai. Sementara itu Cena menangis, ia menutup rapat-rapat kuping nya enggan mendengar teriakan-teriakan dari ibu nya, ia takut sekaligus jijik kepada dirinya sendiri.                 “MAU DI TARUH DI MANA MUKA IBU CELINE?! IBU MALU GARA – GARA CENA! IBU GAK SUDI PUNYA CUCU DARI HASIL ZINA! IBU UDAH CAPEK – CAPEK BESARIN, NGEDIDIK BIAR NGGAK RUSAK TAPI DIA TEGA BIKIN IBU MALU! INI BALASANNYA?! IBU NGGAK MAU! IBU GAK SIAP BUAT NANGGUNG MALU!” Ucap Mia dengan emosi yang sudah memuncak.                 “Ibu udah, berhenti lemparin barang, itu gak nyelesaiin masalah bu, udah, ayo, nanti kita bicarain lagi, yuk udah telat, ibu katanya ada rapat hari ini.” Ucap Celine. Mia mengusap air mata nya, sementara Celine membawa Mia menjauh dari Cena, akan bahaya bagi mereka berdua jika mereka masih berada di satu ruangan yang sama. Celine mengambil minum untuk ibu nya, setidaknya ia harus melihat ibu nya tenang dulu sebelum ia berangkat kerja.                 “Ibu gak mau lihat Cena.” Ucap Mia dengan nada bicara yang terdengar begitu dingin.                 “Bu… ibu lagi emosi, udah tenang dulu, nanti kita bicarain lagi, sekarang waktunya sempit banget.” Balas Celine.                                “Ibu gak habis pikir cel… ibu gak nyangka dia begitu, ibu gak bisa lihat dia disini, ibu gak bisa lihat anaknya lahir tanpa ayah, ibu gak mau…”                 “Ibu tenang, pasti akan ada solusinya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD