14 - kenyataan pahit

1916 Words
Falecia... Maaf mungkin jika kamu sudah membaca surat ini aku sudah tidak lagi di sisimu. Bukan aku tak mau, hanya saja keadaanku yang mungkin tak akan bisa seperti dulu lagi, aku tak ingin menyusahkanmu. Maafkan aku, jika selama ini aku tak pernah bisa membahagiakanmu, jujur aku sangat ingin melakukan itu, aku bahkan sangat berharap bisa melihat senyum manis mu itu, senyum yang pernah membuatku jatuh hati kala itu. Senyum yang mampu membuatku bangkit, senyum kebahagiaan yang selalu membuatku rindu akan dirimu, senyum yang selalu memiliki tempat tersendiri di ingatanku, senyum yang selalu menjadi alasan ku berdiri lagi dan lagi. Mungkin kamu tak ingat dengan bocah kecil yang menganis tersendu di pojokan rumah sakit, menangis karena takut akan jarum suntik, juga takut jika hari itu adalah akhir bagi dirinya. Dan kamu... gadis kecil dengan senyum ceria, mampu membujuk bocah kecil itu agar mau melakukan semua penbobatan, bahkan kamu rela mberikan permen loly milikmu untuk menemani bocah kecil saat itu. Dan ingatkah kamu, dulu gadis kecil pemilik senyum ceria itu itu pernah beejanji akan selalu menemani bocah kecil itu, menemani setiap dirinya kembali merasalan rasa sakit itu. Jujur bocah kecil itu sangat mengharap kenyataan janji manis yang keluar dari bibirmu kala itu. Namun saat ini, semua keinginan akan janji itu untuk terwujud, seolah tak mampu untuk ku tagih lagi, melihatmu bersedih pun aku sungguh tak mampu, apa lagi harus menungguku, maka dengan ini, aku mohon lupakan janjimu itu, bukan aku tak ingin melihat kenyataan akan janji itu. Hanya saja diri ini tak sanggup melihat bulir berhargamu terbuang sia hanya untuk menangisi diri ini. Dan lolipop ini aku kembalikan, Aku harap kamu mengingatnya, bahkan kamu masih mennyimpan sebagian lagi. Karna jika kamu masih menyimpannya, maka kamu masih memiliki perasaan yang sama dan janji yang sama untukku. Falecia... Aku sangat berharap dengan waktu, waktu yang akan mewujudkan apa yang terbersetit dalam hati. Mungkin hanya seulas perasaan yang tak mungkin kamu balas. Hanya saja aku sangat berharap akan hal itu. Menatap wajah indahmu, menatap senyum yang selalu menyejukan hati, dan keceriaan yang selalu memabukanku. Sesederhana itulah hal yang selalu aku harapkan. Walau aku tau, kamu sudah tak bisa memberikan itu, Jujur Memperjuangkan cinta ini sendiri sungguh berat, dan mungkin aku sudah tak sanggup lagi. Tapi percayalah, cinta ini akan selamanya terkenang dalam hati, dan kini cinta ini adalah nyawa untuk ku, semangat untuk aku bertahan. Falecia... Mungkin dengan kepergianmu akan membuatmu bahagia, aku tau... Kehadiranku tak pernah kamu harapkan, bahkan kamu anggap, Tapi hanya satu yang harus kamu tau... Aku sungguh mencintaimu.. Dan sekarang biarlah aku pergi, membawa pecasahn cinta ini... Cinta yang akan aku kenang dan selalu abadi. Arthomi Fakhri Prastyo Mungkin ini sudah kesekian kalinya aku membaca surat dari mas Tomi, dan mungkin ini sudah keseribu kali tangisanku pecah kala melihat nanar tulisan indah itu. kini aku meringkuk di lantai kamarku. Berbaring dengan kaki tertekuk dan tangan memeluk lututku, menangis dan terus menangis. Aku bodoh, aku hancur. hanya dua kata itu yang tepat untuk menggambarkan kondisiku sekarang, Kenyataan yang masih belum bisa ku terima, Kenyataan jika Tomi telah pergi meninggalkan ku. Aku tak percaya semua itu telah terjadi. Karna aku percaya, aku percaya juka Tomi tak akan setega itu meninggalkanku, aku sangat tau Tomi. dia sosok yang selalu melindungiku tak mungkin dia akan pergi begitu saja meninggalkan aku dengan janin di dalam perutku, Aku semakin terisak, tak tau apa yang harus aku lakukan sekarang, ingin rasanya aku pergi menyusul Tomi, tapi semua tak mungkin, aku telah mengandung buah cinta kami, aku tak mungkin membiarkan nyawa tak berdosa ini ikut bersamaku, menebus semua kesalahan yang pernah ku buat. Lantas... Apa yang harus aku perbuat sekarang, jujur aku tak sanggup, perasaan ini sungguh menyiksa ku, kehilangan sosok yang selalu mencintaimu dan selalu ada untukmu. bahkan sosok yang kamu cintai, sebelum kamu mengutarakan semuanya, jujur semua terasa begitu menyakitkan... Belum lagi fakta yang aku dapatkan. Kebenaran akan siapa sosok bocah kecil di pojokan rumah sakit itu. Yah... Aku tau itu, bahkan kini semua kian jelas, Tomi yang selama ini bersama ku adalah Tomi bertubuh kurus, bermata empat yang menangis di pojokan rumah sakit, menangis karna takut akan di suntik, lucu memang jika memngingat raut wajahnya kala itu. Kemudian janji akan kedatanganku untuk menemani hari berikutnya seolah tak pernah ku lakukan karna kepergianku yang mengikuti jejak orang tuaku. Setahun kemudian dia kembali datang, nahkan masuk sekolah yang sama dengan diriku, namun kala itu aku belum tau jika Tomi kecil adalah orang yang selalu mencintaiku sejak saat itu. Yang ku tau dia adalah pelindung dan penolongku. Bahkan ia pernah melawan segromblonan kakak kelas yang menggodaku, tentu dia kalah. Namun usahanya itu membuat kakak kelas itu pergi begitu saja. Tentu bukan hanya kakak kelas gang melihat betapa gigihnya dia, akupun sama, perlahan perasaanku mulai mencair dan aku mau menerimanya. Hingga suatu hari ia pamit untuk ikut keluarganya pindah meninggalkan kota jakarta, di pertemuan terakhir ia memberikan sepasang liontin berbentuk hati dan kunci, Tomi membawa sepasang dan sepasang lagi ia berikan padaku. "Kalo nanti kita di pertemukan lagi, aku harap kamu masih menyimpan kenangan kita ini, aku sungguh berharap akan hal itu" perkataan itu masih sangat jelas aku ingat di dalam kenanganku, hanya saja Tomi telah banyak berubah, membuatku tak ingat akan sosoknya. Dan aku bodoh, bodoh karna melupakan perasaan nyaman yang selalu aku simpan jika berada di dekatnya. Aku merasakan perasaan itu kembali, ketika bersama Tomi beberapa waktu lalu. Tapi aku sama sekali tak menyadari itu. Menyesal?, tentu saja, aku menyesali perbuatanku, kini aku hanya bisa pasrah, menerima semua takdir. Menjalani hidup penuh ke hampaan tanpa penyemangat. Hidup dalam kegelapan hati, tanpa cahaya dan harapan. Aku bertekad pada diriku sendiri, aku akan mengabdikan hidup dan kesetiaanku hanya untuk Tomi, selamanya hanya Tomi. Membesarkan buah cinta kami dan berjuang membahagiakanya apapun alasannya. Hidupku kini hanya untuk buah cinta ku dan mas Tomi, Cintaku hanya akan aku berikan untuk mas Tomi, tak akan ada orang lain yang bisa menggantikannya, tak akan pernah. ♡•◆•♡ "Pagi bi.." Sapa Eca setelah keluar dari kamarnya dan mendudukan pantatnya tepat di meja makan. Bi Gina terlonjak mendengar sapaan Eca di pagi ini. Terdengan ceria namun tetap saja tak bisa menyembunyikan kesedihannya. "Eh, non Eca, kok udah rapih, mau berangkat ke kantor non?" Eca tersenyum ke arah bi Gina, "iya bi, bosen di rumah terus, lagian udah sebulan Eca belum ngecek kondisi kantor" "Yaudah, nom sarapan dulu, bibi udah buatin menu spesial buat debay" ucap Gina seraya menyiapkan masakannya di atas meja. Eca melihat nasi goreng sayur di atas meja, seketika air liurnya seolah akan keluar, entahlah selama masa kehamilannya dirinya semakin suka dengan makanan yang berbau sayuran, apapun itu jika ada sayur, Eca akan semakin berselera dalam sekejap ia mampu menghabiskan makanan tanpa tersisah. Bi Gina tersenyum gemas, melihat wajah ingin Eca. "Dimakan non, jangan di liatin aja, nasinya gak bisa jalan sendiri ke dalem perut kalo gak di tuntun" kini Gina berusaha menahan tawanya saat melihat wajah cengo Eca, "Non, jangan gitu ah liatin bibinya, yaudah bibi kedapur dulu, mau nyelesain cuci piring" sepeninggalan bi Gina, Eca langsung menyikat habis makanan di atas meja itu, tak peduli dengan kebiasaan sarapan secukupnya, karna sekarang ini keinginan untuk menghabiskan makanan lebih besar dari prinsip hidupnya. Makanan buatan ART ibunya ini memang selalu enak, tak pernah ada yang kurang dan selalu saja pas. Eca dengan lahap menikmati nasi goreng buatan bi Gina, bahkan ia telah menghabiskan dua piring namun perutnya masih saja ingin. Tapi sayang, nasi gorengnya telah kandas tak tersisah, Eca hanya menghela nafas pelan, sedikit kecewa tapi ya sudah lah. Masih ada kata lain kali, bahkan siang nanti pun masih bisa, Setelah menenggak habis s**u kehamilannya, Eca kangsung berangkat ke kantor, terlalu lama di rumah membuat ingatannya kembali mengingat sosok Tomi dan prilaku dirinya yang sama sekali tak pernah baik. Dengan perasaan lesu akhirnya Eca masuk kedalam mobil, mengendarai dengan perlahan takut jika ia kehilangan konsentrasi dan menyebabkan kejadian buruk. Perlahan namun pasti, melewati dan terjebak dalam kemacetanbyang cukup panjang, akhirnya ia bisa bernapas lega setelah sampai di area kantornya, Eca turun dari mobilnya, memberikan kunci pada satpam di sana, meminta untuk memarkirkannya, kemudian melangkah masuk kedalan lift khusus yang akan membawanya langsung ke lantai ruangannya. "Pagi bu..." Sapaan ramah dari Sara selalu mengisi hari-harinya delama di kantor. Eca menghentikan langkahnya tepat di depan pintu Ruangannya, menoleh kearah Sara, "Sara, tolong kamu bawakan berkas yang perlu saya cek, dan saya pelajari keruangan saya," setelah menucapkan itu Eca langsung masuk kedalam Ruangannya. "Baik bu" setelah kepergian Eca, Sara langsung melakukan tugasnya, tak ingin jika sampai membuat kesalahan, karna Sara tau bosnya hari ini masih dalam mood yanh tidak bagus. Eca menghempaskan tubuhnya di atas kursi kerjanya, memutarnya hingga menghadap ke jendela kaca di belakang meja kerjanya, jendela kaca yang mengarah langsung pada pusat kota, dari sana Eca bisa melihat semuanya, pandangan gendung pencakar langit dan semua kesibukan bahkan kepadayan lalu lintas. Matanya menuju ke sebuah gedung namun tatapnya kosong, fikirannya melayang jauh. "Permisi bu?". Eca langsung memutar kembali kursinua menghadap meja dan menatap Sata sekertarisnya. "Ya?" Sara mendekat dengan hati-hati, kemudian meletakan berkas itu di atas meja Eca, "Ini bu, saya bawakan peemintaan ibu, berkas yang harus ibu pelajari" "Terimakasih, kamu boleh keluar" "Baik bu... permisi" Sara langsung meninggalkan ruangan Eca, namun kangkahnya terhenti saat Eca memanggilnya kembali, "Tolong panggilkan Linda," "Baik bu permisi" Selepas kepergian Sara, Eca membenamkan wajahnya di tumpukan berkas itu. Entah lah apakah dia mampu menghadapi ini semua. Berdiam diri terlalu lama membuat Eca semakin jengah, Takut jika dirinya akan larut dalam kesedihan. Akhirnya Eca mulai membuka berkas dibhadapanya, satu per satu ia teliti, membaca dan mempelajari semuanya, hingga tanpa ia sadari, Linda sudah duduk di hadapan Eca, menatap lekat sahabatnya itu, dan dari sitj Linda bisa memastikan jika Eca sedang ada masalah. "Ada masalah apa lagi?, peradaan hidup lo penuh akan masalah!" Eca yang masih fokus dengan pekerjaan kinj terlonjak kaget, mendongakan kepalanya dan menatap tajam ke arah Linda. "Bisa gak, kalo masuk permisi dulu, asal ngagetin aja gawe lo!" Linda mencebikan bibirnya, membalas tatapan Eca, "Yee ni orang, kan lo yang manggil gua, nah gua dateng masih aja lo semprot!" Tak menghiraukan ucapan Linda, Eca kini telah menenggelamkan wajahnya di sela lengannya. Menahan semua luapan Emosi yang seolah akan meledak. "Hancur lin, gua hancur!" "Hancur kenapa lagi?, masalah mas Tomi lagi?, kan udah gua bilang, apa salahnya sih lo nyoba buat nerima dia, dia itu baik ca, knaoa lo gak sadar juga sih!" "Iya gua tau lin, gua tau, gua juga sadar kalo sekarang ini gua ada perasaan sama dia. Tapi pas gua nyadarin perasaan itu, semuanya udah terlambat, dia udah pergi!" "Maksud lo!" Linda cukup terkejut, sataunya Tomi gak akan pergi begitu saja minggalkan Eca. Apa Tomi menyerah, menyerah karna mebganggap tak akan ada lagi celah untuk dirinya masuk?", "Tomi pergi ninggalin gua, dan buah hati kami, dia pergi seminggu setelah gua pergi. Dan dia cuma ninggalin gua surat-" kini bulir air mata yang Eca tahan sedari tadi mulai keluar dari pelupuk matanya, terjun dengan indahnya mengisyaratkan kehancuran yang amat mendalam. "Dia pergi lin, dan mungkin gak akan kembali lagi!" Linda beranjak dari duduknya, merengkuh tubuh renta Eca, Linda terdiam, diringa hanya mammpu memberi tempat sandaran, tanpa tau apa yang harus di ucap. "Sabar ca. Lo pasti sanggung ngadapin ini semua, gua tau lo orang yang kuat, jangan kalah sama keadaan, inget lo masih sesuatu yang berharga dalam diri lo, berasin dengan penuh kasih, gua harap lo mampu." Linda mengelus punggung Eca, berharap bisa memberi ketenangan lewat elusannya. "Gua akan di sini, kapapun lo butuh gua, gua akan selalu ada buat lo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD