BAB 6 : Permainan

3745 Words
Julian membaca beberapa lembar sertifikat lahan di pusat kota yang di berikan oleh Mario kepadanya, tidak ada ekspresi apapun yang terlukis wajah Julian. Cukup mengagetkan untuknya jika Moksombut memiliki aset yang sebanyak itu di tempat strategis dan itu di berikan hanya untuk mengubah keputusan Julian. “Ini terlalu besar, kalian bisa menjualnya dan memberikannya sebagai jaminan kepada bank untuk mendapatkan modal. Saya tidak bisa memberikan harapan apapun lagi untuk BCB. Ada banyak perusahaan yang menginginkan kesempatan ini, dalam bisnis saya membutuhkan ke professionalan bukan solidaritas.” Ucap Julian sambil mengusap setiap tulisan untuk mencari keaslian dan kepalsuannya tanpa mengeceknya di dalam internet. Suara ketukan di pintu mengalihkan sedikit perhatian mereka berdua, seorang waiters datang dan menyajikan semua makanan yang di pesan dengan baik tanpa menunjukan keanehan apapun. Waiters itu segera pergi dengan cepat. “Silahkan di nikmati Tuan Julian. Ini adalah menu terbaik di restorant ini.” Mario mempersilahkan. “Kami juga merapatkan masalah itu sebelum Anda datang ke Bangkok, namun kami berpikir jika ke ikut sertaan Anda lebih berharga daripada surat berharga yang kami hadiahkan. Kami juga tidak ingin ayah Tuan Moksombut kecewa karena Anda adalah rekan bisnis terbaiknya harus pergi dan memutuskan kerja sama kita. Itu bukan hanya menjadi pukulan untuk ayah Tuan Moksombut, tetapi untuk BCB juga” Elaknya dengan meyakinkan. Mario mulai memakan kue dengan lahap menunjukan kenikmatan apa yang dia makan. “Namun Jika Tuan tetap berada pada keputusan yang sama. Kami tidak akan memaksa. Anggap saja pertemuan kita ini sekarang adalah pertemuan teman.” Julian mengambil sendok yang tersedia mengambil secuil kue di atas piring, tidak ada kecurigaan apapun pada pria itu. Namun dalam beberapa centi lagi dia akan memakannya, Julian kembali menurunkan sendok di tangannya dan menatap Mario yang memperhatikannya dengan was-was. “Ahh… saya lupa, bisakah Anda memesan wanita cantik berpengalaman kesini, sangat membosankan membicarakan bisnis tanpa hiburan. Waktuku hanya lima belas menit lagi. Hati saya selalu melunak karena hiburan.” Ketegangan di wajah Mario berubah dengan cepat, sudah dia duga Julian memang terkenal playboy meski dia baru menikah, rupanya Julian tidak berubah sama sekali, pria itu masih suka bermain dengan banyak wanita. Mario tertawa senang dan mengusap kedua tangannya, “Sebentar, saya akan memanggilnya.” Mario langsung beranjak dan pergi. Sudut mata Julian melihat keberadaan Mario yang sudah pergi keluar tengah berbicara dengan seorang pengawal untuk mendatangkan wanita penghibur. Julian mengambil kesempatan itu dengan mengambil keputusan. Sekali lagi Julian membuka sertifikat di tangannya dan membaca seraya menukarkan sendok dan garpu dengan milik Mario. “Aku bisa merubah keputusanku jika seperti ini. Ini cukup menguntungkan.” Kekehnya seraya memutar piring kue dan mengambilnya dari sisi lain, lalu memakannya dengan tenang. “Ada apa dengan rasa kue ini. Bau kemiskinan.” Gerutu Julian dengan kesal. “Tuan Julian.” Mario datang lebih cepat sambil tersenyum lebar membawa wanita cantik berpakaian seksi masuk, “Dia yang akan meracikan teh untuk kita. Duduklan nona.” “Terima kasih Tuan.” Julian tersenyum lebar memperhatikan wanita itu tersenyum sensual berjalan dengan sangat cantik gemulai dan terlatih. Wanita itu membungkuk memberi hormat kepadanya menunjukan sisi kecantikan dan keanggunan di setiap gerakan tubuhnya, wanita itu memperlihatkan bagaiamana dia bisa menjadi seperti kucing peliharaan yang bisa di perlakukan apapun oleh Julian saat itu juga. “Saya Kite.” “Kite?” Julian memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah dengan intens, Julian menjangkau rambut panjang Kite dan memutarnya ujungnya. “Nama yang indah.” Pujinya dengan senyuman kagum. “Terima kasih Tuan.” “Duduklah.” Kite segera duduk dan mulai meracikan teh dengan sangat baik tanpa mengganggu percakapan yang terjadi meski sesekali dia bermain mata dengan Julian. “Jadi, bagaimana dengan keputusan Anda, Tuan Julian?” tanya Mario penuh harap dan tekanan. Pria paruh baya itu mulai sedikit lebih berani untuk bertanya dengan nada yang sedikit lebih tinggi. Julian menggeleng, “Tidak. Saya tidak tertarik Tuan Mario.” Jawabnya dengan tegas seraya menyuapkan kue lagi dengan lahap. “Tenangkan diri Anda, Anda masih memiliki banyak waktu untuk berpikir.” Seringai Mario melihat gelagat Julian yang mulai terlihat aneh. Julian terlihat menjadi tidak fokus dan terus menerus berusaha duduk dengan tegak. Julian meletakan sendoknya di meja, dia menatap wanita di hadapannya dengan mata setengah terbuka. “Apa kalian merasa sesak dan panas?” tanya Julian dengan napas sedikit lebih cepat. “Anda baik-baik saja Tuan?” tanya Kate sedikit panik. “Tidak apa-apa. Kepalaku hanya sakit, mungkin kelelahan.” Jawabnya seraya memijat kepala. “Arrght.” Julian mengerang kesakitan mengusap dadanya. “Siapkan dokumennya, dia akan merubah keputusannya.” Mario hanya berdiam diri di hadapannya dengan senyuman puasnya sambil menikmati kuenya. Pria itu puas menyalurkan kekesalannya atas tindakan Julian. Selain menumbangkan syaraf pada tubuh Julian agar lumpuh, dia juga memiliki kesempatan untuk mengambil sidik jarinya untuk merubah keputusan hingga mengambil kesempatan lainnya yang lebih besar. “Baik Tuan.” Kite segera beranjak dan pergi ke sisi dinding mengambil dokumen yang di perlukan. “Ini tuan.” “Dia terlalu angkuh. Dia pikir dia siapa.” Senyum Mario dengan puas. Namun kesenangan Mario tidak bertahan lama, karena setelah itu sendok di tangannya jatuh ke lantai. Tangan Mario mengejang, perutnya kesakitan dan seluruh otot di syarafnya tertarik dengan ketat. Seluruh tubuh pria itu sedikit mengejang hingga jatuh ke lantai bersama kursinya dan membuat Kite yang berdiri di sampingnya itu terpekik kaget. Julian bangkit dari dudukya dengan tegak menunjukan diri jika dia baik-baik saja. “Ah.. sangat membosankan” gerutu Julian memijat tengkuknya. “Tuan.. Anda.” Kite terbata kaget dan takut, Kite mundur dengan tubuh gemetar ketika Julian mendekatinya, dokumen di tangannya terjatuh. “Arggt” wanita itu mengerang kesakitan merasakan rahangnya di tarik dalam cengkraman kuat Julian yang memaksa dirinya untuk berjinjit. “Jangan pernah berpikir karena kau wanita, aku tidak bisa melukaimu. Aku akan menghancurkan lehermu dengan garpu jika kau macam-macam denganku.” Bisiknya menatap tajam Kite yang hampir pingsan karena ketakutan. Wanita itu jatuh dan terduduk di lantai dengan tubuh gemetar. “Astaga.” Julian tertawa kecil seraya dan mendekati Mario yang mengejang merasakan sebagian tubuhnya yang mati rasa dalam kelumpuhan. Julian membungkuk dan menatapnya dengan senyuman lebar. “Aku terkesan dengan hiburan kecil ini. Sangat senang ada orang yang mau bermain denganku.” Tawa Julian merasa terhibur layaknya anak kecil yang kesenganan dan masih bersemangat untuk di ajak bermain. Semakin Mario kesakitan dan tersiksa, Julian semakin senang melihatnya seperti sebuah hiburan yang menyenangkan untuk di tonton. “Wow, lihat itu.” Julian mengambil benda kecil di bawah meja yang menempel, di tariknya benda penyadap suara itu. “Kalian mendengarkannya?. Kalian ingin bermain juga denganku juga?” bisik Julian dengan sengaja pada benda kecil itu. Mata Mario bergerak gelisah dengan mulut yang perlahan mengeluarkan busa. Seluruh tubuhnya  melemah dan membuat dirinya tidak bisa melakukan apapun, bahkan sebagian lidahnya tidak bisa bergerak. Julian mendekatkan penyadap suara itu di depan mulutnya. “Aku menantikan tuntutan kalian atas permainan kecil ini, ah.. jangan lupa. Makanan itu kalian memesan. Dan tempat ini, kalian juga yang mengatur.” Ucap Julian dengan tenang, lalu melemparkannya ke lantai. “Aku tahu aset bersih kalian tidak sebanyak itu, jangan pernah menipuku dengan harta palsu itu.” Decih Julian dengan jijik. “Sekali lagi aku melihat tingkah kalian yang menjijikan seperti ini, akan aku pastikan semua investor akan menarik semua uang mereka.” Ancamnya dengan tajam. Julian membungkuk mengambil mengambil gelas kecil teh yang baru setengah di racik dan belum dalam penyaringan. Julian meminumnya dengan tenang memperhatikan Mario yang merintih memohon belas kasihan. “Terima kasih atas tehnya Tuan Mario. Ini hiburan yang menyenangka. Saya minta maaf, sayang sekali disini tidak ada pisau, saya jadi tidak memiliki waktu luang untuk menguliti wajah Anda.” Ucap Julian dengan senyuman lebarnya segera pergi keluar dengan menyisakan waktu setengah menit lagi. Julian segera membuka pintu dan menatap pengawalnya dengan sengit. “Aku butuh disinfektan. Tanganku alergi karena orang miskin itu.” Decihnya dengan jijik. ***   Robin membukakan pintu untuk Yura dan mempersilahkannya masuk setelah dia berganti pakaian dan di rias dengan baik. Yura sendiri merasa sedikit kaget karena Robin tiba-tiba datang ke hotel membawa beberapa orang untuk mendandaninya. “Kita mau ke mana Robin?” tanya Yura setelah mobil berjalan, Robin yang duduk di depannya bersama sopir. Robin hanya tersenyum kikuk dan mengatakan jika tuannya sudah menunggu Yura untuk menemaninya pergi menemui rekan bisnisnya. Yura duduk dengan tenang melihat ke sisi memperhatikan keadaan kota Bangkok yang menarik perhatiannya. Berkat Julian, Yura bisa melihat luasnya dunia yang selama ini belum dia jelajahi. Berkat Julian juga, Yura merasa haus akan pengetahuan untuk bisa mengimbanginya. “Anda menikmati bulan madunya Nonya?” Robin mulai membangun percakapan untuk menyampaikan tujuannya. “Aku menikmatinya. Pasti berat untukmu menghadapi kerewelan Julian. Namun aku bersyukur dia memiliki seorang assistant yang setia sepertimu. Terima kasih selalu setia berada di sisi Julian, Robin.” Bibir Robin sediki bergerak merasa terharu dengan pujian Yura yang tidak pernah dia dapatkan dari tuannya sendiri. Yura adalah sosok nyonya besar yang tidak seperti nyonya besar dari seorang bangsawan sekaligus pengusaha sukses. Yura sangat tenang dan kuat dengan kecerdasan dan wibawanya yang baik, dia memperlakukan semua orang dengan baik meski terkadang memiliki sifat yang terkesan dingin. “Nyonya..” panggil Robin dengan gugup, “Apakah Anda tahu?. Tuan Julian sebentar lagi ulang tahun.” “Benarkah?. Kapan?” tanya Yura dengan penasaran. “Delapan hari lagi, biasanya Tuan Julian akan pergi ke Emilia Island untuk merayakannya sendiri meski ada beberapa perayaan yang di lakukan karyawan juga pihak istana karena beliau cucu kesayangan Yang Mulia.” Yura terdiam dengan pikiran yang berkelana, ini untuk pertama kalinya Julian merayakan ulang tahun bersamanya dengan status baru mereka. Namun Yura tidak tahu apa yang harus dia berikan kepada Julian yang memiliki segalanya. Melihat keterdiaman Yura yang berpikir membuat Robin sedikit resah dan mencuri pandangan melalui spion. “Meski Tuan Julian, sombong dan menyebalkan. Tuan Julian itu sangat sederhana Nyonya, Anda tidak perlu memikiran hadiah mahal apa yang harus di berikan. Tuan Julian memiliki mood yang cepat berubah dan tidak di tebak, cukup membuat beliau merasa senang itu adalah sesuatu yang sangat langka.” “Apa yang dapat membuatnya senang?.” “Sulit untuk menyenangkan hati Tuan Julian. Namun, semua yang ada pada diri Anda di senangi oleh Tuan Julian.” Goda Robin dengan senyuman misteriusnya. “Aku paham Robin. Terim akasih informasinya.” Sekarang Robin bisa bernapas dengan lega karena sudah menyampaikan apa yang harus dia sampaikan. Sangat melelahkan memiliki atasan yang sulit di tebak dan dictator, Robin sangat frustasi dan tertekan. Namun dia yang tahu seperti apa hati tuannya yang sebenarnya, karena itu Robin tidak pernah memiliki rasa dendam dan marah kepada tuannya meski dia sering kali membentak dan menghinanya. Robin selalu menganggapnya sebagai angin berlalu. Perjalanan mereka sampai ketika mobil yang di tumpangi sudah sampai menuju sebuah gedung perusahaan, Robin segera berlari dan memberikan kode melalui tangannya begitu melihat tatapan tajam Julian yang kini tengah berdiri dan menunggu kedatangan Yura. Dengan puas Julian tersenyum, memahami kode Robin, jika apa yang di perintahkannya itu sudah selesai di kerjakan. “Hay” Julian melangkah mendekat menyambut kedatangan Yura yang keluar dari mobil. Julian menyerigai dengan puas memperhatikan penampilan Yura yang selalu menarik perhatiannya. Tangan Julian terulur menarik pungung Yura dan langsung menciumnya dengan rakus tidak mempedulikan di mana sekaran mereka berada, kaki Yura sedikit terseok dan berjinjit dengan paksa karean wajahnya berada dalam genggaman Julian yang semakin menuntut banyak hal padanya. Robin dan timnya hanya berdehem membuang muka mereka karena merasa canggung. Tangan Yura berpegangan pada lengan Julian  dan perlahan membuka matanya kembali, bibir Yura terkatup menyudahi ciuman yang terjadi di antara mereka. Julian terlalu agresif dan tidak mengenal tempat, sementara Yura masih polos dan tidak terbiasa dengan tindakan Julian yang tiba-tiba seperti itu. “Kau tidak sopan Julian” protes Yura yang kini mengusap bibirnya yang basah. “Siapa suruh kau menggodaku.” “Ada apa memanggilku dadakan?” tanya Yura tanpa membalas tuduhan kecil Julian. “Aku hanya kesepian.” Jawabnya seraya menarik pinggang Yura untuk kembali mendekat padanya.  “Ada yang ingin berkenalan denganmu Nyonya Julian.” Cengirnya membawa Yura pergi, sementara Robin dan timnya yang lain berjalan di belakang mengkuti. Ada beberapa percakapan yang terjadi di antara Robin dan para pengawal yang memberikan informasi jika Mario di larikan ke rumah sakit setengah jam yang lalu. ***   “Tuan, apakah ini akan baik-baik saja?. Mereka tidak akan menuntut Anda kan karena ini jelas-jelas pembunuhan berencana yang tertuju kepada Anda. Ini benarkan?.” Tanya Robin sedikit panik mendengar kabar terbaru Mario yang lumpuh dan membutuhkan perawatan khusus. Julian menggeleng memicing matanya menatap bagaimana pemandangan malam kota Bangkok dari ketinggian gedung hotel, malam ini adalah malam terakhir dia di Thailand karena besok akan pergi ke Amerika. “Aku tidak tahu” jawab Julian sambil bersandar pada pagar besi, tidak ada yang Julian khawatirkan selain Yura. “Jangan biarkan Yu tahu apapun masalahku. Kau paham kan bagaimana harus bertindak?.” Robin menelan salivanya dengan susah payah dan mengangguk. “Bagaiamana dengan ulang tahunku?. Apa reaksi Yu?.” Robin mengusap tengkuknya yang tidak gatal, dia tidak bisa mengatakan jika reaksi iseri dari tuannya itu terlihat biasa saja, bisa-bisa Robin di omeli. “Kenapa kau diam saja?.” Tanya Julian dengan sedikit curiga. “Nyonya. Nyonya, dia sangat senang dan berantusias, dia bilang akan menaburkan sehektar bunga mawar yang berkelopak segar di seluruh kota di hari ulang tahun Anda. Nyonya juga sedang memikirkan kado yang terbaik untuk Anda.” Jawab Robin dengan tawa sumbang memaksakan. “Kau berani membohongiku Robin. Kau ingin mendayung dan mengarungi laut, dari Thailand ke Neydsih?!” Bentak Julian dengan keras membuat Robin terperanjat dan membungkuk sedikit mundur ketakutan. “Katakan dengan benar bagaimana reaksinya!.” Tubuh Robin sedikit gemetar ketakutan dan mundur waspada. “Itu sudah benar Tuan.” “Ohh.. kau benar-benar ingin mendayung rupanya.” Geram Julian membuat Robin menggeleng panik karena Julian selalu menjadikan ucapan mustahil dan konyol dari mulutnya menjadi kenyataan. “Tidak Tuan. Saya tidak ingin mendayung.” Tolak Robin dengan sedikit gemetar. “Nyonya sedang memikirkan kado yang cocok untuk Anda. Saya bilang Anda adalah pria yang sangat bersahaja dan luar biasa rendah hati, baik hati, setia dan Nyonya beruntung mendapatkan Anda. Anda hanya membutuhkan kado sederhana dan cinta yang besar.” Jawab Robin dengan terbata. Julian langsung mangut-mangut setuju mendengarnya, “Bagus, bagus. Itu benar” Ucapannya terhenti. Julian kembali berdiri dengan tegak dan mengancingkan jassnya, “Jangan ganggu aku malam ini. Besok kau baru boleh menghubungiku. Jika ada masalah, selesaikan sendiri.” Ucap tegas Julian sebelum memutuskan kembali menemui Yura di dalam kamar mereka. ***   Julian Pov Aku kembali ke kamar setelah menyelesaikan semua urusan yang tersisa, malam ini aku ingin menemui si kecil Yu dan menagih janjinya yang ingin bermain denganku mengenai sebuah taruhan kecil kita saat di Italia. Sedang apa dia sekarang?. Aku harap dia tidak tidur seperti seekor kucing pemasalas karena aku tidak akan tega membangunkannya. Dia pasti kesal dan jengkel karena acara bulan madu kami hanya di penuhi oleh sederet pekerjaan, karena itu saat di Amerika nanti aku akan lebih banyak menghabiskan waktu dengannya. Ketika aku sampai ke kamar, aku tidak menemukannya di semua sudut ruangan. Namun ada suara di kamar mandi. Dia sangat gemar mandi setiap kali sudah bepergian. Andaikan dia gemar bertelanjang di ranjang juga, aku bisa meninggalkan semua pekerjaanku untuk bercinta dengannya. Kebetulan sekali aku juga belum mandi. Kami bisa berdiskusi sambil telanjang dengan bonus bercinta. Ide yang bagus! Aku memutar handle pintu dan mendorongnya sedikit untuk mengintip siapa tahu Yu sedang melakukan sesuatu yang nakal, aku bisa membayangkan bagaimana seksinya dia m********i sebelum mandi. Sial. Tenangkan pikiranmu Juls, kau masih memiliki waktu yang banyak untuk itu. Saat aku mengintip, terdengar suara musik memenuhi ruangan. Dan dia ada di sana, berendam di bath up sambil menonton televisi dengan beberapa buah-buahan yang berada di sisinya. Apa yang sebenarnya dia lakukan?. Betapa lucunya dia yang mulai menikmati bagaimana caranya menjadi nyonya bos kecil yang malas. Aku melangkah tanpa suara dan melepaskan pakaianku satu persatu tanpa sisa. Aku melangkah dan berdiri di hadapan Yu. “Julian, apa yang kau lakukan” wajah Yu berubah merah dan gelapakan. Kaki kecilnya yang terangkat langsung turun ke bawah air. Dia masih selalu malu meski hampir setiap hari kita  bergulat panas di ranjang dan sudah saling menyentuh untuk saling memuaskan. Apa yang membuat dia malu?. Apa karena kejantan*nku yang terlalu aktif dan sering kali berdiri di depannya?. Bukankah dia juga menikmatinya?. “Tentu saja mandi.” Aku melangkah masuk dari depannya dan duduk, beberapa air menguap menggoyangkan beberapa kelopak mawar. Yu mundur dan merendahkan tubuhnya, tenggelam dalam air dan bunga-bunga yang mengambang. “Kenapa kau malu?. Aku tidak pernah malu.” Komentarku langsung mendapatkan tendangan keras dari kaki kecilnya. “Kau tidak pernah malu karena tidak tahu malu.” Pelotonya membuatku gemas untuk untuk menggoda. Mulut mungilnya benar-benar suka berbicara pedas padaku, suatu hari nanti aku akan mengajari mulutnya untuk bungkam tersumpal kejantan*nku. Itu menyenangkan. Tanpa sadar aku tersenyum penuh harap. Kakiku melurus menyentuh sisi pahanya, tanganku merayap ke bawah dan meraih kaki kecilnya. Ku usap betisnya dan memijatnya, “Kau sangat seksi saat marah.” Pujiku dengan tulus. Pijatanku semakin naik ke siku bawah lututnya. “Kau ingat taruhan yang kita bicarakan saat di La Sponda?.” Aku tidak sabar menantikannya. “Kenapa?.” “Kapan kita bisa pergi?.” “Malam ini kita bisa pergi.” Bibirku berkedut tersenyum lebar merasa bersemangat penuh dengan apa yang akan terjadi nanti, aku harap semenarik apa yang ada di pikiranku. Aku ingin melihat bagaimana si kecil Yu belajar menggoda pria. Aku bergeser kecil dan menekuk kakiku, ku buka kakinya dan duduk lebih dekat. Aku melihatnya lebih dekat, dia sangat menggoda hanya dengan leher basah dan rambut di ikat sembarangan. Yu cantik dengan warna rambut apapun, sorot matanya sering kali menghipotisku untuk mempengaruhiku melakukan sesuatu. Kepala kecil cantiknya memiliki mata yang besar, dan kini dia menatapku dengan tajam menunjukan kecerdasannya yang tidak terduga dalam beberapa hal. Tanganku kembali gatal ingin menyentuhnya. Dia sangat sulit untuk di taklukan, aku hanya bisa berkuasa di ranjang dan membuatnya memohon. Suatu hari nanti aku akan menguasai seluruh hatinya. Aku membungkuk mendekati wajahnya hingga menyisakan sedikit jarak. Aku membayangkan sesuatu yang lebih menyenangkan dan sedikit nakal untuk di lakukan saat ini. Aku juga menikmati kebersamaan kami yang seperti ini, cukup dengan berbicara dengannya aku merasakan ada suatu kegembiraan di dalam hatiku. “Apa apa?.” Yu menatapku dengan waspada. Dia sangat lucu, selalu waspada saat aku dekati, namun menikmati percintaan yang telah terjadi. “Bagaimana jika kita saling memandikan?.” “Julian” Yu mendorong dadaku untuk menjauh. Namun aku mempertahankan posisiku di tempat dan menggenggam tangannya. Kenapa dia terlihat malu dan keberatan, ini hanya kegiatan mengusap, menyentuh dan meremas, jika terangs*ng tinggal bercinta. Aku menarik tangannya dan meraih pinggangnya hingga tubuh mungil itu sedikit terangkat membuat dadanya terlihat di permukaan. Aku ingin menyentuhnya juga . . . “Kenapa?. Kau malu?.” Aku menariknya lagi semakin dekat dan mengusap sepanjang punggungnya yang meninggalkan beberapa kelopak bunga menempel di sana. pupil matanya bergetar, dia menatapku dengan ragu. “Nyonya Julian, aku pikir kau cukup pemberani dalam hal apapun. Rupanya kau bisa malu pada hal-hal kecil seperti ini.” Pancingku untuk menarik Yu menunjukan cakarnya lagi. “Malu katamu?” Yu sedikit terpancing dengan ucapanku. Dia bergerak dan duduk di hadapanku, kaki kecilnya membelit pinggangku. Apa yang dia lakukan?. Dia menatapku dengan intenst seakan melihat semua yang ada di kepalaku, tangan kecilnya mengusap dadaku. “Biar aku lihat, apakah kau juga pria yang benar-benar tidak memiliki rasa malu?.” Sial sial. Kenapa suaranya berubah menjadi sangat merdu, apa Yu sedang memancingku dan menggodaku?. Kita lihat saja, siapa yang akan menang dalam hal ini. Aku tertawa menyembunyikan kegugupanku yang cukup besar, dia mengambil sabun beraroma persik, mengambilnya dalam beberapa tetes pada telapak tangan kecilnya. Air di bath up menguap sedikit berjatuhan lagi ke sisi, pinggul kecil nakalnya bergeser dan tanpa sengaja mengusik kejantan*nku yang sejak tadi gelisah. Apa dia sengaja?. Tatapan polos tidak berdosanya langsung membuat kejantan*nku berdiri dengan keras. Dia membilas sepanjang bahu dan punggungku dengan pelukan. Napasku berubah sedikit lebih cepat, dinginnya air di bahtup kalah oleh rasa panas di seluruh pembuluh darahku yang memompa cepat. Telapak tangannya mengusap lembut permukaan kulitku dengan busa, dia menatapku dengan senyuman yang menunjukan banyak kesenangan. Tenangkan dirimu Juls, dia belum melakukan apapun. Sial.. dia set*n berwajah malaikat. Yu mengusap sepanjang perutku hingga kebawah pusar, satu tangan kecilnya mengusap sisi dadaku dengan lembut. Dia menatapku, dia menelanjangi isi di dalam otakku. Rubah cantik dan licik ini sangat menggodaku. Semakin dia licik, semakin aku melihat kecerdasannya dalam bertahan diri. Aku tertawa merasa terhibur, aku terhibur dengan diriku sendiri yang memiliki pengalaman dalam semua hal tentang wanita, namun aku merasa seperti seorang anak laki-laki muda yang haus akan pengalaman untuk menaklukan Yu. Cukup sudah, apa yang Yu lakukan sekarang?. Apa yang harus aku lakukan sekarang?. Aku sangat ingin menerkamnya sekarang juga. Yu mengusap leherku dan menatap tajam. “Julian, tingkat kemesumanku tidak terkalahkan.” Komentarnya dengan mata memicing merasakan kejantan*nku mengganjal posisi duduknya. “Mungkin kenjantananku tahu sarangnya berada sangat dekat.” Wajahnya memerah karena kemarahan. Sangat menyenangkan bermain-main dengannya. Aku ikut mengambil beberapa tetes sabun kedalam telapak tangan dan membilasnya, ku usapkan pada tubuh lezatnya dan memperhatikan permukaan kulitnya yang sedikit meremang. Bahu kecilnya sangat terasa rapuh, aku bisa mematahkan tulangnya dengan satu cengkraman. Dia sangat lembut tanpa dosa, dia sama sepertiku. Semua hal buruk yang aku lihat adalah topeng. Tanganku turun ke dadanya, mengusap payudar*nya dan dengan sedikit remasan. Wajahnya memerah, Yu sedikit menjauh dengan kegugupan. Dia seperti tidak pernah melakukan sesuatu yang intenst seperti ini dengan pria. Tunggu, mungkin saja Yu memang belum pernah mandi bersama dengan pria, mengingat aku adalah pria pertama yang mengambil keperawanannya. Tapi bagaimana jika aku salah?. Bagaimana jika Yu pernah mandi bersama pria?. Ada apa denganmu Juls?. Kenapa sekarang kau berpikir berlebihan?. Yu sudah menjadi milikku, kenapa aku harus ingin tahu pria di masa lalunya?. Aku juga memiliki masa lalu yang seribu kali lebih liar dari ini dengan banyak wanita, itu adalah keadilan. Kita sama-sama memiliki masa lalu. “Kau belum pernah melakukannya?.” Akhirnya mulutku tetap bertanya. “Apa?.” “Di mandikan pria.” Tegasku hanya untuk bermain-main. Namun jawaban yang aku dapatkan mengejutkan, Yu tertunduk dan mengusap dadaku, kegugupan di wajahnya jelas menunjukan jika dia sudah pernah melakukannya. Siapa bajing*n itu? Atas dasar apa pria itu menyentuh Yu?. Apa alasan dia memandikan Yu?. Apa aku bisa menuntutnya?. Sial, aku langsung cemburu hanya dengan memikirkan ada yang memandikannya. Namun aku harus menahan diri dan tidak bertanya agar aku tidak semakin di buat cemburu. To Be Continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD