BAB 5 : Serangan

3601 Words
Julian memperhatikan pada setiap perubahan ekspresi Yura, menikmati pemandangan yang dapat dia lihat tanpa bosan. “Jangan menahan suaramu” bisik Julian sebelum meniup lembut permukaan kulit Yura dan kembali mencumb*nya. Lidah Julian terulur menyapu lembut dad* Yura yang kini berada di antara giginya, satu tangannya lagi mengusap sebelah puncak dadanya, mengusap di antara kedua jarinya dan merasakan bagaimana puncak dad* Yura yang kini mengeras. Bibir Yura terbuka dengan sedikit bergetar mengeluarkan suara lenguhannya merasakan ada gejolak hebat di perutnya. Yura membenamkan  jari-jari tangannya di helaian rambut Julian. Yura menelan salivanya dan bergerak gelisah, kakinya mengejang mulai terbiasa dengan sentuhan Julian di seluruh tubuhnya. Pria itu terlalu hedon, dia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam membangun kesenangan dan gair*h di ranjang. Julian menyudahi cumbuannya pada dad* Yura dan melepaskan gaun tidurnya sepenuhnya tanpa melepaskan ciumannya yang perlahan turun mencumb* tubuh sepanjang perut Yura hingga sampai ke bagian bawah pusarnya. Julian menarik pelan celana dalam Yura melewati kakinya dan menggelitik kecil lekukan bawah lututnya, Julian merasa puas mendengarkan lenguhan wanita itu yang menggigit bibirnya semakin di buat gelisah berada dalam gair*h yang membutuhkan pelepasan yang tidak kunjung datang karena Julian  melepaskan cumb*annya setiap kali Yura akan datang. Kepala Yura menengadah di atas bantal, dia merasakan bagaimana kini tubuhnya sudah telanjang sepenuhnya. Jantung berdetak berletupan saling berkejaran napasnya yang tersendat-sendat. Kaki Yura bergerak gelisah karena Julian perlahan membuka kedua kakinya bersamaan dengan cumbuannya yang semakin turun. “Kau menikmatinya?” tanya Julian dengan senyuman lebarnya melihat dad* Yura yang bergerak naik turun masih berada dalam kegelisahan gair*h yang menguasainya. “Lihatlah aku” pinta Julian memancing kenakalan pada diri Yura untuk ikut bermain dengannya. “Lihatlah bagaimana aku lebih menikmati yang kau rasakan” pinta Julian semakin menegaskan. Perlahan Yura bergerak setengah duduk dengan bertumpu pada sikunya, wajah Yura memerah, rambut panjangnya sedikit kusut, pandangannya terkunci dalam tatapan Julian yang menatapnya penuh makna. Pria arogan penuh wibawa itu kini berada di depan miliknya. Bibir Julian terbuka dan menjilat permukaan milik Yura. Yura membuang napasnya dengan berat. Kakinya langsung menegang kembali. Mata hijauh cerah milik Julian tidak melepaskan tatapannya dari mata Yura, pria itu seperti tengah menceritakan bagaimana perasaan senang yang dia rasakan sekarang. Julian menikmatinya seperti sebuah anggur yang harus di sesap sedikit demi sedikit hingga dia merasa mabuk dan kecanduan. “Ahhh..” Yura tersentak, kakinya menegang. Sekali lagi Julian menjilatnya dan mulai memainkan miliknya membuat kepala Yura kembali jatuh ke belakang merasakan bagaimana Julian menyiksa dan memanjakan intinya hingga Yura mendapatkan pelepasannya. “Sekarang aku tahu bagaimana cara menjinakanmu” kekeh Julian kembali bergerak ke atas memperhatikan bagaimana wajah puas Yura yang mendapatkan pelepasan. Napas Yura berubah cepat, dia menatap Julian pandangan sayu menunjukan kepuasan atas apa yang di lakukan Julian padanya. Tubuh Julian merendah merunduk menggigit daun telinga Yura. “Ini hanya mulut, kau belum merasakan sesuatu yang lain.” Bisiknya dengan nakal membuat wajah Yura memerah malu. Julian kembali membuka kaki Yura dan mengusap permukaan miliknya yang sudah basah.  Julian mencium bibir Yura, membuat Yura bisa merasakan miliknya sendiri di dalam mulut Julian. Repleks Yura memeluk leher Julian dan melepaskan ciumannya, sekali lagi dia mendesah sedikit tertahan saat Julian memasukan jari telunjuknya kedalam milik Yura dengan gerakan sedikit memutar merasakan setiap dinding miliknya yang berkedut. *** Julian Pov Aku melihat matanya dengan lekat, bibirnya yang terbuka itu menghembuskan napas yang tersendat-sendat dengan mata setengah terpejam menunjukan kabut gair*h, dia melenguh dan mendesah menikmati apa yang aku lakukan padanya. Aku menikmati pemandangan ini sepanjang waktu, menikmati tubuh lezat Yu membuatku semakin suka untuk menyentuhnya. Jariku bergerak lembut menarik dan mendorongnya perlahan merasakan bagaimana dia sangat ketat menyelubungi Jariku yang kini sudah basah. “Ouhh..” dia tersiksa saat aku menari jariku, namun suaranya sangat memanjakan pendengaranku. Itu suara terindah yang ingin aku dengar setiap waktu. Tangannya meremas permukaan seprai, tubuhnya melentik semakin memanjakan padanganku, aku ingin memuaskan dirinya hingga dia sadar jika aku adalah satu-satunya pria yang boleh menyentuh dan bisa memuaskannya. Aku kembali memasukan jariku. “Juliann..” bibir Yu bergetar memanggilku dengan tatapan permohonannya yang berada dalam keputus asaan yang membuatku bisa melakukan apapun untuk menaklukannya. Dia cantik.. Dia Aprodithku. Aku bisa mencintainya seperti Dewa Eros pada Psikhe lalu memiliki anak yang bernama Hedone. Semua itu adalah kesempurnaan. Aku bersedia menyentuhnya setiap malam dalam kegelapan tanpa cahaya. Aku bisa memenjarakannya di gunung dan tanah lapangan yang di tumbuhi rumput dan bunga-bunga yang indah, seindah wajahnya. Aku akan membangunkan istana untuknya. Aku tidak peduli jika semua orang menganggapku monster, namun aku tidak akan membiarkan Yu melihat sisi tergelapku. Aku akan merahasiakannya seperti Eros yang mencintai Psikhe tanpa menunjukan dirinya yang sesungguhnya. Jika dia melihat diriku yang sebenarnya, aku merasakan kebahagiaanku akan berakhir. Aku akan sangat terluka dan takut di buang. Aku takut dia membuangku, sementara aku mencintainya dalam keabadian. Dia bisa menghancurkan aku hanya dengan mencampakan aku. Aku membungkuk kembali meraup dadanya dan memelankan gerakan tanganku di bawah sana, merasakan bagaimana selubung hangat miliknya yang basah itu selalu mengetat ketika jariku sedikit memutar. “Julian… aku mohon..” rengekannya adalah kemenanganku, aku bisa mencumb* seluruh tubuhnya dan melihat bagaimana dia takluk di bawahku. Ini adalah kesenangan yang terbaik yang bisa aku ulangi setiap malam, seperti Eros membangun cintanya dengan Psikhe setiap malam di dalam istana mereka.  “Julss..” dia memanggilku lagi dan mengusap perutku dengan sedikit gemetar karena gerakanku di bawah mulai cepat merasakan deyutan kuat di sepanjang lorong miliknya, aku menarik jariku mempermainkan pelepasannya yang akan datang. Ku raih bibirnya dan memasukan jariku yang basah pada bibir mungilnya, “Hisap.” Yu menatapku tidak mengerti, namun bibirnya mengatup, ujung lidahnya menyapu jariku. Dia menghisapnya. Sial, aku mengeras sangat kuat hanya dengan gerakan nakal lidahnya yang menyapu jariku, bibir mungilnya yang basah dan lembut mengatup menghisap jariku. Ah.. aku membayangkan kejantan*nku berada di dalam mulutnya sekarang. Mulutnya yang kecil itu akan terjejal. Namun aku harus menahan diri sebentar lagi dan mengajarinya bagaimana cara saling menikmati secara perlahan. Aku menarik jariku dengan cepat dan meraup bibirnya, merasakan miliknya di dalam mulut Yu. Rasanya lebih baik dari apapun. Desakan di dalam celanaku semakin mengetat, aku menerik resleting dan mengeluarkannya, ku tarik pinggulnya untuk semakin mendekat. Ciuman kami terlepas. Dia menatapku dengan lekat, bola matanya yang indah itu memiliki bayangan nanar di antara bulu matanya yang lentik ketika berkedip. Tatapan di matanya dapat membayangiku di setiap waktu. Yu terlihat gugup, namun dia menantikannya. “Akh” rintihan kagetnya selalu terjadi setiap kali aku memasukinya, dia teralalu rapat hingga membuatku harus perlahan bergerak menikmati tempat terfavoritku. Perlahan aku bergerak membiarkan Yu memeluk bahuku, desahan suaranya sangat menyenangkan pendengaranku untuk terus menikmatinya. Napasku terengah, menghentak merasakan kedalamannya yang mencengkramku dalam remasan selubung lembut yang membuatku bisa datang lebih cepat. Aku bergerak cepat merasakan pelepasan yang hampir datang. Cengkraman Yu semakin menyiksaku untuk segera keluar, dia sangat nikmat tanpa melakukan apapun. Aku mendesah merasakan dorongan kuat klim*ks yang keluar memenuhi rahimnya dengan pelepasan yang kuat. Dia selalu nikmat.. Tubuhku ambruk memeluknya dan mengambil napas dalam-dalam, Yu terlihat sedikit relax dan mengusap sedikit air mata di sudut matanya. “Kau sangat cantik” pujiku seraya memeluknya. Tidak ada yang keluar dari mulutnya, dia memelukku sedikit erat saat aku melepaskan diri secara perlahan, ku tarik tubuhnya untuk berada di atasku dan saling merasakan detak jantung kami yang masih berkejaran. ***   BANGKOK, THAILAND   Author Pov Pesawat mendarat di Bangkok menjelang pagi, Yura masih tertidur pulas tidak terbangun sedikitpun ketika Julian membawanya pergi menuju mobil. Rasa lelah Yura yang tidak terkendali menguras tenaganya dan membuat Julian mengerti dengan ke tidak biasaan dirinya melakukan banyak hal. Sudah cukup lama Julian tidak datang ke Negara bagian Asia Tenggara, dan kini dia kembali lagi untuk melakukan pekerjaan juga berbulan madu. Dengan mudah Julian menggendong Yura seperti anak kecil dalam gendongan ayahnya, wanita itu terlalu pulas hingga tidak terganggu dengan bisingnya suara pesawat di bandara. Beberapa orang sudah datang dan menunggu kedatangan Julian dan mengantarkannya ke tempat menginap di daerah The Sukhuvit Road  agar bisa menjangkau semua pusat aktivitas kota Bangkok. Julian sudah terbiasa bepergian jauh dan memiliki waktu istirahat yang sebentar, terkadang dia hanya tidur dalam perjalanan saja karena kesibukan pekerjaannya dalam banyak peninjauan di berbagai Negara.   Menjadi seorang peminpin perusahaan besar dengan kesuksesan yang luar bisa dia capai tidaklah bisa membuat Julian bisa bersantai meski dia mampu melakukannya, namun tanggung jawab besar yang harus mengatur semuanya untuk tetap berjalan dengan baik membuat Julian terkadang harus turun tangan sendiri. Julian melakukan kegiatan itu bukan hanya satu dua tahun, tapi sejak dia kuliah di Amerika dan menemukan bagaiamana ambisinya yang besar untuk memiliki pengaruh besar untuk semua orang setelah dia kehilangan sosok ibunya. Begitu sampai di tempat mereka menginap, Julian langsung membaringkan Yura di ranjang dan membiarkan beberapa pengawal juga pelayan yang menemani perjalanannya merapikan semua barang bawaan mereka di tempatnya. Begitu Julian dan rombongannya sudah sampai di tempat penginapan, Julian memilih untuk tidur dalam satu jam dan pergi berolaharaga. Pagi-pagi sekali dia harus kembali berangkat menuju perusahaan yang akan menjadi tempat utamanya berkunjung. Meski ini waktu bulan madunya dengan Yura, Julian tetap tidak bisa meninggalkan pekerjaanya yang membuatnya merasa tidak puas dengan hasil kerja bawahannya. Matahari sudah muncul di ujung timur ketika Julian selesai mandi, pria itu mengambil laptopnya dan memeriksa semua pekerjaan yang menumpuk kembali untuk di periksa. Sementara Yura tertidur pulas tidak dapat di ganggu sedikitpun. Julian mengambil teleponnya dan menghubungi Robin. “Robin, kau di mana?” tanya Julian terdengar tenang. “Saya masih di hotel” jawab Robin dengan suara yang sedikit serak. Robin datang menyusul dari Neydish ke Bangkok untuk menemani Julian bekerja, meski Robin assistant kepercayaanya, pada dasarnya assistant Julian bukan hanya Robin saja. Namun Robin adalah salah satu orang yang paling  Julian percaya untuk mengatur masalah pribadinya. Robin adalah assistant yang paling bisa bersabar dengan keanehan dan kerewal Julian yang sering kali menguras emosi hingga ikut membuat Robin ikutan gila. “Pantas kau tidak pernah maju Robin. Kau pemalas” decih Julian dengan kesal karena sebagai atasannya, dia lebih giat di banding dengan bawahannya. Terdengar suara kasar di sebrang di mana Robin bergegas bangun dengan cepat. “Saya akan segera datang satu jam lagi Tuan.” Jawab Robin dengan tegas. Tanpa bertanya lagi, Julian langsung memutuskan sambungan teleponnya dan segera beranjak. Julian membenarkan handuk yang membelit pinggangnya dan mendekati ranjang, dia duduk di sisi ranjang dan memperhatikan Yura yang masih tertidur pulas. “Dia menjadi Nyonya kecil pemalas” kekeh Julian merasa terhibur dengan Yura yang masih tidak bergerak dari tidurnya. ***   Cuaca panas kota Bangkok mengingatkan Yura pada suasana di Hong Kong yang panas, ketika dia bangun Yura tidak menemukan keberadaan Julian dan hanya mendapatkan bucket bunga di sisi ranjang dengan sepucuk surat  yang meberitahukan jika pria itu pergi untuk melakukan pertemuan penting masalah pekerjaan. Julian tidak tega membangunkan Yura dan memilih pergi dengan Robin meski dalam jadwal, dia akan membawa Yura. Bulan madu yang mereka lewatkan tidak seperti kebanyaka pasangan lainnya di mana mereka berdua melakukan banyak hal sepanjang waktu. Namun Yura bisa memahami bagaiman Julian adalah orang yang sangat sibuk dan memiliki banyak tanggung jawab yang tidak bisa dia lepaskan begitu saja.  Dan disinilah Yura sekarang, dia berada di daerah  Sukhumvit dengan tenang tanpa merasa terganggu karena tidak banyak yang tahu tentang dirinya. Yura berjalan-jalan menikmati semua hal yang baru di lihatnya sambil berjalan kaki. Ya, Yura memilih berjalan kaki tanpa mobil. Andaikan ada orang yang melihatnya, mungkin mereka akan tidak percaya jika wanita sederhana yang berjalan kaki di bawah teriknya matahari menelusuri setiap sudut jalan itu adalah isteri seorang Julian Giedon. Beberapa pengawal masih berjalan mengawal ke manapun Yura pergi, tidak ada yang Yura lakukan selain melihat banyak hal di mana kebebasan dan kesetaraan gender bisa di lihat di Thailand. Banyak sekali perempuan yang berubah menjadi tampan karena bertingkah seperti laki-laki. Laki-laki yang berpakaian seperti perempuan dan terlihat sangat cantik. Tidak sedikit dari mereka melakukan operasi kelamin dan berpasangan sesama jenis. Namun bukan itu yang Yura lihat. Yang Yura lihat adalah kebebasan mereka yang menunjukan jati diri mereka di depan umum dengan percaya diri dan sikap orang-orang yang menghormati perbedaan mereka adalah kekuatan yang sangat besar. Yura duduk di bangku kosong sambil menikmati Ice Cream dan membuat beberapa orang memperhatikannya dengan baik, Yura yang bertubuh kecil duduk dengan angkuh menikmati Ice Cream. Sementara di sekelilingnya di lindungi oleh empat pengawal bertubuh kekar berpakaian serba hitam bersenjata lengkap di balik pakaian mereka, membawa semua semua barang-barang yang Yura beli. Sudah beberapa jam Yura bepergian, dia sudah mengunjungi museum dan beberapa pusat perbelanjaan untuk bersenang-senang hingga kebun binatang di mana Thailand sangat terkenal dengan Negara gajah putihnya. Namun dari semua hal-hal bagus yang telah Yura lewati hari ini, ternyata ada perasaan sedikit kesepian di dalam diri Yura ketika dia tidak mendengar ocehan Julian yang sering kali mengganggunya. “Kita pulang lagi ke hotel.” ***  “Anda benar-benar ingin menarik semuanya?. Anda masih memiliki waktu satu hari lagi sebelum semuanya terlambat” Tanya Robin bingung karena Julian memilih menarik semua uangnya dari salah satu perusahaan di Bangkok karena keadaan ekonomi di Thailand semakin memburuk dan tidak menunjukan kemajuan sedikitpun dalam beberapa tahun terakhir ini. Sudah ada banyak konsultan khusus dari Bangkok yang memberikan saran dan mencoba menahan keputusan Julian, namun rupanya keputusan Julian tidak bisa di ganggu gugat lagi. Julian mengancingkan jassnya dan melangkah lebar terlihat jengkel, karena rapatnya mengahabiskan banyak waktu lebih dari apa yang di tentukan. “Kau benar aku terlambat. Aku terlambat menarik semua modalku.” Jawab Julian dengan jengkel. Robin langsung tertunduk, jawaban adalah akhir dari perbincangan. “Aku tidak butuh konsultan lagi, hubungi Mica dan dan tim lainnya untuk segera mengurus semuanya. Semuanya harus sudah selesai di akhir bulan.” Titahnya dengan tegas, Robin hanya mengangguk masih merekam semua percakapannya untuk mengingat semua perintah Julian. Kaki Robin bergerak cepat mengikuti langkah Julian, “Anda memiliki pertemuan lagi dengan Kithcraporn Benzyana.” Seketika Julian berhenti melangkah dan menghadap Robin dengan marah, “Aku ingin kau mewakilinya Robin.” “Beliau sudah membuat schedule pertemuan ini lebih dari tiga bulan.” Julian membuang napasnya dengan kasar, ia mengusap tengkuknya dan sedikit berpikir. “Jemput Yu, pesan gaun dan penata rias. Aku menunggu dua jam lagi.” “Baiklah.” Jawab Robin dengan pasrah. Kening Julian mengerut, dia menunjuk wajah Robin dan menatapnya dengan penuh intimidasi. “Berhenti memasang wajah memelas seperti itu di hadapanku Robin. Kau mengganggu pandanganku. Selain pemalas, kau juga sering mengeluh, kau ingin aku gantikan hah?.” Omel Julian membuat Robin langsung nyengir memaksakan diri untuk tersenyum dengan kepanikan dan keringat dingin. “Maafkan aku Tuan.” Dalam satu langkah Julian mendekat. “Saat menjemput Yu, katakan padanya jika sebentar lagi aku ulang tahun.” “Anda bisa memberitahukannya sendiri Tuan.” Dagu Julian terangkat angkuh seketika. “Kau ingin melawan perintahku Robin?. Kau ingin aku deportasi ke kutub utara sendirian hah?.” Ancam Julian membuat Robin menggeleng dengan gemetar ketakutan dan mata berkaca-kaca. Meski setiap hari Robin terbiasa di omeli dan di ancam Julian, Robin sudah terbiasa. Namun hal yang merepotkannya adalah ucapan tuannya itu bukan hanya sebuah gertakan saja. Robin pernah merasakannya sendiri, Julian meninggalkannya di Peru dan menahan paspornya selama satu minggu hingga membuat Robin menjadi gelandangan di sana. “Tidak Tuan. Saya akan memberitahukannya.” Cengir Robin gelapakan. “Bagus, aku tunggu.” Julian langsung berbalik dan pergi dengan tenang.  Robin mengangguk kecil dan membungkuk memberi hormat membiarkan Julian pergi untuk melakukan pekerjaan lain. Robin membuang napasnya dengan gusar “Astaga, kenapa harga dirinya setinggi itu. Kapan kegilaannya akan sembuh. Untung Nyonya bosku orang normal.” Deringan telepon masuk sedikit mengganggu gerutuan Robin, dalam beberapa patah kata dia menjawab dan mencari keberadaan Julian yang semakin menjauh. Robin langsung berlari menyusul hingga sampai luar gedung perusahaan di mana kini Julian sudah memasuki mobilnya yang baru datang. “Tuan” panggil Robin dengan napas cepatnya mengetuk kaca mobil karena Julian sudah masuk. Kaca mobil perlahan turun dan Julian menatapnya dengan bosan. “Tuan. Direktur pihak BCB ingin minum teh bersama dengan Anda” bisik Robin terdengar seperti rahasia karena mereka masih berada di kawasan gedung BCB. “Terima saja. Aku hanya memiliki waktu satu jam.” “Baiklah, saya akan mengabarinya sekarang.” Julian kembali menutup kaca mobilnya dengan tenang, pria itu sudah terbiasa dengan formalitas makan bersama, Julian akan memberikannya sedikit celah dan melihat bagaimana pihak BCB apakah bisa menyenangkan hatinya atau tidak. *** Julian keluar dari mobilnya dan berdiri sejenak menatap restorant mewah di depannya, pria itu melangkah dengan elegan tidak mempedulikan tatapan beberapa wanita yang tersenyum tersipu hanya dengan melihatnya lewat. Julian memiliki aura yang kuat dan pesona yang menarik banyak perhatian, pria itu terlalu sempurna dalam karir hingga anugrah ketampanan dan tubuh yang tidak memiliki celah untuk di kritik. Julian di ciptakan dengan banyak usaha dari sang dewa. Jika Julian memiliki sifat aneh tidak terduga, anggap saja itu adalah celah untuk orang lain yang Julian berikan untuk mengkritik dirinya. Tidak ada persiapan apapun yang Julian miliki untuk bertemu dengan orang membuat janji dengannya. Acara minum teh adalah minum teh, Julian tidak akan mencampurkannya karena dia tidak akan mengubah keputusannya dengan jalan apapun. Kecuali Julian hilanng ingatan. Menyadari ruangan VIP yang di pesan oleh teman bisnisnya itu dalam pertemuan, Julian memilih untuk tidak menunjukan apapun dan mengikuti alur yang sedang di buat oleh mereka. Julian sudah terbiasa menghadapi banyak situasi. “Selamat datang Tuan.” Hormat seorang pengawal menyambut kedatangan Julian di depan pintu ruangan pertemuan. “Silahkan Anda berdiri sebentar.” Titahnya dengan kepala tertunduk. Julian mundur satu langkah dengan senyuman gelinya, dia mengeluarkan dompet, pensil, dan melepaskan jam tangannya, lalu menyimpannya di atas nampan dan membiarkan dua orang pengawal itu memeriksanya dengan alat pendeteksi untuk memastikan jika Julian tidak membawa benda berbahaya. Setelah semuanya selesai, Julian kembali memakai jam tangannya lagi dan menyimpan dompetnya. “Kalian diam saja disini. Jika aku lewat tiga puluh menit, tolong ingatkan” ucapnya pada pengawal pribadinya sambil menyimpan pensilnya pada saku depan jassnya. “Baik” jawab kedua pengawal itu membiarkan Julian masuk kedalam. Seperti yang Julian duga, begitu sudah masuk kedalam, pria itu langsung di sambut oleh pria paruh baya yang sangat bersemangat dan menghormatinya seperti sebuah basa basi di depan Julian. Rupanya orang yang di temuinya bukanlah direktur, melainkan wakilnya yang tadi tidak dia lihat dalam rapat.  “Selamat datang Tuan Julian. Senang Anda menerima jamuan sederhana saya, selamat atas pernikahan Anda.” Senyum Mario dengan akrab. “Terima kasih Tuan Mario. Ucapkan terima kasihku juga pada Tuan Moksombut atas jamuannya.” Jawab Julian dengan ramah. Mario tertawa merasa tersanjung dan kembali mengajaknya berbicara ringan, mereka duduk berhadapan dan saling menanyakan  kabar, membicarakan sesuatu percakapan yang ringan, menunggu tujuan inti pertemua mereka. “Saya merasa sedih dengan kabar keputusan Anda menarik semua saham Anda. Kami mengakui bagaimana sulitnya dalam kondisi sekarang untuk bertahan dengan stabil. BCB sudah bekerja yang terbaik untuk semuanya meski hasilnya tidak memuaskan.” Ucapnya dengan penuh lapang d**a, “Kita sudah bekerjasama lebih dari Sembilan tahun lamanya. Ini sangat berat untuk kami karena Anda adalah salah satu penanam terbesar di BCB. Karena itu, kami sangat berharap besar Anda masih mengubah keputusan Anda dan memberikan kesempatan kedua kepada Tuan Moksombut yang baru mengambil alih perusahaan dalam tiga tahun terakhir ini.” Ucap Mario mulai menyampaikan maksud dan tujuannya. Julian tersenyum lebar menatap kesedihan di wajah Mario. “Dalam Sembilan tahun bekerja sama, saya lebih dulu bekerjasama dengan ayah Tuan Moksombut.” Jawab Julian sambil bersandar. Julian mengusap keningnya dan menatap Mario merenung putus asa. “Dalam lima tahun. Dan dalam waktu selama itu saya tidak pernah memikirkan untuk mengambil kembali uang saya meski perusahaan BCB sudah pernah berada dalam ambang kebangkrutan dan keadaan Ekonomi Negara yang buruk hingga PHK besar-besaran. Apa Anda tahu alasannya?. Saya membiarkannya karena Tuan Tang memiliki potensi yang besar namun kekurangan orang yang ahli, dia bertanggung jawab dan transparan. Karena itu saya tetap mendukungnya.” Jelas Julian. Mario mengangguk kecil dengan tangan sedikit mengerat saling berpegangan. “Saya akan menerima semuanya dan memberitahukan kabar buruk ini kepada Tuan Moksombut.” Jawabnya. Mario melihat jam di tangannya, “Sebelum Anda kembali ke Negara Anda. Sebaiknya kita minum teh bersama.” “Saya tidak keberatan.” “Sebenarnya saya memiliki sesuatu titipan dari Tuan Moksombut untuk Anda” ucap Mario lagi dengan tatapan penuh menjanjikan. “Tidak perlu. Tidak perlu merepotkan kalian.” Tolak Julian. “Tidak, ini tititap yang harus saya berikan kepada Anda.” Mario mengambil sebuah dokumen dari tasnya dan memberikannya kepada Julian. “Semoga Anda suka.” *** Aroma masakan dan suara bising di dapur menunjukan kesibukan semua orang yang tengah menyajikan makanan untuk orang-orang yang memesannya.  Seorang Chef memotong Black forest dan Lamington, dia menyajikannya pada empat buat piring. Setelah itu, dia mengambil cangkir teh dan teko kecilnya dengan sekotak wadah berisi  gula dan perlengkapan lainnya. Seorang waiters langsung datang dan hanya menatap chef di hadapannya melalui masker sebelum menarik meja troli dan membawanya pergi keluar menuju tempat di mana Mario dan Julian berada. Sementara di tempat lainnya, seorang wanita cantik yang tengah berdandan untuk bersiap-siap pergi jika nanti dia mendapatkan panggilan. Matanya yang tajam itu melihat gelas terisi oleh sendok dan garpu yang di rendam racun dalam beberapa jam. Wanita cantik itu mempertebal lipsticknya dan melepaskan satu kancing pada baju tradisional yang dia kenakan itu. Wanita itu berdiri dan berputar di depan cermin, melihat penampilan terbaiknya. Di ambilnya sendok dan garpu dengan sapu tagan dan menggulungnya dengan tishu. Suara ketukan di pintu membuat wanita itu segera bangun dan mengambilkan sendok dengan garpu dalam bungkusan tishu yang sudah mengering. Wanita itu membuka pintu dan lansung menukarnya dengan sedok garpu yang di bawa waiters yang membawa pesanan Mario. “Julian Giedon menolaknya. Lakukan dengan baik.” Ucap waiters itu sebelum pergi mendorong meja trolinya. To Be Continue . . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD