"Silahkan perkenalkan nama kamu siapa." kata bu Zila. Cowok itu mengangguk, tak pernah lepas senyum di bibirnya. "Hai. Disini gue mau ngenalin diri nama gue siapa. Oke, nama gue Mahesa Pradipta Nugraha, nggak usah tau gue asal sekolahmana di mana ya. Karna kalian nggak tanya, oke makasih. Dan," ia melihat ke arah satu titik cewek.
juga tengah menatapnya. "Lah lo sekolah disini juga neng. Lo ngikutin gue ya? kemaren kita ketemu di tempat serem. Tapi nggak pa-pa, gue seneng kalau di ikutin cewek."
Iya cowok itu adalah Mahesa Pradipta Nugraha. Oa terpaksa pindah kesekolah SMP Pelita oleh orang tua nya. Jika saja Mahesa tak mau pindah sekolah semua fasilitasnya akan di sita semua termasuk motor yang sudah menjadi kesayangan nya.
Seisi kelas mengikuti arah pandangan mata Mahesa yang tertuju pada Maudy.
Maudy menggeleng.
Mahesa mengedipkan sebelah matanya sembari memperlihatkan deretan gigi putihnya. Maudy bergidik. Shasa yang berada duduk di sebelahnya ketawa kecil.
"Silahkan kamu duduk bersama Rey." ucap Zila pada Mahesa.
"Maaf bu, saya 'kan murid baru, jadi gak tau mana yang namanya Rey," ucap Mahesa.
"Iya juga ya, kenapa ko saya jadi lupa." kata Zila.
"Mungkin karna ibu terpesona sama muka ganteng saya yang terlalu imut," ucap Mahesa dengan kalem.
"Ralat, ternyata dia siswa memiliki tingkat pede." batin Bu Zila.
"Lo duduk sama gue! buruan, bentar lagi kereta api nya berangkat," kata Rey. Mahesa pun segera menghapiri Rey dan duduk di sebelahnya. "Lo juga mempunyai otak gila ya?"
"Sok tau banget lo, gue gini juga punya otak yang cerdas." ketus Rey.
"Saking cerdasnya, lo masih jomblo ya."
Rey tertawa dengan keras. Membuat seisi kelas menatapnya. "Bukan gue jomblo. Tapi nggak ada yang berani deketin gue. Karna muka gue terlalu berkilau."
"Berkilau, lo kira lagi iklan sampo!" Rey kembali tertawa.
"Rey, Mahesa sudah jangan berisik." perintah bu Zila. "Karna Mahesa baru, kamu boleh liat buku Rey."
"Siap Bu bos." sahut Mahesa.
Bel istirahat baru saja di bunyikan. Dan semua siswa siswi berhamburan keluar dari kelas.
"Gue di kelas ya," ucap Maudy pada Shasa.
"Kenapa?"
"Pengen di kelas aja." kata Maudy dengan suara lirih.
Shasa menghela napas. "Lo masih inget tentang dia? Gue tau kok apa yang lo rasain, kita semua sama-sama ngerasa kehilangan banget dia." Shasa mengelus punggung Maudy.
"Tempat sekolah ini, banyak banget tentang dia. Gue nggak sanggup, gue masih belum bisa lupain dia." Maudy pun kembali menangis bila menyangkut soal kekasihnya dulu.
Shasa menghampus air mata Maudy dengan tepalak tangan nya. "Percaya sama gue. Kalau
Dylan bahagia di sana, tapi kalau liat lo nangis terus, justru dia bakalan ikutan sedih liat lo gini terus,"
Maudy memeluk Shasa dengan erat. Menangis di pelukan Shasa dengan sejadi-jadinya. Namun Shasa pun justru ikut menjatuhkan air matanya. Tetapi ia secepatnya menangis.
Shasa melepaskan pelukkan Maudy. Ia menatap wajah Maudy. "Lo mau nangis gini terus? Lo nggak kasian sama dia, iya?"
Maudy menggeleng lemah.
"Jadi udah ya, jangan nangis terus." Shasa berusaha menguatkan sahabat nya. Meski ia tau, dalam hati Maudy masih belum bisa melupakan Dylan.
Maudy hanya diam. Sembari mencoba menguatkan dirinya sendiri.
"Kita ke kantin ya," ajaknya.
Maudy mengangguk.
Mereka pun pergi ke kantin. Namun ketika di koridor, Maudy kembali teringat akan tentang Dylan. Maudy membayangkan ketika Dylan berlari di koridor, sembari memberikan cengiran khas nya.
Ketika air mata Maudy kembali menetes ia secepatnya menghampus sembelum Shasa melihatnya.
Sesampainya di kantin. Maudy dan Shasa memesan makanan yang sering mereka beli. Akan tetapi Mahesa duduk di kursi meja kantin yang saling berhadapan dengan Maudy. "Hai!"
Maudy mendongkak menatap Mahesa sekilas.
"Kalau lo sekolah di sini, terus pas kemarin ketemu. Kenapa lo nggak bilang ke gue," ucap Mahesa langsung.
"Gue nggak kenal sama lo. Jadi tolong, lo nggak usah sok kenal sama gue." kata Maudy dengan jelas.
Shasa yang berada di samping Maudy. Ia hanya bisa memperhatikan tingkah Mahesa yang begitu mirip dengan kekasih dari sahabatnya.
Mahesa melirik Shasa sekilas.
"Tapi kita 'kan kemarin udah kenalan. Masa masih aja di anggap sok kenal." Mahesa menggambil kerupuk yanga ada di atas meja. Lalu ia menyuapkan kedalam mulutnya.
Maudy tak memperdulikan ucapan Mahesa.
"Hei! Jangan diemin gue gitu dong. Sayang banget loh, cowok seganteng kayak gue, di diemin gitu aja," ucap Mahesa tanpa malu.
Mahesa menoleh ke arah Shasa. "Gue ganteng 'kan? Nggak banget 'kan kalau gue di diemin sama temen lo,"
"Tanya aja langsung sama sahabat gue!" kata Shasa.
Mahesa menggengam punggung tangan Maudy. Lalu ia menyuapkan makanan kedalam mulut Mahesa sendiri. Maudy yang melihatnya tak percaya dengan tingkah Mahesa seperti itu.
"Makasih ya," ucap Mahesa. Lalu ia kembali pergi dari sana.
Maudy menatap pungung Mahesa. Karena ia di buat kaget.
"Aku nggak akan pernah bisa lupain tentang kamu. Karna tentang kamu adalah suatu hal yang terpenting buat aku." batin Maudy.
"Udah abisin makanan nya," suruh Shasa.
Maudy menggeleng. Pasalnya selera makan Maudy seketika hilang. Shasa memahami perasaan sahabatnya.
Bel pulang sudah berbunyi sekitar 15 menit.
"Wah! Mereka beneran mau ngajak sekolah kita tawuran." ujar Azka.
Azka, Gilang, Rey dan Lano sudah berada di depan gerbang sekolah. Akan tetapi mereka melihat segerombolan anak cowok SMA berdiri tak jauh dari sekolahnya.
"Tawuran deui, tawura deui. Tapi nggak pa-pa lah kita harus lawan." timpal Gilang.
"Lawan mereka masa dengan tangan kosong. Sedangkan mereka udah pada bawa sapu lidi, alat pel, pengki, tong sampah, galon dan kemoceng." kata Lano.
"Tenang nggak usah takut, gue bawa kok." kata Rey.
"Apa?" tanya mereka berbarengan.
Rey membuka tas nya, dan mengambil buku paket yang tebal. "Pake buku aja, lumayan di pukul pake ini juga mereka langsung keleyengan."
"Bener juga lo." akhrinya mereka menyetujui usul Rey, meski usul yang Rey berikan agak tak masuk akal.
Gilang, Rey, Lano dan Azka menghampiri lawan tawuran nya.
"Kalian nantangin kita tawuran, atau mau gotong royong membersihkan got sekolah kita." ejek Azka.
"Lo pikir kita-kita penjaga kebersihan. Kita tawuran nggak mau membahayakan nyawa kita dan juga kalian." sahut cowok itu yang bernama Arthur.
Gilang mengangguk. "Nah ini baru bener cuy, kita tawuran boleh asal jangan saling menghilangkan nyawa kita masing-masing. Kasian atuh sama nyawa, masa cuman gara-gara tawuran nyawa kita melayang gitu aja 'kan ngeri ya,"
"Apa yang lo bilang bener banget cuy. Karna gue masih sayang sama orang tua gue, dan gue juga pengen membahagiakan kedua orang tua gue. Pokoknya kita jangan saling menyakiti diri kita," ucap Arthur.
"Gue setuju sama lo kok. Gue juga masih pengen ngejar mimpi-mimpi gue setinggi langit. Dari langit gue bisa ketemu bidadari pelangi." timpal Rey.
Teman Arthur yang lain nya saling terbengong. Niat tawuran tetapi mereka malah mendengar seperti curhatan dari mulut teman nya.
"Janji ya, jangan mukul gue kekencengan. Badan gue suka sakit kalau di pukul." kata Arthur lagi.
Gilang, Rey, Lano dan Azka mengangguk dengan setuju.
"Iya dong kita janji, nggak akan mukul kenceng kok. Paling cubit doang, tapi lo tenang aja. Cubitan gue nggak sakit kok, kayak di gigit simut imut." kata Azka sembari tertawa diikuti oleh Gilang, Lano dan Rey.
"Jangan nanti kulit gue lecet, kalau di cubit, ah elah nggak seru banget tawuran nya. Gue kan udah bilang jangan saling menyakiti," kukuh Arthur.
"Maaf, temen gue bercanda doang. Maaf ya, kita nggak saling menyakiti kok." ucap Lano.
Sampai akhirnya Gilang, Rey, Lano dan Azk menoyor kening Arthur saling bergantian.
Teman-teman Arthur saling menggeleng dan menepuk jidat, dengan apa yang mereka lihat.
Namun dari kejauhan Mahesa melihat Arthur sahabatnya yang tengah saling menoyor kening teman sekelasnya. Mahesa pun secepatnya menghampiri Arthur.
"Wah! Parah lo nggak ngajak-ngajak gue kalau mau tawuran." Mahesa turun dari motornya. Lalu berdiri di hadapan mereka namun mereka tak menyadari kedatangan Mahesa.
"Arthur, stop." perintah Mahesa. Mereka pun menghentikan aksi toyor-menoyornya.
"Mahesa," ucap Arthur. "Lo pake seragam sekolah itu? Wah pantesan gue ke rumah lo, dan lo nggak ada. Dan sekarang lo nggak bilang kalau lo pindah sekolah."
Mahesa menoyor kening Arthur. "Lebay banget sih lo," ujarnya.