MTPBB 4

1294 Words
Mahesa tak menjawab melainkan ia membopong tubuh cewek itu, lalu mendudukan nya di atas kursi roda tepat di sebelahnya. Kemudian membawa keluar dari tempat pemakaman. "Lo mau culik gue?" tanya cewek itu dengan nada suara takut. Mahesa diam, lalu mereka berhenti tepat di sebalah mobil miliknya. Cewek itu terus menatap Mahesa dengan memperhatikan penampilan celana levis robekrobek, jaket denim yang sama robek, di kedua telinga memakai anting berwarna hitam dan rambut sedikit gondrong. Mahesa berdecak. "Gue tau kok, kalau lo liat gue pasti langsung suka sama gue, iya ‘kan?" tanyanya sembari mengacak-ngacak rambutnya. "Tapi gue nggak mirip sama pacar lo ‘kan. Tapi nggak mungkin sih, pasti gue lah yang paling genteng," ucapnya dengan ketawa renyah. Cewek itu menangis tanpa sebab. Mahesa menggaruk-garuk kepalanya ketika mendengar cewek itu menangis. "Kok, lo malah nangis lagi. Gue ‘kan nggak ngapa-ngapain lo, Gue bukan penculik kok, sumpah deh gue berani cium lo di sini." Cewek itu masih menangis. Bukan ia takut akan di culik melainkan ada satu hal yang membuat ia ingat dengan seseorang. "Terus lo nangis kenapa dong cantik?" Mahesa yang tak tau siapa namanya berjongkok di depan kursi rodanya. Cewek itu menggeleng. "Kok lagi nangis, wajah lo lucu banget ya." "Lo siapa?" tanya cewek itu. "Gue ini cowok terganteng sejagat raya seindonesia eh enggak deh, sedunia malah. Cuman gue cowok satu-satu nya paling ganteng." gurau Mahesa sembari Ketawa. Cewek itu menyunggingkan senyum nya walau kecil. "Nah gitu senyum, kan cantik tuh kayak kucing, gemes gimana gituh." Mahesa mencubit pipinya. Cewek itu hanya diam. "Kenalan yuk, atau lo mau kita pacaran langsung, nggak usah tuh pake tembak-tembak segala, gimana mau nggak?" kata Mahesa. Cewek itu memutarkan kursi roda dengan ke dua tangan. Namun Mahesa menahannya. "Kenalan dulu," ucap Mahesa. "Enggak mau." tolaknya. "Kenalan dong, cewek cantik deh kamu." ucapnya. "Lo gila," "Iya gue gila nih, kenapa gue bisa ketemu cewek di tempat serem kaya gini coba?" Mahesa menaik-naikan kedua alisnya. Menunggu reaksi dari cewek itu. "Nama gue Mahesa Pradipta Nugraha." Mahesa mengulurkan tangan nya ke arah cewek itu. Dengan ragu cewek itu membalas uluran tangan Mahesa. "Maudy." "Maudy," ucapnya sembari mengangguk-angguk. "Nama yang cocok dengan gue, sama-sama huruf depan nya M. Mungkin kali kita jodoh ya." Maudy dan Mahesa tertawa meski Mahesa tau, tawa dari Maudy hanya sebuah tawa yang hambar. "Gue mau pulang," ucap Maudy. "Gue anter deh gimana. Kayaknya lo sendiri ya," "Nggak mau." "Judes banget kayak cabe neng." Maudy mendelik pada Mahesa. "Maudy." Mereka menoleh ke asal suara itu. "Shasa." ucap Maudy. Shasa menghampiri Maudy dan berdiri tepat di belakangnya, ia melirik ke arah Mahesa. "Kita pulang, Sha." Maudy di bantu Shasa untuk mendorong kursi roda. Lalu mereka pergi dari hadapan Mahesa. Mahesa masih saja melihat ke arah Maudy. "Cantik bener tuh cewek. " Tak lama ia pergi dari tempat pemakaman. Di sekolah pukul 06:45 pagi. Maudy ke sekolah di antar oleh Juna. Karena Maudy masih tahap belajar jalan, atas apa yang menimpa pada kakinya. Maka dari itu Maudy masih menggunakan kursi roda. Ia juga baru masuk sekolah lagi, selama 1 minggu tak masuk ke sekolah. Hari ini juga Maudy baru pertama masuk sebagai siswi kelas XII SMA. "Sampe sini aja kak," kata Maudy. "Sampe gerbang aja ya," ucap Juna. Maudy mengangguk. "Ingat apa yang gue ucapin waktu tadi." "Iya, gue tau kak." "Yaudah, gue kuliah dulu ya." "Hati-hati kak." Kata Maudy. Juna mengangguk, lalu pergi. Maudy pun mulai memutar kursi rodanya untuk segera bergegas ke kelas. "Maudy, lo kok enggak nungguin gue," ucap Shasa yang baru saja datang, ia membantu mendorong kursi roda Maudy. Maudy hanya tersenyum kecil. "Gue nggak mau nyusahin lo terus Sha. Lo udah baik banget sama gue." "Lo sahabat gue. Dan gue pernah janji sama lo 'kan. Kalau gue mau jadi sahabat lo tulus." Shasa memeluk Maudy. Maudy membalas pelukan Shasa. "Gue juga mau bilang makasih, karna lo udah mau maafin orang yang pernah jahat sama lo." "Lo enggak pernah jahat kok sama gue, Sha. Udah ya jangan pernah lagi bahas masa lalu." Shasa melepaskan pelukan nya. Shasa sungguh beruntung memiliki sahabat seperti Maudy. "Iya deh, yaudah sekarang kita masuk kelas ya." "Lo satu kelas sama gue?" tanya Maudy sembari mendokak menatap ke arah Shasa."Iya, akhirnya bisa satu kelas lagi sama lo," ucap Shasa. Beberapa menit mereka sampai di kelas. Setelah masuknya Maudy dan Shasa di kelas. Seorang guru pun masuk kelas di ikuti dengan 3 siswa di belakangnya. "Pagi," "Pagi Ibu." Guru yang bernama Zila menoleh ke arah belakang. "Ya ampun Gilang, Rey, Azka. Kalian baru datang?" "Enggak bu, kita udah datang kok dari tadi. Cuman kita tadi di depan godain cewek-cewek dulu," sahut Rey sembari nyengir. "Kalian nggak boleh duduk, berdiri di depan dan--," "Aduh bu jangan sekarang ya, soalnya kemaren kita abis main futsal dan langsung main basket. Dan kaki kita semua pada sakit dan kaku kayak besi." kata Azka berbohong dengan wajah memelas. "Apa bener itu?" tanya bu Zila memastikan. Gilang menyikut lengan Rey dan Rey menyikut tangan Azka. "Betul, Betul, Betul Ibu guru." sahut Mereka serempak. Teman sekelas mereka hanya bisa mengelus d**a dan menggelengkan kepala. Bu Zila menatap wajah mereka satu persatu. "Ya sudah duduk." "Makasih Ibu guru!" ucap mereka barengan sembari menyalami tangan Zila. Setelah itu mereka duduk di bangku nya masing-masing. "Lo udah baikan sekarang?" tanya Gilang pada Maudy ketika ia melewati tempat duduk Maudy dan Shasa. "Udah, Lang." sahut Maudy. "Semoga selalu bahagia ya!" timpal Rey. Maudy mengangguk sembari tersenyum. "Maudy--" "Udah nggak usah ngerasa bersalah gitu, Azka. Gue juga udah maafin lo kok." Maudy memotong ucapan Azka. Azka bener-benar merasa bersalah dan rasa penyesalan itu masih membekas di hatinya. "Maafin gue Maudy. Mestipun lo udah maafin gue, tapi rasa penyesalan itu masih ada. Gue nyesel udah berbuat jahat sama lo, terutama sama Dylan. Gue bener-bener jahat banget," ucap Azka dengan suara lirih. Rey menepuk bahu Azka. "Penyesalan emang selalu datang di akhir. Gue udah kok lo jadi Azka yang lebih baik dari Azka sebelumnya." "Sekali lagi maafin gue ya Maudy. Gue janji sama lo, gue akan jadi Azka yang baik dari Azka yang sebelumnya."Maudy mengangguk sembari tersenyum. "Iya Azka gue percaya sama lo sekarang." Gilang dan Rey menepuk bahu Azka. Seorang siswa dengan penampilan seragam sekolah di biarkan semua kancing di buka, hingga memperlihatkan kaos oblong putih polos. Dengan leher yang memakai kalung. Ia tampak pede menyusuri koridor sekolah. Siswi-siswi yang berada di kelas berbondong-bondong menengok di dalam jendela kelasnya, melihat siswa yang asing masuk ke dalam sekolah mereka. "Cowok bad boy tambah lagi nih," ucap siswi pada teman sebelahnya. "Bener banget! Mana tuh cowok cakep bener dah." "Siapa ya yang dapetin dia. Kalau gue mah udah pasti nggak yakin, kalau dia pilih gue." Temen sebelahnya mempertawakan. Cowok itu tak begitu memperdulikan tatapan demi tatapan yang siswi-siswi itu lihat padanya. Ia tengah celingak-celinguk mencari kelasnya yang akan jadi tempat baru baginya. "Harusnya kelas yang cari gue 'kan, bukan gue yang cari kelas." dumelnya. Beberapa menit pun, ia berhenti tepat di depan kelas yang ia cari sedari tadi. "Dari tadi kek, lo muncul di hadapan gue, Las." ujarnya dengan wajah kesal. Sebelum itu ia mengancingkan seragam sekolah, dan merapihkan nya. "Kesan pertama buat mereka ketika liat gue, harus terlihat anak baik-baik dong. Masa kesan pertama mereka liat gue urak-urakan, kan nggak seru," ucapnya sembari terkekeh. Ia menghela napas pelan. "Assalamualaikum," ucapnya ramah sembari mengetuk pintu yang tertutup. Beberapa detik, pintu kelas terbuka memperlihatkan seorang guru. "Waalaikumsalam, silahkan masuk." suruhnya. Sembari memperhatikan penampilan siswa itu. "Alhamdulilah, dia calon siswa baik-baik." batinnya. Semua siswa yang tadinya menulis lalu pandangan mereka teralihkan pada siswa baru yang masuk di kelas mereka. "Hari ini kalian kedatangan teman baru untuk kalian." ucapnya. "Bisa kalian liat, dia adalah calon siswa yang baik." "Dia kan cowok tengil yang bantuin kita waktu itu ya." ucap Azka pada Gilang di sebelahnya. "Iyah bener." sahut Rey di belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD