MTPBB 6

1452 Words
"Eh, kalian bubar, mau tawuran tapi yang kalian bawa malah benda buat nyapu, ngepel, dasar bego." Sambungnya. "Noh si Arthur yang nyuruh kita bawa beginian." ucap teman sekolah Arthur. Tak lama mereka pun pergi meninggalkan tmpat itu. Sedangkan Arthur hanya menujukan senyum manisnya. "Tadi kalian ngapain?" tanya Mahesa. "Tawuran." sahut mereka barengan. Mahesa mengacak-ngacak rambutnya sembari berkacak pinggang. "Tawuran bukan kayak gituh," ucapnya frustasi. "Nih." Mahesa menonjok perut mereka masing-masing. "Arggggh, sakit papih." ringis mereka serempak. Mahesa tak memperdulikan nya. "Bisa nggak, kalian jangan ngejawab barengan." "Bisa papih." sahut mereka serempak kembali. "Tau ah." ujarnya kesal. Lalu Mahesa pergi dari hadapan mereka. Mahesa menaiki motornya. "Mau ikut kagak lo semua." ajak Mahesa. "Ke mana?" tanya mereka serempak. "Dangdutan." "Asyikk... ayok gue ikut!" seru Lano. "Dangdutan nya yang asyik ya. Apalagi kalau gue liat Mahesa joget cupang, seru abis pasti." kata Gilang. "Joget cupang mesti bibirnya yang dower. Kayak Azka noh, baru itu lebih seru," balas Rey diiringi tawa. "Kalian pengen banget ya gue gibeng sampe melayang abis itu mendarat di sarang lebah," ucap Mahesa. Mereka memberikan cengiran pada Mahesa. Akhirnya mereka pun pergi dengan kendaraan motor mereka masing-masing. Pertemanan tidak meski di ucapkan dengan kata. Pertemanan akan datang dengan sendiri nya, seperti kenyamanan yang akan di rasakan pada saatnya. Pertemanan akan berbubah menjadi sahabat dan sahabat akan berubah menjadi persaudaraan. Gilang, Rey, Lano dan Azka akan membuka lembaran bersahabat dengan Mahesa dan Arthur. Meski pun begitu, kenangan sahabat tentang Dylan tak akan pernah mereka lupakan sampai kapan pun. Pukul 15:43. Sepulang sekolah Shasa mengajak Maudy ke tempat sebuah taman. Shasa ingin membantu sahabatnya kembali bisa berjalan dengan sempurna. Meski itu membutuhkan waktu. Tapi demi sahabatnya Shasa rela. "Tinggal nunggu waktu aja, lo pasti bisa jalan lagi dengan sempurna," ucap Shasa. "Gue pengen bisa jalan lagi." "Mangkanya itu lo harus semangat untuk belajar jalan nya." "Makasih, Sha." Shasa menarik telinga Maudy pelan. Itu hanya sebagai gurauan nya. "Makasih mulu, gue nggak terima kata terima kasih dari lo," ucapnya sembari melepaskan tarikan di telinga Maudy. Maudy tersenyum. "Pulang yuk." ajak Shasa. Maudy menggeleng. "Gue pengen di sini dulu Sha. Kalau lo mau pulang, ya udah nggak pa-pa lo pulang duluan aja." "Ini udah sore," "Gue pengen- Aww." "Ice cream," ucap seseorang dari arah belakang sembari menempelkan ice cream di pipi kiri Maudy. "Lo lagi," kata Maudy sembari mendongkak menatap cowok itu. "Tadinya gue sama Mahesa mau pergi, biasa anak cowok suka nongkrong, nah gue nggak sengaja liat kalian di sini." sahut Gilang. Shasa menatap Gilang. Gilang yang melihat pun hanya memberikan senyuman. "Nih, mau nggak. Gue udah baik sama lo beliin ice cream. Masa lo nggak mau nerimanya." Mahesa menyodorka ice cream itu pada Maudy. "Enggak." elak Maudy. Gilang menarik lengan Shasa agar menjauh dari Maudy dan Mahesa. "Nih." Mahesa membuka penutup ice creamnya lalu dia memakan nya. Maudy terbengong melihat tingkah Mahesa. "Lo percaya nggak, sebelum gue sampe sini. Pas di jalan gue ngeliat yang jualan ice cream. Dan aneh nya, gue malah inget sama lo," ucap Mahesa. Sembari menuodorkan ice cream ke mulut Maudy. Namun Maudy menepisnya. Maudy hanya biasa menatap Mahesa. Ia juga tidak menanggapi ucapan Mahesa. 27 "Buka mulutnya." Mahesa menempelkan ice cream di bibir Maudy, Maudy menepisnya kembali. "Mandy." panggil Mahesa. "Maksud lo apa Mandy?" tanya Maudy. "Nama lo Mandy 'kan?" tanya Mahesa kembali. "Nama gue Maudy, bukan Mandy," ucap Maudy dengan tegas. "Oh iya, lupa gue." Mahesa nyengir. Ponsel Mahesa tiba-tba berbunyi, tapi ia hanya melihat nama yang menghubunginya sekilas. "Ganggu aja ya. Nggak tau apa, gue 'kan pengen berduaan sama lo ya," ucap Mahesa yang terus saja menggoda Maudy. "Please lo jangan bertingkah seolah-olah kita kenal udah lama." kata Maudy. "Kita emang kenal baru dua hari. Tapi kita nunggu waktu, agar perkenalan dua hari kita ini jadi perkenalan awal menuju kebahagiaan untuk kita berdua." Mahesa tersenyum pada Maudy. Tatapan mata Mahesa begitu tajam. Tapi justru tak membuat Maudy merasa takut akan tatapan mata yang di miliki Mahesa yang tajam. "Mandy." "Maudy," ucap Maudy membenarkan. "Iya Maudy, gue typo mulu." Mahesa tertawa. "Emangnya ada kata typo dalam mengucap kata nama?" kata Maudy. "Ada, contohnya gue dong." Maudy tak sedikitpun memberikan senyuman pada Mahesa. Akan tetapi dia justru teringat akan dia lagi. Maudy merindukan sosok kekasihnya yang selalu memberikan gombalangombalan padanya. Maudy merindukan bagaimana cara tertawa kekasihnya itu. Sedari tadi Gilang dan Shasa tak pernah lepas dari pandangan Maudy dan Mahesa. "Maudy nggak akan pernah mudah buat ngelupain tentang dia. Karna dia begitu berarti dalam hidupnya, begitu sebaliknya," ucap Shasa. Gilang mengangguk. "Iya gue tau. Bayangan tentang dia akan selalu hadir di pikiran nya." balas Gilang. Shasa mengangguk. Pukul 06:34. Bella tengah membagunkan Mahesa. Mahesa memang susah untuk di bangunkan jika menyangkut sekolah. Mestipun sudah di ancam akan semua fasilitasnya di ambil, tapi ia selalu melanggarnya. "Mamah sama papah pindahin kamu ke sekolah yang baru, biar kamu berubah. Tapi nyatanya kamu nggak pernah bisa berubah," ucapnya sembari menatap wajah Mahesa yang masih tertidur. Kemudian Melvan masuk ke dalam kamar Mahesa, ia sudah rapih dengan seragam sekolah nya. Sebenarnya Mahesa dan Melvan memiliki sifat yang sama tetapi Melvan rajin jika menyangkut sekolah. Mestipun ia juga anak nya nakal seperti Mahesa. "Kenapa mamah nggak pernah tegas sama dia, kalau mamah tegas sama dia. Mungkin dia akan ngerti," ucap Melvan berdiri di samping Bella. "Mamah udah coba tegas sama dia, tapi apa nyatanya, dia malah semakin bertingah keterlaluan." Melvan memeluk Bella dari samping. "Aku berangkat sekolah dulu ya mah." Ia menyalami tangan Bella. "Kamu hati-hati ya." Melvan mengangguk. Setelah Bella keluar dari kamar Mahesa. Mahesa pun terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia melihat jam yang terpampang di dinding menunjukan pukul 07:00. Mahesa secepatnya beranjak dari tempat tidur, untuk bergegas ke kamar mandi. 30 menit ia baru saja selesai dari aktivitas mandinya. Mahesa mengambil baju seragam sekolah yang tergeletak di tempat tidur. Sudah rapih dengan seragam sekolah, ia mengambil tas yang tergeletak di meja belajarnya. Mahesa bergegas turun ke bawah, tanpa harus membetulkan rambut yang masih basah atau berantakan. "Aku berangkat mah." pamit Mahesa ketika dirinya melihat Bella berada di dapur. "Hati-hati kamu." Mahesa berdehem, lalu ia pergi keluar dari rumah. Ketika sudah menaiki motornya. Ia secepatnya melajukan nya. 5 menit Mahesa sampai di sekolah, tetapi pintu gerbang sekolah sudah di kunci. "Ah sialan, udah di kunci." umpatnya dalam hati. "Pak, bisa tolong pegang motor saya dulu," ucap Mahesa pada penjaga gerbang sekolah. Mang Jojo menatap ke arah Mahesa. Karena ia baru melihat murid di hadapan nya. "Saya murid baru, buruan dah buka gerbang nya. Terus pegangin dulu motor saya, tangan saya kesemutan nih!" "Bukanya bisa pake standar," ucap Mang Jojo. Mahesa turun dari motornya sembari memegangi motor miliknya. "Standarnya rusak." Mang Jojo masih menimbang-nimbang antara membuka gerbang atau harus percaya dengan yang di ucapkan siswa di hadapannya. "Saya nggak bohong, karna berbohong itu bakalan di gigit nenek gondorong," ucap Mahesa ketus. Mang Jojo menghela napas. Lalu ia membuka gerbangnya. Mahesa memberikan kunci motornya pada Mang Jojo. "Buruan, tangan saya kesemutan." Mang Jojo pun memegang motor Mahesa. Setelah itu Mahesa nyelonong masuk ke area sekolah. "Dan saya bohong." Mahesa berteriak pada Mang Jojo. "Dasar bocah jaman sekarang." ujar Mang Jojo. Mahesa menyusuri koridor. Namun ia tak masuk kelas melainkan ia berbelok menuju kantin. "Percuma deh gue masuk kelas. Yang ada nanti guru ngomel-ngomel. Cara ngomelnya gini, Mahesa kamu terlambat lagi, kamu 'kan baru masuk kemarin. Masa udah terlambat. Karna kamu terlambat, saya hukum kamu untuk berdiri di depan tiang bendera," ucap Mahesa seperti mengetahu apa yang akan gurunya ucapkan adanya. Sampai di kantin, ia mengambil roti dan melahap nya. Mahesa duduk di kursi paling pojok. Sembari menompang sebelah kaki. "Kamu bukannya murid baru, dan kenapa kamu nggak masuk kelas?" tanya pak kepsek yang bernama Sarif. Mahesa masih dengan posisi duduknya, dia mendongkak menatap pak Sarif. "Saya di suruh makan dulu, sebelum masuk kelas," sahut Mahesa dengan wajah datar. Sarif mengerutkan keningnya. "Nggak ada di sini guru yang menyuruh muridnya untuk sarapan ketika bel masuk sudah bunyi." "Saya nggak bilang kalau guru yang nyuruh pak." "Lalu?" "Mamah saya yang nyuruh makan dulu, karna saya belom makan di rumah." sahut Mahesa santai. Sarif meneliti penampilan Mahesa. Cara memakai seragam tak rapih, ia menggelengkan kepala kecil. "Bisa kamu masuk kelas sekarang." titahnya. Mahesa meneguk air mineral, lalu ia beranjak. Mahesa mengeluarkan uang 10 ribu lalu menyimpan di atas meja. Mahesa keluar dari kantin, tanpa harus pamit dengan pak Sarif. Setelah itu ia berdiri di ambang pintu kelas. Sembari melambai-lambaika tangan pada Maudy yang tengah melihatnya. "Mahesa, silahkan." Mahesa hendak melangkah. "Sebelum masuk kelas kamu sebaiknya berdiri di lapangan," ucap bu Lina. Gelak tawa seisi kelas tertuju pada Mahesa. Namun tatapan Maudy hanya biasa. "Kasih saya kesempatan Bu, saya harus masuk kelas. Karna saya nggak mau ketinggalan pelajaran," ucap Mahesa. "Jangan banyak alasan kamu Mahesa," kata Bu Lina
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD