24. Ruang Rahasia

1195 Words
“Kemarilah, akan kutunjukkan sesuatu yang akan membuatmu takjub!” Makula melambaikan tangan mengajak Kartajaya untuk mengikuti langkah kakinya yang ringan dan cepat hingga membuatnya terlihat seperti melayang dengan jubah pakaian anehnya yang berkibar-kibar. Ya, terkadang Makula memiliki penampilan yang sangat berbeda dengan prajurit asuhan Tuan Yasa lainnya. Anak muda yang memiliki usia sebaya dengan Aksata itu terkadang memakai jubah panjang berwarna putih yang luar biasa indah hingga membuatnya terlihat agung. Jubah putih itu selalu berhasil menarik perhatian Kartajaya hingga matanya tak bisa lepas dari kibasan kainnya. “Kita akan kemana?” tanya Kartajaya sambil melangkahkan kaki mengikuti Makula. Kali ini Kartajaya sangat berhati-hati dengan langkah kakinya, ia tidak ingin kaki lemahnya tersiksa karena terjatuh dan tersandung oleh kakinya sendiri. Setelah Kartajaya perhatikan baik-baik, terjadi ketidak singkronan antara kemampuan tubuh dan otaknya. Keinginan dan syaraf otak Kartajaya memerintahkan kaki itu bergerak cepat, gesit dan jika bisa melompat di udara dengan ringan, namun syaraf otot kakinya tidak bisa menyamakan keinginan pikirannya. Kaki itu belum terbiasa digunakan dengan kecepatan tinggi. “Kita akan ke perpustakaan…” sahut Makula. Kartajaya tergopoh-gopoh mengikuti langkah kaki Makula di Lorong bawah tanah yang menghubungkan antara basecamp Lord Yasa dan gedung terbengkalai tempatnya menghabiskan sore senja. “Ke perpustakaan lagi?” “Ya, ke perpustakaan lagi. Kau tidak boleh bosan menghabiskan waktu di perpustakaan!” “A – Aku tidak pernah bosan… hanya saja, ada banyak sekali buku yang harus k****a. Aku bingung buku mana yang harus aku baca terlebih dahulu…” “Mulailah dengan segala informasi yang ingin kau ketahui, atau kau butuhkan sekali.” Makula belok ke kanan, mereka memasuki Lorong lain yang menghubungkan antara Lorong sempit dengan Lorong yang lebar. Selama beberapa hari tinggal di basecamp prajurit Lord Yasa, Kartajaya selalu kagum dengan kemampuan manusia di tempat ini, mereka mampu membangun ruang bawah tanah yang sangat luas, memiliki Lorong yang rumit dan fasilitas lengkap. “Basecamp ini sangat luas dan memiliki lorong yang rumit…” puji Kartajaya. Makula tersenyu, “Ini adalah basecamp peninggalan masa lampau. Tempat prajurit-prajurit menyusun strategi perang dunia ke tiga yang melibatkan nuklir dan biologi yang hampir memusnahkan seluruh populasi manusia. Tempat ini berada jauh di dalam hutan rimba di dalam tanah yang tersembunyi. Tidak ada yang mengetahui tempat ini kecuali keturunan para mantan prajurit saat itu…” Kartajaya mengangguk, ia telah membaca perihal perang nuklir dan biologi di perpustakaan beberapa hari yang lalu. “Fasilitas tempat ini masih sangat bagus walau sudah bertahun-tahun berlalu. Itu semua karena bahan pembangunannya terbuat dari material berkualitas dan terjaga kebersihannya. Lord Yasa adalah salah satu keturunan dari prajurit yang menyelamatkan banyak manusia dan menghentikan perang tersebut.” “Dia pantas menjadi cucu dari prajurit hebat seperti itu…” Makula menyetujui ucapan Kartajaya dengan kedipan mata, lalu membukakan pintu ruang perpustakaan yang sangat luas dan besar untuk Kartajaya. Ruang itu dipenuhi oleh buku-buku yang dirawat dan dijaga dengan baik kondisinya. Buku peninggalan masa lampau, sejarah yang hampir tenggelam oleh kehidupan masa sekarang yang tak kalah susah dan menyedihkan. Makula terus membawa Kartajaya memasuki area dalam perpustakaan dan berhenti di depan pintu rahasia yang berada di sudut belakang Perpustakaan. Pintu yang tidak pernah Kartajaya ketahui keberadaannya. Makula menekan beberapa tombol, lalu pintu pun terbuka dengan sendirinya. Setelah itu ia masuk terlebih dahulu dan disusul oleh Kartajaya. Sebuah ruangan yang sangat luas diisi oleh meja bundar yang berukuran lebar dan banyak kursi di setiap sisi. “Ruangan apa ini?” “Ruang rapat para pembesar di masa lampau.” Jawab Makula. Pria itu mengelilingi meja dan berhenti di sudut yang berlawanan dengan Kartajaya. “Bersiaplah, Aksata. Berdiri dengan tenang, jangan terkejut. Mantan Bud4k sepertimu pasti belum pernah melihat teknologi ini sebelumnya…” Kartajaya mengerjap, setiap kali mendengar kata bud4k timbul rasa tidak terima di dalam dirinya. Ia adalah seorang Putra Mahkota Kerajaan Salaka, bukan bud4k! “Aku akan tenang.” Jawab Kartajaya pada akhirnya. Makula mengangguk, kemudian ia menekan tombol yang tersembunyi di bawah meja. Tak berapa lama, meja yang terdapat di depan Makula terbuka dan mengeluarkan sebuah kaca bening yang berbentuk kotak yang cukup lebar. Makula menekan-nekan kaca tersebut hingga menimbulkan cahaya biru di permukaan Kaca. Cahaya itu mengikuti jari jemari lincah Makula setiap kali menekannya. Kartajaya yang tertarik segera berlari mendekat. Cahaya biru selalu membuatnya teringat pada tali yang menenggelamkannya di dasar danau. “Apakah itu, Makula?” Kartajaya melongok, melihat apa yang sedang Makula lakukan. Ia terperangah, setiap kali Makula menekan satu bidang kaca, akan muncul satu kotak cahaya biru yang menampakkan huruf-huruf abjad satu persatu. “Bersiaplah…” bisik Makula. Pria itu melihat Kartajaya dan tersenyum penuh misteri. lalu telunjuknya menekan kata Enter dengan cepat. Pada saat itu juga Kartajaya seperti terkena serangan jantung saat melihat sebuah cahaya besar yang berada di tengah-tengah meja. Cahaya itu berbentuk kotak berwarna biru yang berbentuk seperti layar computer yang Kartajaya pelajari bersama Arsen sebelumnya. “Ini adalah AI, kau bisa bertanya apapun padanya dan dia akan menjawab segala rasa penasaranmu tanpa membaca buku.” “Benarkah?” pekik Kartajaya, matanya takjub melihat hologram yang terpampang begitu canggih di depannya. Tidak hanya bud4k yang tidak terbiasa melihat ini, ia sebagai Putra Mahkota Kerajaan Salaka pun takjub luar biasa melihatnya. “Ya, alat ini sangat membantu untuk mencari tahu info dengan cepat tanpa perlu membaca buku. Teknologi AI yang berhasil dihidupkan kembali oleh Kerajaan Vale.” “Kerajaan Vale?” “Ya, Kerajaan itu berada di tempat yang berlawanan arah dengan wilayah ini. Kerajaan Vale selalu diselimuti musim dingin dan dipimpin oleh Raja Aidan yang terkenal bijaksana. Mereka menentang segala jenis peperangan dan penyiksaan sehingga mengutamakan perkembangan teknologi sebagai bentuk pengawasan terhadap keamanan rakyatnya.” “Lalu mengapa kita tinggal di sana dan hidup damai bersama mereka?” “Mereka sangat eksklusif. Perbatasan dijaga ketat dan tidak sembarangan yang bisa masuk. Raja mereka sangat bijaksana. Namun menentang percampuran dengan wilayah kita karena mereka tahu sisi bumi yang satu ini masih sangat bar-bar dan selalu ingin berperang. Terutama Raja Istvan Skarsgard.” “Mereka sangat hebat bisa membuat teknologi seperti ini…” “Ya, kondisi wilayah mereka yang ekstrem membuat mereka Tangguh dan mampu berinovasi dengan cepat. Beruntung kita mendapatkan alat ini melalui para pembelot mereka…” Kartajaya berputar mengelilingi meja, memperhatikan cahaya biru dengan seksama. “Apa yang sangat ingin kau ketahui, Aksata? Kau bisa bertanya kepadanya?” “Bagaimana caranya…” gumam Kartajaya. “Mulailah dengan menyebut namanya, Eira…” Tiba-tiba terdengar suara lembut seorang wanita menggema di ruangan. “Selamat datang, Tuanku. Apakah ada yang bisa Eira bantu?” Kartajaya mengerjap, matanya melotot menatap Makula. “Itu adalah nama pasangan Aiyaz Storm - Putra Mahkota Kerajaan Vale. Sebuah bentuk rasa cinta yang besar kepada kekasihnya Eira Frostine sehingga membuat dia menamai AI ini Eira.” Kartajaya mengangguk-angguk. Kemudian dia termenung sejenak. “Eira, apakah ada kerajaan bernama Salaka di bumi ini?” “Ke – Ra – Ja – An – Sa – La – Ka.” Mesin Eira mengeja nama itu dan terdengar suara-suara mesin ketik dari audionya. Suara itu berhasil membuat jantung Kartajaya berdegup dengan sangat kencang dan tak terkendali. Ia sangat menantikan informasi ini. Lalu muncul layar Informasi berkaitan dengan Kerajaan Salaka. Informasi yang membuat jantung Kartajaya tidak lagi berdegup kencang tapi terancam berhenti secara tiba-tiba! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD