Kartajaya tercengang melihat kemegahan rumah Lord Yasa. Rumah itu memiliki langit-langit yang sangat tinggi dan terdapat beberapa pillar besar dan tinggi yang mengelilinginya.
Ia berjalan seperti orang bingung dan linglung saat melewati bagian tengah rumah yang berisi perabotan-perabotan menarik yang baru pertama kali ditemuinya. Sofa-sofa yang nyaman, kursi tamu dengan ukiran yang menarik, dan berbagai macam teknologi yang tidak bisa Kartajaya jelaskan dengan mudah.
Hingga pada saat ia sampai di bagian paling depan rumah, Kartajaya masih sulit mempercayai jika rumah megah ini dimiliki oleh pemimpin kelompok pemberontak bawah tanah. Rumah ini sangat besar dan mewah. Apalagi di bagian depan terdapat beberapa kendaraan yang Kartajaya pelajari dari Artifisial Intelegence yang bernama Eira. Beberapa kendaraan yang sangat luar biasa. Pada jamannya, Kartajaya, Para Raja maupun bangsawan kaya raya hanya menunggangi kuda, namun pada jaman ini tunggangan mereka sungguh berbeda.
“Hey, apa yang kau lakukan? Mengapa kau hanya diam saja?” seru Rocky yang sudah terlebih dahulu berjalan di depannya.
Anak muda itu mengerjap, kemudian berlari kecil mengikuti Rocky yang sudah berdiri di samping sebuah kendaraan berwarna hitam yang sangat mengkilap.
“Maaf, aku… aku hanya terkejut melihat ini semua…” seru Kartajaya.
“Dasar anak udik!” gumam Rocky sambil memutar mata.
Mata Kartajaya tak lepas memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Rocky. Tangan Rocky terulur dan memegang pintu mobil, lalu menarik sebuah kotak lonjong kecil lalu pintu pun terbuka begitu saja. Rocky bergerak masuk, lalu duduk di kursi kemudi.
“Apa yang kau lakukan? Cepat masuk!” seru Rocky.
Mata Kartajaya mengerjap, ia pun mengikuti perintah Rocky untuk ikut masuk ke dalam mobil. Pria muda itu bergerak maju, kemudian hendak menarik pintu untuk dimasukinya.
“Apa yang kau lakukan?” Marah Rocky sambil menepis tangan Kartajaya.
Anak yang kebingungan itu terperanjat mundur seraya menarik tangannya kembali.
“Aku hendak masuk seperti yang kau katakan, Tuan.” Jawab Kartajaya bingung.
“Masuk dari pintu penumpang! Bukan dari pintu pengemudi! Anak udik! Apa ini pertama kalinya kau naik mobil?” bentak Rocky sambil menunjuk pintu penumpang yang ada di sebelahnya.
Kartajaya pun melongok dan baru menyadari jika terdapat pintu penumpang di sisi lain mobil itu. Ia pun mengangguk, lalu berlari kecil menuju pintu kursi penumpang.
“Ah! Ternyata ada dua pintu…” gumam Kartajaya sesampainya di pintu penumpang.
Kartajaya pun berhasil membuka pintu mobil itu dengan cara mengikuti apa yang Rocky lakukan sebelumnya, kemudian menaiki mobil dan duduk dengan tenang di kursi penumpang.
“Kau sudah siap? Gunakan sabuk pengaman?”
“Sabuk pengaman?” tanya Kartajaya lagi-lagi terlihat bingung.
Merutan di kening Rocky semakin dalam, wajahnya terlihat seperti akan habis kesabaran.
Kartajaya segera menyela sebelum Rocky semakin marah.
“Maaf, tapi aku memang tidak pernah naik mobil sebelumnya.”
Rocky berdecak kesal, lalu membantu Kartajaya memasang sabuk pengaman di tubuh Kartajaya dengan cepat. Dari gerakannya, Kartajaya tahu jika Rocky sedang menahan ledakan api amarah.
Rocky adalah pria berkulit putih dengan rambut pirang, memiliki tubuh tinggi dan gempal, hidung besar dan bibir tipis. Ia bersih dari bulu wajah, namun memiliki rambut yang sangat tebal dan panjang sehingga diikatnya rambut itu agar terlihat rapi dan tidak berantakan.
“Bukankah kau pernah naik mobil saat ditolong oleh Lord Yasa dari pertambangan?” gumam Rocky sambil menyalakan mesin mobilnya.
“Mungkin?” Kartajaya mengangkat bahu, “Tapi aku lupa, karena saat itu kondisi tubuhku sedang tidak baik. Sebab itu aku tidak terlalu menyadarinya.”
“Ternyata rumor itu benar…” gumam Rocky.
“Rumor? Rumor tentang apa?” Kartajaya penasaran.
“Semua orang bilang kau menjadi sangat aneh saat terbangun dari pingsanmu…”
Kartajaya tersenyum kecut sambil mengangkat bahu.
Roda mobil berputar dan bergerak meninggalkan halaman kediaman Lord Yasa. Selama Rocky mengontrol mobil itu, mata Kartajaya terus memperhatikan setiap detail yang Rocky lakukan. Dimulai dari menyalakan mesin mobil, tombol yang ditekan, girbox yang digerakkan maju dan mundur, lalu kaki yang menginjak sesuatu di bawah sana, sesuatu yang membuat mobil ini bergerak dan berhenti sesuai kehendak hati yang pengemudi.
Tak satupun gerakan Rocky terlepas dari mata Kartajaya yang penuh ketakjuban. Ia merasa sangat menyukai kendaraan canggih pada jaman ini dan berharap bisa mengendarainya sendiri suatu hari nanti.
Kartajaya menoleh ke belakang dan tidak ada apapun disana selain kotak-kotak box yang mungkin akan diisi oleh mereka setelah berbelanja.
“Kotak Box itu besar sekali…” gumam Kartajaya.
Rocky yang mendengarnya berusaha menjawab dengan sabar, “Tentu saja. Itu adalah box pendingin saat membeli beberapa bahan segar. Suhu tempat ini sangat panas sehingga bahan makanan mudah rusak, sebab itu kita harus menyimpannya di mesin pendingin jika tidak ingin bahan makanan itu cepat busuk.”
Kartajaya mengangguk, pura-pura paham. Padahal ia tidak mengerti konsep mesin pendingin apalagi bagaimana caranya suhu dingin mencegah kerusakan bahan makanan. Pengetahuan yang dia dapatkan dari Eira tidaklah mencakup tentang mesin pendingin.
“Mobil ini sangat nyaman…” puji Kartajaya.
“Menurutmu ini mobil yang nyaman?”
“Ya, mobil yang canggih dan nyaman.”
“Anak muda, kau benar-benar aneh. Ini adalah mobil tua yang bobrok dengan suara mesin yang sangat berisik. Sangat tidak nyaman. Bahkan mungkin sebentar lagi akan mogok jika kita tidak segera mengisi bahan bakarnya. Asal kau tahu, mobil ini sangat tidak nyaman dan bukan jenis mobil yang canggih!”
“Benarkah?” pekik Kartajaya.
“Ya, ini hanyalah mobil pengangkut tua yang Lord Yasa beli dari pengepul barang bekas masa lampau. Kau tahu, tempat para tukang mesin memperbaiki barang-barang peninggalan masa lampau… disana Lord Yasa membeli mobil ini untuk kita gunakan berbelanja.” Rocky memutar setir dan berbelok menuju jalan utama.
“Asal kau tahu, jika kau ingin merasakan kenyamanan yang sesungguhnya, maka cobalah Jeep terbaru Lord Yasa yang dibeli dari Kerajaan Vale. Jeep itu sangat nyaman dan canggih!”
“Lord Yasa sepertinya sangat kaya…” simpul Kartajaya.
“Memiliki bunker rahasia, sanggup menolong dan mengumpulkan banyak anak terlantar, dan membiayai semua pergerakan kelompok. Mana mungkin dia tidak memiliki uang yang melimpah. Ia hanya mencoba menutupi semua itu dari kalian, terutama dari masyarakat dengan hidup tenang seolah tidak tertarik pada urusan politik dan masyarakat. Ia terlihat seperti bangsawan yang acuh. Padahal diam-diam menolong banyak orang…”
“Lord Yasa adalah orang yang sangat baik…” puji Kartajaya.
“Sangat amat baik, semua orang yang mengetahui sepak terjangnya pasti mengagumi dan mau mengikuti jejak langkahnya. Andai Keluarga Lord Yasa mengambil alih kepemimpinan wilayah ini, maka bisa dipastikan para Skars tidak akan berkutik di bawah kepemimpinan Lord Yasa. Sayangnya, Lord Yasa dan bahkan para nenek moyangnya, bukanlah orang yang haus akan jabatan dan kekayaan. Mereka hidup moderate setelah peperangan panjang yang melelahkan…”
“Tapi akhirnya Lord Yasa membuat pergerakan ini? Pemberontakan yang sedang dirancangnya ini?”
“Jangan salah paham, itu bukan karena ambisi Lord Yasa. Beliau melakukan semua itu untuk menyelamatkan orang-orang sepertimu, Aksata. Manusia tak berdosa yang diperbudak sejak lahir, manusia yang dipekerjakan tanpa bayaran. Misi terbesar beliau adalah memberantas ketidak adilan di kerajaan ini!”
***