Hari sudah menjelang malam dan Raline sedang beres-beres toko rotinya setelah seharian ini ia harus bekerja sangat keras untuk membuat pesanan pelanggan dan juga harus membuat roti yang dijual hari ini. Tapi untungnya semua roti yang ia buat habis terjual dan para pelanggan begitu puas dengan rasa roti buatannya. Jadi Raline merasa kerja kerasnya tak sia-sia. Sekarang ia harus segera selesai beres-beres sebelum akhirnya ia akan pulang. Adiknya Radit sudah ia perintahkan untuk pulang terlebih dahulu walaupun tadi dia tadi ingin membantu dirinya tapi dengan tegas Raline langsung menolaknya. Ia benar-benar tak ingin membuat waktu belajar sang adik terbuang sia-sia. Walaupun Raline tahu jika adiknya memiliki otak yang cerdas tapi tetap saja ia ingin adiknya terus belajar agar bisa mendapatkan beasiswa jika ingin melanjutkan pendidikannya. Jujur saja Raline tak sanggup jika harus membayar biaya kuliah sang adik yang pastinya tak mudah jadi jalan satu-satunya jika sang adik ingin melanjutkan perkuliahannya maka ia harus mendapatkan beasiswa itu. Dan sejauh ini sang adik sudah mencoba melakukan yang terbaik dengan belajar dengan baik agar bisa mendapatkan beasiswa sesuai dengan keinginannya. Walaupun Raline tak bisa melanjutkan pendidikannya sampai ke jenjang perkuliahan tapi Raline ingin adiknya bisa melanjutkan pendidikannya sampai ke jenjang perkuliahannya maka dari itu Raline harus terus mendukung sang adik Radit untuk bisa melebihi dirinya. Jadi Raline juga harus terus bekerja keras untuk mendukung sang adik.
Ketika Raline sedang membereskan toko rotinya tiba-tiba datang seseorang yang sebenarnya tak ingin Raline lihat saat ini karena gara-gara orang itu membuat Raline dan juga sang adik harus keluar dari rumahnya sendiri.
"Wooowww... Ternyata kamu masih bisa bertahan sampai detik ini. Bahkan kamu bisa mengambil semua pelanggan milik tante. Apa jangan-jangan kamu menggoda para pelanggan itu agar mau beli disini? Seperti apa yang ibu kamu lakukan dulu," sindir seorang wanita paruh baya.
Raline yang sedang merapikan rak-rak yang biasanya digunakan untuk meletakkan roti-roti buatannya pun langsung menghentikan kegiatannya. Ia langsung menatap tajam kearah seorang wanita paruh baya yang merupakan Tantenya atau adik kandungnya dari ibunya yang dari dulu tak pernah suka dengan keluarganya. Bahkan sering sekali melontarkan perkataan yang membuat Raline marah karena ucapannya yang sudah sangat keterlaluan.
"Cukup Tante......!"
Raline menampilkan ekspresi yang marah ketika ada orang yang menjelek-jelekkan ibunya. Ia tak peduli jika orang diluar sana mengatakan hal yang buruk sekalipun tentang dirinya tapi Raline tak bisa terima jika ada orang diluar sana bahkan keluarga sendiri mengatakan hal-hal yang buruk tentang kedua orang tuanya. Jadi Raline tak akan tinggal jika hal tersebut terjadi.
"Selama ini aku tak banyak bicara ketika Tante mengambil semua hak waris yang ditinggalkan oleh kakek untuk aku dan Radit. Bahkan aku juga tak peduli ketika Tante harus mengambil rumah peninggalan ayah yang seharusnya untuk aku dan Radit. Tapi aku gak bisa terima ketika Tante menjelek-jelekkan ibu. Aku akan selalu menjaga nama baik ayah dan ibu serta membalas siapapun yang berusaha untuk berbicara buruk tentang mereka." Raline menatap sang Tante dengan sangat tajam.
Wanita yang bernama Liana itu tampak terlihat marah ketika keponakannya sendiri berani membalas ucapannya. Rasa bencinya terhadap kakaknya serta keluarganya semakin bertambah. Selama ini ia memang selalu membenci kakaknya Lila karena ia merasa iri dengan kehidupan yang didapatkan oleh kakak kandungnya itu. Bahkan sang kakak merebut laki-laki yang ia sukai sejak dulu hingga akhirnya mereka menikah. Dan hal itu membuat Liana sangat membenci kakaknya hingga detik ini walaupun sang kakak sudah meninggal.
Liana berjalan mendekat kearah sang keponakan dengan ekspresi yang tak kalah marahnya.
"Asal kamu tahu gara-gara ibu kamu hidup Tante jadi berantakan. Bahkan gara-gara dia juga semua perhatian selalu saja tertuju kepadanya dan Tante benci melihatnya," teriak Liana penuh emosi.
Raline sendiri tak tahu apa masalah antara sang ibu dan juga sang Tante tapi bukan berarti sang Tante bisa bersikap seenaknya sendiri.
"Aku gak peduli dengan masalah Tante dan juga ibu tapi yang pasti sikap Tante yang terus saja mengganggu hidup aku dan juga Radit benar-benar menyebalkan. Mulai hari ini aku gak akan peduli lagi Tante mau bilang apapun tentang aku dan aku juga tak peduli jika Tante mengatakan hal-hal buruk tentang aku dan juga Radit karena bagi kami Tante bukan lagi keluarga kami. Jadi sebaiknya Tante pergi dari sini sebelum aku melakukan hal-hal yang buruk kepada Tante," usir Raline.
Liana tentu saja marah ketika keponakannya sendiri mengusir dirinya. Rasa bencinya semakin memuncak ketika sang keponakan bisa membalas segala ucapannya.
"Tante gak akan tinggal diam. Nanti Tante pastikan untuk terus mengawasi kamu. Jika kamu masih terus berusaha mengambil pelanggan Tante maka Tante akan bertindak," ancam Liana.
Raline tak membalas sama sekali ancaman dari sang Tante. Ia tak peduli apapun yang sang Tante katakan atau bahkan ia tak peduli jika sang Tante melakukan hal-hal yang buruk karena ia yakin jika ia bekerja dengan baik maka hal baik akan terjadi kepada dirinya. Dan selama ini prinsip itu yang ia pegang. Sang ibu selalu mengatakan hal itu dan sejauh ini pesan dari sang ibu sangat berarti bagi kehidupan Raline.
Liana pun meninggalkan toko roti milik Raline dengan ekspresi yang sangat marah. Sedangkan Raline kembali melanjutkan bersih-bersih karena ia harus segera pulang untuk bisa beristirahat karena besok pagi ia akan mulai menyiapkan roti-roti kembali.
Sementara itu di ruang santai tampak sepasang suami dan istri paruh baya sedang menikmati minumannya masing-masing. Suasana yang awalnya santai berubah sedikit serius ketika wanita paruh baya ingin mengatakan sesuatu yang serius.
"Maksud kamu apa sayang jika kamu pernah membuat janji dengan sahabat kamu dulu?" tanya Rafael kepada sang istri.
Wanita yang bernama Davina tampak menampilkan ekspresi yang serius.
"Kamu kenal Lila kan?" tanya Davina balik.
Rafael mencoba mengingat nama yang disebutkan oleh sang istri hingga akhirnya ia menganggukkan kepalanya karena mengingat orang yang sang istri maksud.
"Dulu Lila banyak membantu aku ketika sedang dalam kesulitan dan dulu kita sama-sama berjanji jika kita memiliki anak dengan jenis kelamin yang berbeda maka kita bisa menjodohkan mereka. Dan tiba-tiba saja aku teringat akan janji itu karena setelah dia menikah aku kehilangan kontaknya. Jadi, apa bisa kamu mencari tahu keberadaannya sayang?" tanya Davina penuh harap.
"Tentu saja sayang aku akan mencari tahu keberadaan sahabat kamu itu agar kamu bisa kembali bertemu dengannya," jawab Rafael pasti.
Davina tersenyum mendengar jawaban dari suaminya karena jujur saja ia tiba-tiba teringat dengan sahabatnya itu dan juga tentang janji yang mereka ucapkan dulu. Jadi ia harus kembali bertemu dengan sahabatnya itu untuk bisa saling bertemu kembali dan bisa menjalin hubungan lagi. Dan soal janji perjodohan yang mereka katakan di masa lalu akan Davina pikirkan lagi. Jika memang memungkinkan maka Davina akan menjodohkan putranya Arsen dengan anak sahabatnya itu jika memiliki seorang anak perempuan. Karena Davina jujur tak suka melihat sang putra hidup sendiri sepanjang hidupnya. Jadi ia sebagai seorang ibu Davina akan mulai bertindak.