Sebuah Janji

1414 Words
Matahari belum menunjukkan sinarnya tapi tampak seorang wanita sudah sibuk di dapur menyiapkan beberapa roti yang akan ia jual di toko roti kecil miliknya. Walaupun toko roti kecil tapi banyak sekali pelanggan yang datang kembali ke toko roti itu karena mereka menyukai toko roti buatan dari wanita yang sedang sibuk di dapur. Sebenarnya toko roti ini adalah toko roti peninggalan sang ibu memang sudah memiliki banyak pelanggan setia jadi wanita itu hanya meneruskan toko roti yang sudah dibangun oleh sang ibu. Awalnya wanita ragu untuk meneruskan toko roti ini sejak sang ibu meninggal tapi wanita sadar jika ia butuh uang untuk melanjutkan hidupnya bersama adiknya jadi ia pun mulai mengambil toko roti peninggalan sang ibu. Dan untungnya roti buatannya sama seperti buatan sang ibu hingga para pelanggan setianya mengatakan jika rasa roti buatannya sama seperti buatan sang ibu. Hal itu benar-benar membuat wanita itu sangat senang. Ketika wanita itu sedang fokus dengan pembuatan roti-roti andalan di toko roti itu tiba-tiba ada seorang anak remaja masuk ke dapur dengan memakai celemek dan bersiap untuk ikut membuat kue. "Radit, ngapain kamu kesini?" tanya wanita ketika laki-laki remaja itu. Laki-laki remaja itu langsung mengambil adonan yang berada di meja dan bersiap mengisinya dengan coklat didalamnya. "Aku mau bantu Kak Rara buat siapin pesanan pelanggan. Bukannya kemarin kakak bilang jika ada pesanan roti coklat dan juga roti keju sebanyak 50 pcs dan akan diambil pagi ini. Jadi aku akan membantu kakak untuk menyiapkannya," jawab Radit santai. Wanita yang bernama Raline atau sering dipanggil Rara itu langsung menghentikan kegiatannya dan menatap kearah laki-laki remaja yang merupakan adik kandungnya. "Kamu gak usah bantu kakak. Lebih baik kamu siap-siap buat sekolah aja. Kakak gak mau kamu kelelahan gara-gara bantu kakak. Lagipula kakak sudah terbiasa melakukan ini. Jadi lebih baik kamu siap-siap untuk pergi ke sekolah aja," ucap Raline yang kembali fokus membuat adonan. "Hari ini aku libur sekolah kak karena di sekolah akan ada rapat guru gitu jadi aku seharian ini aku akan membantu kakak di toko," jawab Radit singkat. Raline menatap kearah sang adik untuk melihat apakah sang adik jujur atau tidak. "Aku gak bohong kak. Kalau kakak gak percaya, kakak bisa tanya langsung aja ke sekolah," kata Radit yang paham ekspresi curiga sang kakak. Walaupun Raline merasa aneh dengan alasan sang adik tapi untuk saat ini ia akan percaya dengan perkataan sang kakak. "Ok. Kakak akan percaya sama kamu. Tapi kamu jangan memaksakan diri. Setelah semua pesanan selesai kamu harus tetap belajar walaupun hari ini libur sekolah. Kakak mau kami pergunakan waktu dengan baik biar nanti kamu bisa mendapatkan beasiswa kalau ingin melanjutkan sampai kuliah karena kamu tahu sendiri kan kalau kakak gak sanggup buat membayar kuliah kamu jadi beasiswa adalah satu-satunya jalan kalau kamu mau melanjutkan pendidikan kamu." Raline mulai memperingatkan sang adik. "Aku tahu soal hal itu dan kakak gak perlu khawatir soal biaya kuliah aku. Sebisa mungkin aku akan berusaha untuk bisa mendapatkan beasiswa itu agar tak memberatkan kakak. Selama ini aku sangat tahu bagaimana perjuangan kakak selama ini untuk aku. Jadi aku tak akan pernah membuat kakak kecewa," janji Radit. Raline merasa lega karena sang adik bisa mengerti dengan kondisi mereka. Setelah mereka kehilangan kedua orangtua akibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu maka praktis Raline yang menjadi tulang punggung keluarga di keluarga ini. Saat itu Raline baru saja lulus SMA dan tak punya pilihan lain selain harus dewasa di usianya yang masih muda. Bahkan sebelum ia memutuskan untuk terjun di bisnis roti ini, Raline banyak melakukan pekerjaan untuk sekedar bisa menyambung hidupnya. Walaupun sampai sekarang pun kehidupan mereka tak mewah atau serba kecukupan tapi minimal untuk bisa makan sehari-hari Raline bisa memberikan makanan yang layak untuk sang adik. Walaupun itu berarti ia harus mengubur mimpi untuk melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang kuliah karena ia harus menjadi tulang punggung keluarga. Raline tak pernah menyesal dengan keputusan yang ia ambil untuk mengubur mimpinya itu karena baginya saat ini kebahagiaan sang adik jauh lebih penting. Maka dari itu selama ini Raline selalu bekerja lebih keras untuk bisa memberikan kehidupan yang lebih layak untuk sang adik. "Radit, maafin kakak kalau kakak belum bisa menjadi kakak yang baik. Kakak belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Bahkan kakak hanya bisa memberikan kamu kesusahan saja. Sekali lagi kakak minta maaf sama kamu," kata Raline dengan mata yang berkaca-kaca. Radit yang tadinya sedang memasukan cetakan berisikan adonan langsung menatap kearah sang kakak dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kakak gak usah bicara seperti itu lagi. Aku gak suka ketika kakak berkata seperti itu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kakak karena sejak ayah dan ibu meninggal kakak benar-benar bekerja keras untuk bisa memberikan aku kehidupan yang layak. Kakak rela bekerja sangat keras hingga bisa sampai di titik ini. Aku tahu jika kakak pasti merasa lelah tapi kakak tak memperdulikan semua hal itu dan lebih fokus untuk bisa terus bekerja jadi Kakak gak boleh berkata seperti itu lagi," ingatkan Radit. Raline mengerti dengan maksud perkataan sang adik tapi tetap saja ada rasa tak nyaman yang ia rasakan ketika ia tak bisa memberikan kehidupan yang baik. Walaupun kehidupan mereka sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya tapi tetap saja berbeda dengan kehidupan mereka sebelum ayah dan ibunya meninggal. Raline ingat benar dulu mereka termasuk keluarga yang sangat berkecukupan karena sang ayah memang memiliki pekerjaan yang bagus dan bahkan bisa dibilang saat itu kehidupan mereka sangat mewah. Tapi semuanya berubah ketika kedua orangtuanya meninggal dan semua harta yang seharusnya dimiliki oleh Raline dan Radit hilang begitu saja karena ternyata para saudara yang dulunya baik kepada mereka ternyata hanya ingin memanfaatkan mereka. Mereka dengan tega menipu Raline dan Radit lalu mengambil yang memang seharusnya menjadi miliknya. Dan yang tersisa hanya toko roti milik sang ibu dan juga rumah kecil milik kakek dan neneknya yang saat ini Raline serta Radit tinggali. Rasa marah jelas Raline rasakan melihat bagaimana orang-orang terdekatnya benar-benar membohongi dirinya tapi ia mencoba tak memperdulikannya dan lebih fokus untuk menata hidupnya bersama dengan sang adik. Walaupun berat harus bertahan tapi sejauh ini Raline bisa melalui semuanya dengan sangat baik. Dan di masa depan Raline sudah bertekad kepada dirinya sendiri untuk terus bekerja keras memberikan kehidupan yang jauh lebih baik daripada ini. Selanjutnya Raline dan sang adik Radit benar-benar fokus menyelesaikan pesanan kue dari pelanggan dan juga membuat beberapa roti yang akan ia jual hari ini. Dan keberadaan sang adik benar-benar sangat membantu Raline karena selama ini ia bekerja sendiri. Ia tak bisa membayar orang untuk bisa membantunya bekerja karena keuntungan dari berjualan kue juga gak banyak. Tapi sejauh ini Raline bisa membuat kue dengan baik dan juga melayani pelanggan dengan sangat baik. Yang pasti Raline selalu berusaha untuk membuat pelanggan yang membeli rotinya merasa puas. Sementara itu di sebuah balkon tampak seorang wanita paruh baya sedang menikmati sore dengan secangkir teh sambil melihat taman yang ia rawat terlihat sangat bagus. Walaupun usianya sudah kepala lima tahu kecantikannya benar-benar terpancar dengan sangat cantik. Mungkin karena dia adalah istri dari keluarga yang sangat kaya dan juga terpandang jadi secara penampilan jelas berbeda. Tapi walaupun begitu wanita itu bukan tipe orang yang sombong atau menjadi wanita kelas atas yang tak peduli dengan orang dibawahnya. Wanita paruh baya itu selalu berbuat baik kepada orang lain dan dalam keadaan apapun. Ketika wanita itu sedang menikmati waktunya tiba-tiba ada seorang laki-laki paruh baya yang duduk tepat disampingnya. Laki-laki yang langsung menatap wanitanya dengan tatapan cinta selama lebih dari tiga puluh tahun. Tatapan yang selalu sama dari dulu hingga saat ini. "Ternyata kamu ada disini. Dari tadi aku mencari tahu keberadaan kamu dan ternyata kamu sedang berada disini," kata laki-laki itu membuka suara. Wanita itu langsung tersenyum melihat keberadaan laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu. "Aku hanya ingin sedikit bersantai sejenak disini. Tadi aku lihat kamu sedang sibuk di ruang kerja jadi aku pikir gak mau ganggu kamu," jawab Davina sambil menyenderkan kepalanya di bahu sang suami. "Cuuupppp...." Rafael mengecup kening sang istri dengan sangat lembut. Ia sangat mencintai wanita yang dulu dijodohkan oleh kedua orang tuanya itu. Bagi Rafael Davina satu-satunya wanita yang akan menemani dirinya sampai tutup usianya. "Kamu kenapa? Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu sehingga kamu berada disini?" tanya Rafael dengan lembut. Davina tersenyum mendengar perkataan dari sang suami. Memang laki-laki yang ia nikahi sejak lama ini tahu banyak tentang dirinya. Dan Davina tak pernah bisa menyembunyikan apapun dari sang suami. "Aku hanya ingat janji yang aku ucapkan kepada Rina," jawab Davina menerawang jauh. "Janji apa sayang?" tanya Rafael lembut. Davina diam sejenak sambil berpikir apakah ini saatnya ia bercerita tentang janji yang ia buat dengan sahabatnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD