Bab 22: Day 1( Cucu Kesayangan)

1033 Words
Sepulangnya Adi dari sekolah ia langsung disambut dengan sindiran dari sepupunya Jefri. Pemuda itu tampaknya cabut lantaran terlihat dari beberapa bungkus makanan yang terletak di meja ruang tengah. "Enak banget, gunain kekuasaan kakek buat rapatin semua guru, terus terbebas dari tugas yang belum selesai." Sindir Jefri yang sepertinya mengetahui kejadian di sekolah tadi. Adi yang mendengar itu hanya tersenyum miring menatap Jefri dengan tenang, seperti yang Om Rendy nya ajarkan untuk tetap Tenang dalam menghadapi musuh dan sombong kan diri di hadapan orang yang merendahkan kita. " Oh jelas, gue kan cucu kesayangan, Kenapa? Gak bisa gitu juga yah? Kasian..." Ejek Adi tanpa memperdulikan raut wajah Jefri yang sudah memerah lantaran emosi. "Cuih, gunain kekuasaan buat gak dihukum aja bangga." Cibir Jefri kembali. " Jadi cucu yang gak dianggap aja bangga. Gak malu?" Tanya seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam dan langsung ikut nimbrung aksi saling olok mengolok antar sepupu itu. Adi terkekeh pelan lalu melangkah menuju kamarnya berada. Meninggalkan Kevin dengan Jefri yang sepertinya akan lama menyelesaikan urusan mereka. Berbeda dengan Adi yang malas meladeni orang seperti Jefri, Kevin sendiri malah merasa senang dan terhibur jika berhadapan dengan orang yang gampang terpancing seperti sepupu tirinya ini. "Kenapa? Gak bisa yah gunain kekuasaan sebagai cucu pamungkas? Iri? Bilang bos ! Papapale pale..." "b*****t!" "Eits... Selow boys, jangan pakai otot, gunain otak sesekali, OPS... Lupa! Gak punya otak sih, jadi gini." Setelah mengucapkan itu, Kevin langsung berjalan menuju kamarnya dengan tersenyum puas berhasil memancing emosi Jefri. Sebenarnya tidak tega sih, karena Jefri pun tak ada merugikan dirinya ataupun Adi, hanya saja sifatnya yang gampang terpancing emosi dan senang mengganggu ketentraman jiwa mereka, membuat Kevin selalu menjadikan Jefri sebagai target mulut pedas yang pedasnya melebihi sambel mercon yang sedang viral. Sesampainya di lantai atas, Kevin tidak menuju kamarnya melainkan kamar milik Adi. Begitu ia masuk, ia dapat melihat Adi yang tengah berganti pakaian, dan cukup terpukau melihat body Adi yang jauh dari perkiraan nya selama ini. Adi ternyata memiliki bentuk tubuh yang body goals kenapa ia baru menyadarinya yah? "Kenapa, Vin?" Tanya Adi yang melihat Kevin melamun di depan pintu. Kevin mengerjap pelan, mendadak ia merasa sudah seperti memiliki kelainan karena menyukai postur tubuh Adi. Kevin tidak menjawab melainkan langsung masuk dan merebahkan dirinya di atas ranjang Adi. "Maksud Jefri tadi apa? Gunain kekuasaan keluarga?" "Akh, itu tadi ada masalah sedikit di sekolah, jadi sesekali gunain predikat cucu kesayangan gak masalah kan?" Kevin mengangguk pertanda setuju. Ia juga sering menggunakan itu, meski sekolah tempatnya bukan lah milik keluarganya. Adi berjalan mengikuti om nya yang merupakan kepala sekolah, begitu melihat sang oom masuk ke dalam ruangan, Adi pun ikut masuk yang membuat om nya terkejut bukan main. "Astaga, Adi. Kenapa gak ketuk pintu dulu kalau mau masuk? Coba kalau om kena serangan jantung tadi?" Kaget Om Adi yang bernama Romy. Adi terkekeh sejenak lalu meringis tidak enak. "Sorry om, buru-buru tadi soalnya. Urgent." Romy tampak menghela nafas pelan. "Ada apa? Gak pernah sejarahnya kamu datang ke ruangan om seperti ini, ada masalah apa?" Adi tampak menimbang niatnya, tapi nasi sudah menjadi bubur, dari pada dibuang bagus ia tambah bawang goreng, kaldu dan suwiran ayam, kan makin maknyus. "Om, Adi belum selesai tugas, jadi bisa gak kalau jam pertama semua guru rapat, inikan hari Senin. Jadi wajar dong kalau diadakan rapat mingguan, sekalian om evaluasi." "Tugas apa kamu belum selesai?" Tanya Romy yang sedikit terkejut mendengar Adi belum siap tugas. "Tugas geografi dan itu mata pelajaran jam pertama, gimana om? Bisa kan?" Romy mengangguk, lagian ini pertama kalinya Adi meminta tolong kepadanya. Jadi tidak apa jika ia menuruti permintaan Adi. "Yes, thank you om. Adi pamit ke kelas dulu." Riang Adi yang langsung keluar dari dalam ruangan. Kevin tertawa ngakak mendengar cerita dari Adi. Bayangkan, anak teladan seperti Adi tidak siap tugas, bukannya menemui guru mata pelajaran malah langsung menemui kepala sekolah nya, kurang keren ala lagi. "Di, di. Coba sesekali lu rasain deh gimana rasanya dihukum di tengah lapangan yang panas selama jam mata pelajaran sambil menghormat bendera.". "Amit-amit jangan pernah deh, pasti malu banget." Adi bergidik ngeri, demi apa pun, ia tidak bisa membayangkan jika berada di posisi itu. Selama ini ia selalu mengupayakan untuk tetap menjadi siswa teladan seperti keinginan ayah dan bundanya dulu. Kevin tertawa ngakak lalu berdiri dan keluar dari kamar Adi menuju kamar nya sendiri. Tapi sebelum itu, ia menatap Adi terlebih dahulu. "Siap-siap, misi mau segera dijalankan." Adi mengacungkan jempolnya lalu merebahkan diri di atas ranjang. Membayangkan kehidupannya yang berubah total setelah keanehan dalam mimpi itu. Ia yang dulu tidak pernah berpikir mengenai kecelakaan itu lagi, malah sekarang kembali mengungkap semua nya agar lebih jelas. Padahal dulu ia hanya ingin hidup dengan tenang tanpa embel-embel perusahaan keluarga ataupun yang lainnya. Makanya ia heran ketika sang kakek seolah memaksanya untuk terjun ke dalam dunia perusahaan itu, jelas-jelas bukan hanya dirinya saja yang menjadi cucu di keluarga ini, tapi entah kenapa sang kakek hanya terfokus padanya saja. Tok! Tok! Tok! "Siapa?" Teriak Adi begitu ada orang yang mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka menunjukkan sang kakek yang terlihat baru saja pulang dari kerja. "Ada apa, Kek?" "Kamu gak makan dulu? Ayo makan. Kakek ajak Kevin, kamu duluan aja ke ruang makan." Adi mengangguk, ia segera mengganti baju lalu keluar dari kamar. Namun matanya melihat ke arah ruangan di sebelah kamar yang merupakan ruang kerja milik sang kakek yang nantinya akan ia gunakan sebagai ruang belajar sekaligus mencari arsip dan data mengenai kebenaran yang ka butuhkan. Adi berjalan menuju meja makan dan ternyata di sana sudah ramai dengan om, Tante dan sepupunya. Adi baru tahu jika keluarga pamungkas begitu kompaknya dalam perkumpulan makan seperti ini. "Lama banget. Gak tau jam lu yah?" Tanya Jefri tidak santai. Adi tidak menanggapinya, melainkan diam menunggu kedatangan Kevin dan kakek yang sepertinya sangat lama sekali.. hingga tak lama tampak Kevin datang dengan raut wajah yang tenang. Dan makan siang pun di mulai dengan khidmat. Adi melirik ke arah Kevin dan kebetulan Kevin juga tengah menatapnya, keduanya saling lirik satu sama lain sebagai tanda aba-aba akan rencana mereka. Jefri yang melihat itu mengernyitkan dahinya heran, Adi dengan kevin dulunya tidak sedekat itu, lantas kenapa sekarang tiba-tiba jadi dekat? Ada yang tidak beres seperti nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD