Bab 21: day 1

1118 Words
Pagi harinya Adi yang sudah mengenakan seragam sekolah turun dari lantai dua menuju ruang makan. Ia melirik ke arah kamar Kevin dan sepertinya sepupu nya itu sudah terlebih dahulu turun. "Romi, nanti akan ada rapat di sekolah, kalau bisa tunjuk beberapa guru saja agar pembelajaran bisa berjalan normal." Sayup-sayup Adi dapat mendengarkan onbolan di meja makan itu, hingga matanya melirik kevin dengan geli, tampak pemuda itu kebosanan dan seperti kambing congek di atas meja makan. Hingga Kevin yang melihat kedatangan Adi mengedipkan matanya pertanda misi telah dimulai sejak pagi ini sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. "Adi, sini makan. Tadi kakek udah minta Bibik buat masak dendeng kesukaan kamu," ujar pamungkas yang tampak sangat antusias menyambut kedatangan cucunya. Beberapa orang yang mendengar dan melihat itu hanya bisa diam, sedangkan Kevin merotasikan matanya tanda jengah melihat drama kolosal ini. Adi sendiri hanya tersenyum sembari menerima uluran piring berisi dendeng yang memang menjadi makanan kesukaannya sejak dulu. "Makasih, Kek." Balas nya yang memilih makan dengan tenang tepat di hadapan Kevin. Posisi mereka saat ini berada di kanan dan kiri pamungkas yang duduknya berada di tengah. Bukan keduanya yang memilih duduk di sini, melainkan sang kakek lah yang mengaturnya. Bahkan Jefri yang sudah lama tinggal di sini duduk di kursi pojok, dan sedari tadi sepupu tirinya itu menahan amarah. Tanpa memperdulikan keluarganya yang lain, Adi berdehem pelan sebagai kode untuk Kevin. "Emm... Kek, Adi butuh ruangan kosong lah buat melukis. Soalnya di kamar gak muat," ujar Adi dengan wajah yang menatap Kevin singkat. Pamungkas tamlak berfikir sejenak, lalu mengangguk sembari menelan nasi goreng yang baru saja ia kunyah. "Boleh, nanti kakek buatkan ruangan di bawah. Kebetulan masih ada lahan kosong." Adi menggeleng menolak usulan dari kakeknya. "Gak perlu repot-repot kek, Adi pakai ruang kerja di sebelah kamar Adi aja. Kan udah gak kakek pakai?" Adi tahu jika ruang kerja kakeknya sudah berada di dalam kamar pria tua Bangka itu sendiri. Dan juga tidak ada lagi ruang kosong yang nantinya akan mempersulit rencana mereka, dengan ruang kerja dulu dijadikan ruang belajar mereka akan semakin mudah mencari kebenaran nya. Pamungkas tampak berpikir. Kemudian mengangguk setuju dengan usulan cucunya, apa yang tidak ia lakukan demi Adi. Cucu kesayangan yang selama ini selalu menghindar dari keluarga besar nya. "Boleh lah, nanti kakek minta semua dibersihkan karena berkas-berkas kakek masih di sana semua." "Gak usah, ngerepotin kakek nanti. Biar aja berkas itu di situ sekalian nanti Adi sama Kevin belajar perusahaan, kata kakek kan perusahaan itu buat Adi ke depannya." Pamungkas yang mendengar celetukkan cucunya tersenyum sumringah. Akhirnya Adi ada niat untuk mengelola perusahaan nya paling tidak sudah memiliki niat itu lebih baik dari pada Adi yang kemarin tidak mau sama sekali. Kevin tersenyum miring menatap ke arah Adi. Rencana mereka ternyata berjalan dengan lancar sekarang. Satu langkah telah mempermudah mereka untuk mencari tahu yang sebenarnya. "Adi udah siap, berangkat dulu yah kek, om, tante." Kevin yang melihat itu ikut bangkit dari duduknya berjalan menuju pintu depan. "Kevin, gak mau pamitan?" Tanya pamungkas yang melihat cucunya itu pergi tanpa berpamitan dengan nya. Kevin menghela nafas panjang. Lalu balik badan dan menghampiri posisi pamungkas. Pemuda itu mengulurkan tangannya untuk mengalami sang kakek. "Gini baru cucu kakek, lagian kamu dari tadi gak mau ngomong, bisu kamu?" "Gak, lagi males ngomong aja." Pamungkas mengangguk, ia tahu jika kedua cucunya ini memilih untuk tinggal di rumah sendiri alih-alih tinggal di mansion besar milik nya. Merasa tak ada lagi yang perlu dibicarakan, Adi serta Kevin memilih meninggalkan mansion tanpa memperdulikan keluarga lainnya. "Di, mungkin ini masih terasa mudah gampang, tapi kita gak tau ke depannya bisa saja lebih berat atau bahkan buat kita hampir nyerah. Jadi mulai dari sekarang harus siap sedia." Adi mengangguk, ia pun menyadari hal ini, ke depannya akan semakin sulit nantinya dan semoga saja mereka bisa melewati semuanya. Sesampainya di sekolah, Adi langsung menuju ruang kelasnya. Sedangkan Kevin sendiri beda sekolah dengan Adi, pemuda itu sudah terlebih dahulu pergi ke sekolah nya yang kebetulan berada satu jalur dengan jalan ke sekolah Adi. "Di, udah selesai belum tugas kelompok?" Adi mengerjakan matanya heran, apa katanya? Tugas kelompok? "Di, kok malah bengong." Tanya teman sekelasnya yang ia tahu bernama Alexa. "Tugas kelompok apa?" "Astaga Adi, ituloh tugas kelompok geografi kemarin. Masa gitu aja lu gak inget sih." Adi kembali dibuat bingung. Seingatnya ia tidak pernah mendapat tugas kelompok apa pun untuk Minggu ini. Lantas kapan tugas itu diberikan? Sedangkan ia sendiri merasa tidak pernah mendapatkannya. "Di, beneran elu gak inget?" Tanya Alexa kembali dan jawaban Adi tetap sama, menggeleng tidak. Alhasil alexa panik sendiri, ia bahkan sudah bergerak heboh ketakutan lantaran tugas mereka belum selesai dikerjakan. Adi yang melihat itu malah merasa bersalah sebab ini terjadi karena dirinya, tapi yang mengherankan kapan ia diberi tugas ini. "Xa, ijin nanya. Tugas ini kapan dikasih?" "Dua minggu yang lalu." Adi berusaha mengingat kejadian yang terjadi dua Minggu yang lewat, dan ia sama sekali tidak mengetahui apa pun itu. Hingga ketika ingatannya berputar pada kejadian di mimpinya, mengerjap kan matanya tidak percaya, serius? Semua yang terjadi di mimpi itu menjadi kenyataan? Ini menjadi penguat dugaan nya tentang pertanda di mimpi itu. "Di, gimana? Kok malah melamun." Adi meringis pelan, lalu menatap ke arah kepala sekolah yang merupakan pamannya. Menyeringai pelan, Adi berlalu dari sana menuju ruang kepala sekolah entah apa tujuannya. Alexa sendiri hanya menggeram marah lantaran di acuhkan oleh Adi di saat-saat se genting ini. Begitu bel berbunyi, barulah Adi terlihat masuk ke dalam kelas masih lengkap dengan tas miliknya. Penampilan Adi kembali seperti semula, rapi dan tidak berantakan seperti kemarin. Ia duduk dengan tenang tanpa peduli Alexa yang sudah blingsatan kebingungan hendak mempresentasikan apa nantinya. Gadis itu menatap Adi dengan tajam dan penuh dendam, ia akan membalas pemuda itu jika sampai ia dihukum. Lihat saja nanti. Akan tetapi baru saja Alexa mengumpati Adi, sebuah pengumuman dari ketua kelas membuat Adi tersenyum miring sedangkan Alexa melompat lompat kesenangan tanpa memperdulikan teman sekelasnya yang menatap ia dengan geli. "GURU RAPAT, JADI JAM KOSONG YAH GUYS!" "ALHAMDULILLAH YA ALLAH, ENGKAU MEMANG MAHA PENOLONG HAMBAMU YANG TERDZOLIMI INI." Teriak Alexa yang bahkan suaranya bisa terdengar sampai ke ruang guru yang kebetulan berada tepat di lorong sebelah kelas Adi. Adi sendiri menggeleng pelan, ia memilih membawa buku milik pamannya yang ia pinjam sewaktu dari Malaysia kemarin. Buku tentang sebuah dugaan adanya dimensi lain selain dunia yang sedang dijalaninya sekarang. Memilih berteduh di bawah pohon rindang yang berada di taman belakang sekolah, Adi membaca lembar per lembar buku dengan tenang seolah menyelami maksud isi buku tersebut. Hingga ketika ia menemukan sebuah tulisan mengenai dunia paralel di situ ia mulai mengkaitkan semua yang terjadi dengan dirinya saat ini. "Apa mungkin dunia itu ada banyak?" batinnya penuh tanya. Namun tentu saja tidak ada yang menjawabnya selain ia sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD