Bab 10

835 Words
Sepanjang perjalanan, Feiza terus diam dengan Furqon yang juga tampak mengemudi dengan tenang di sisi kanannya. Tidak ada seorang pun yang bicara. Entah ke mana tujuan mereka, Feiza masih belum tahu. Furqon benar-benar tidak berniat memberitahunya. Membuat gadis itu hanya bisa menghela napasnya beberapa kali dengan pelan namun gusar sembari menatap pemandangan yang ada di luar mobil dari kaca jendela yang ada di sisi kirinya. Yang Feiza tahu dengan pasti, mereka masih berada di daerah kota tempat tinggalnya. Itu saja. Ponsel sebenarnya bisa menjadi distraksi terbaik untuk memusatkan perhatian Feiza agar tidak terlalu merasakan keheningan yang tercipta dalam mobil sedan berwarna putih itu. Namun, Feiza memilih tidak melakukannya. Ia takut melewatkan akan ke mana sebenernya Furqon membawanya, hingga beberapa saat setelahnya, laki-laki jangkung itu membelokkan mobilnya masuk ke dalam basement salah satu mal di kota. Feiza sedikit mengernyitkan dahi, ia sama sekali tidak menyangka jika Furqon akan mengajaknya ke mal jika mengingat senyum misteriusnya. Jadi, ke tempat seperti ini Furqon mengajaknya jalan-jalan? Ya Allah Rabbi. Feiza sempat berpikir laki-laki itu akan mengajaknya ke tempat wisata seperti bukit, air terjun, tempat yang unik atau apa lah itu. Ternyata tidak. Furqon hanya mengajaknya ke mal. Sama sekali di luar ekspektasinya. Bukannya Feiza berharap Furqon mengajaknya berwisata ke tempat-tempat semacam itu. Sama sekali tidak! Namun tetap saja, gadis itu masih sama sekali tidak menduganya. "Ayo, Feiza!" ajak Furqon kepada Feiza sebelum laki-laki itu turun terlebih dulu dari dalam mobil. Feiza kira setelah di luar Furqon akan berjalan ke sisi mobil sebelah Feiza dan membukakan pintu untuknya seperti seorang gentleman lakukan kepada pasangannya yang biasa Feiza lihat di film atau tayangan reels Instagramnya. Tapi ternyata tidak. Furqon malah tampak berdiri menunggunya di luar sembari memainkan ponsel. Feiza menertawakan dirinya sendiri karena itu. Ini semua lucu. Seharusnya Feiza tidak pernah berharap atau bahkan berpikir laki-laki seperti Furqon akan melakukan hal-hal semacam itu. Furqon bukan Fahmi yang begitu act of service kepadanya. Dan sekali lagi Feiza menertawakan dirinya karena tiba-tiba ia teringat akan Fahmi yang tidak lebih dari seorang teman baiknya dan membanding-bandingkannya dengan Furqon yang kini ada di depannya. Tentu saja mereka berbeda. Meski sama-sama putra seorang kiai, keduanya adalah individu berbeda yang memiliki latar belakang, sifat, dan karakternya masing-masing. Lagi pula Feiza tidak memiliki perasaan khusus kepada kedua laki-laki itu, mengapa masalah membukakan pintu mobil mengganggunya dan membuat Feiza harus membandingkan-bandingkan mereka? Feiza kembali tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia kemudian melepas sabuk pengaman yang melingkari tubuhnya dan keluar dari dalam mobil untuk menghampiri Furqon. "Njenengan mau belanja apa, Gus, di sini? Kenapa tidak belanja di Supermal Plosojati saja?" tanya Feiza begitu sampai di sebelah Furqon mempertanyakan tujuan Furqon mengajaknya ke salah satu mal kotanya itu. Jika hendak berbelanja, Supermal Plosojati yang ada di dekat kampus mereka di kota rantauan tentu pilihan terbaik menurut Feiza. Mal itu cukup besar tidak kalah dari mal ini dan semua hal yang siapa pun inginkan seolah-olah juga bisa dibeli di mal itu. Mulai dari barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok atau kebutuhan primer manusia seperti makanan dan minuman, hingga kebutuhan sekunder, bahkan kebutuhan tersier. Dan yang paling penting, Supermal Plosojati satu kota dengan tempat hunian mereka. Kenapa Furqon tidak berbelanja di sana saja? "Ada pokoknya. Kamu ikut saja," jawab Furqon tersenyum lalu secara tiba-tiba menggenggam tangan Feiza dan mengajaknya bergandengan tangan. Feiza langsung membelalakkan mata melihat ke arah tangannya. Ia sangat terkejut karena tangannya yang tentu lebih kecil dibanding ukuran tangan Furqon tiba-tiba sudah berada di genggaman tangan Furqon, dilingkupi oleh tangan besar laki-laki itu. Furqon menyadari keterkejutan Feiza. Namun, ia tidak melepaskan pegangannya dan malah mempererat genggaman tangannya. Bibir tipisnya mengulas senyum. Selama Feiza diam dan tidak memprotes tindakannya, berarti tidak apa, Furqon bisa melanjutkan apa yang dilakukannya itu. Sebenarnya Feiza ingin protes dan marah atas apa yang Furqon lakukan, tapi gadis itu menahannya mengingat tujuan misinya yang belum berhasil dan tercapai. Sementara ia harus menurut pada Furqon agar laki-laki itu menurut padanya nantinya mengenai di mana Feiza ingin tetap tinggal ketika sampai di kota rantauan. "Yuk!" tukas Furqon menggoyangkan tangan mereka lalu mengajak Feiza mulai berjalan mengayunkan tungkai. Tempat pertama yang Furqon datangi adalah pusat oleh-oleh. Masih menggandeng tangan Feiza, ia mulai melihat dan memilih oleh-oleh yang akan dibelinya. "Gus Furqon mau beli oleh-oleh?" tanya Feiza. "Iya," singkat Furqon membalasnya. "Untuk apa? Buat siapa?" lanjut Feiza dengan pertanyaannya. Ia mulai merasakan kekhawatiran di hatinya. Terlebih, ketika Furqon mengambil cukup banyak jajanan khas kotanya yang memang biasa dijadikan oleh-oleh dari etalase. Seperti hendak memborongnya. Furqon mau membagikan jajanan itu ke teman-teman kampusnya? Mengumumkan pernikahannya dengan Feiza? Atau ... apa? Bukannya Feiza merasa terlalu percaya diri atau bagaimana. Namun, kemungkinan tersebut tentu tidak mustahil, bukan? Bagaimana jika benar Furqon akan terang-terangan membeberkan pernikahannya dengan Feiza? Tak lama, pihak kampus tentu akan segera mendepak Feiza dari daftar mahasiswa yang memperoleh beasiswa jika hal itu terjadi. "Ada. Nanti kamu tahu sendiri," jawab Furqon yang lagi-lagi tidak bisa menuntaskan rasa keingintahuan Feiza. Terlebih, laki-laki itu memasang senyum misteriusnya. Kali ini perasaan Feiza jadi benar-benar tidak enak. Lalu ... perasaan tidak enak itu terbukti beberapa waktu selanjutnya. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD