Episode 3

1281 Words
Siang itu di kota London, udara terasa semakin dingin, meskipun matahari menyinari belahan kota itu tapi nyatanya hawa musim dingin sudah mulai terasa. Alan terlihat termenung di dalam ruangan nya, masih memegang sebuah foto seorang wanita memakai dres putih selutut dan di sampingnya berdiri seorang pria yang tidak lain adalah dirinya sedang berpose konyol sambil melingkarkan tangannya di pinggang sang wanita. Ya, Alan sedang memandangi foto dirinya dan sang kekasih yang sudah meninggal dunia yaitu Sofia. Sudah setahun pria itu di tinggalkan oleh kekasihnya yang sangat di cintai itu, tapi kenyataannya rasa cinta dan sakit itu masih ada sampai sekarang. Alan tidak habis pikir dengan wanita yang tega menabrak Sofia dan meninggalkan jenazahnya tergeletak di jalan begitu saja, mengingat hal itu Alan menjadi semakin marah. Amanda Alfredo, kamu harus membayar semuanya, aku tidak akan membiarkan wanita pembunuh seperti mu bisa hidup santai dan berkeliaran kemana-mana. Saat ini aku tidak akan melaporkan mu ke polisi, melainkan aku akan menyiksa batinmu terlebih dahulu, agar kamu bisa merasakan sakitnya di tinggal pergi oleh orang yang kamu cintai, saat ini aku akan mendapatkan hatimu. Batin Alan sambil mengusap setitik air matanya yang jatuh. Terdengar suara ketukan di pintu dan tidak lama setelah itu James masuk dengan membawa sebuah map berwarna coklat. "Tuan, ini adalah aktivitas nona Amanda setelah sampai di London kemarin." Ucap James menyerahkan amplop coklat itu yang berisi lembaran foto Amanda sesaat setelah wanita itu meninggalkan airport. "Bagus, aku harus mulai mendekati wanita itu dan mengambil hatinya, akan ku buat dia jatuh cinta padaku sampai tidak sanggup untuk kehilangan ku." Ucap Alan dengan suara tegas dan wajah yang dingin. "Maaf tuan, apakah anda benar-benar akan melaksanakan rencana itu? kenapa anda tidak memprosesnya secara hukum saja, agar pihak berwajib langsung bisa menanganinya?" Tanya James. "Tidak James, aku harus membuat wanita itu menderita terlebih dahulu, menyiksa batinnya sampai wanita itu tidak bisa lagi untuk sekedar menangisi dirinya sendiri." Jawab Alan. James hanya bisa diam dengan keputusan atasannya itu. Sebenarnya pria itu masih belum begitu jelas perihal siapa yang menabrak Sofia yang sebenarnya. Tetapi sudah bisa di pastikan bahwa mobil itu milik Amanda Alfredo, meskipun mobil itu juga sudah di lenyapkan. Sehingga para petugas kepolisian sangat sulit untuk mencari bukti-bukti siapa yang menabrak Sofia. "Lalu selanjutnya apa rencana anda tuan?" Tanya James. "Aku ingin menarik perhatian nya dan merebut hatinya, akan ku buat dia jatuh cinta padaku setelah itu aku akan membuat nya menderita dengan cara kehilangan orang yang dia cintai, seperti aku waktu dulu, kehilangan cinta ku, wanitaku, kekasihku hanya karena perbuatan wanita itu, aku harus membalasnya lebih kejam, James." Ucap Alan dengan mata menyala mengobarkan bendera perang. Sepertinya sudah saatnya dia beraksi untuk membuat Sofia tenang di alam sana dengan cara balas dendam. "Mulai sekarang anda harus pintar berakting tuan, jangan menunjukkan wujud asli anda, tapi bersikaplah selembut mungkin agar wanita itu terbuai daj langsung jatuh cinta pada anda." Ucap James memberi saran. "Ya, aku tahu,, sekarang anda harus sudah melatih diri untuk menjadi pria yang hangat dan lembut." Alan langsung menatap tajam ke arah asisten nya itu. "Apa maksudmu selama ini aku bukan pria yang hangat dan lembut?" James langsung menunduk. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka tanpa di ketuk terlebih dahulu. Sabrina masuk ke dalam ruangan Alan dengan senyum mengembang. "Sayang, aku sangat merindukanmu," wanita itu langsung berhamburan memeluk Alan dan merangkul kan tangannya ke leher Alan dari belakang. James yang sudah paham akhirnya memutuskan untuk pamit dan segera pergi dari ruangan atasanya itu. "Sabrina, jangan seperti ini, ku harap kamu bisa lebih sopan sedikit, ini kantor dan aku tidak ingin kalau sampai ada orang yang masuk ke dalam sini dan melihat kamu yang seperti ini!" Ucap Alan tegas membuat Sabrina mengerucutkan bibirnya. "Kenapa sih sulit banget buat kamu jadi sedikit hangat, gak dingin terus kaya gini?" Tanya Sabrina sedikit kesal. Alan langsung berdiri dan berjalan ke arah jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan sudut kota london. "Sabrina, sebenarnya aku ingin ngomong sama kamu," Ucap Alan. Sabrina langsung memeluk Alan dari belakang."Memangnya mau ngomong apa sayang, aku dengan setia akan mendengarkan." Alan melepaskan tangan mungil Sabrina yang ada di perutnya. Lalu kemudian pria itu membalikkan badannya. "Oh ayolah sayang, jangan membuatku penasaran!" Sabrina cemberut di buat seperti anak kecil yang sedang merajuk. Alan menghela napas melihat tingkah Sabrina yang seperti anak kecil, sangat berbeda dengan Sofia yang sangat kalem dan lembut. "Sebentar lagi aku ada meeting, jadi sebaiknya kamu pulang saja," ucap Alan kembali duduk di kursi kebesarannya. Entah kenapa semakin hari Alan juga merasa jengah dengan tingkah Sabrina yang seperti itu. Awalnya dia memang berusaha untuk melupakan Sofia dengan cara menjadikan Sabrina sebgai kekasihnya. Karena hanya wanita itu yang bisa dekat dengannya setelah kepergian Sofia. Sabrina bisa menjadi obat pelipur lara pada saat itu, tapi semakin ke sini Alan merasa tingkah Sabrina sudah membuatnya malas. Mungkin setelah dia bisa mendapatkan hati Amanda, Alan akan memutuskannya karena itu juga akan menjadi rencananya. "Aku akan menunggumu di sini." Ucap Sabrina duduk di sofa yang ada di ruangan itu. "Tidak perlu, karena seharian ini aku akan sibuk, setelah meeting aku juga akan bertemu dengan klien penting, jadi lebih baik kamu pulang dulu." Jawab Alan membuka beberapa berkas di atas meja. "Baiklah sayang, aku akan pulang, tapi nanti malam kita bisa keluar untuk makan malam?" Alan masih fokus dengan berkas-berkas nya. "Sayang, kenapa diam saja!" "Nanti kalau bisa aku kabari." Sabrina mendengus mendengar jawaban Aland yang begitu dingin itu. "Baiklah, aku pulang sekarang." Sabrina langsung berdiri dan berjalan keluar dari ruangan Alan dengan menghentakkan kakinya sedikit keras, sehingga menimbulkan suara. ### Amanda baru saja selesai membersihkan diri dan segera merias wajahnya dengan make up yang natural. Rencananya siang ini dia akan pergi ke perusahaan Papanya. "Halo, iya Pa, nanti aku akan ke kantor, sudah lama sekali aku tidak berkunjung ke sana." Amanda tampak berbincang dengan sang Papa di telepon. "Baiklah, aku akan ke sana sendiri." Amanda mematikan panggilan itu. Setelah bersiap diri akhirnya Amanda langsung memutuskan untuk segera pergi ke perusahaan. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga puluh menit akhirnya Amanda sampai di kantor Papanya JH Corp. "Selamat siang Nona Amanda." Sapa salah satu karyawan yang bekerja di perusahaan itu. "Selamat siang," jawab Amanda ramah. Semua karyawan sudah banyak yang tau siapa Amanda, karena dulu sebelum di tugaskan untuk mengurus perusahaan canang di Indonesia, Amanda memang sempat bekerja di perusahaan Papanya sebagai wakit direktur. Wanita itu memang pekerja keras, dia ingin bisa menjadi wanita karir yang sukses seperti Papanya, apalagi setelah di tinggal sang Mama wantu itu. Amanda berjanji akan menjadi kuat dan yang di lakukan hanya belajar dan bekerja. Pasalnya Amanda juga ingin mengalihkan kesedihannya setelah kematian sang Mama dengan cara seperti itu. Amanda sudah sampai di depan ruangan CEO, sekretaris Papanya yang bernama Elise menyambut nya dengan senyuman hangat. "Tuan Jonathan sudah menunggu anda, Nona." Ucap Elise. "Baiklah, aku akan segera masuk ke dalam." Jawab Amanda. Kemudian Amanda langsung masuk dan melihat Papanya yang sedang sibuk berbincang dengan seseorang. "Selamat siang," dua orang itu langsung menoleh. "Sayangku, Amanda,, akhirnya kamu datang, ayo duduk dulu, nak." Sapa Papa Jhonatan. Amanda masih mengamati pria yang juga tengah menatap ke arahnya itu. Alfrefo yang melihat kedua anak muda itu saling menatap akhirnya angkat bicara. "Dia adalah putriku tuan Alan." Ucap Alfredo. "Dan Amanda, pria muda ini adalah Alan Abraham Smith. Rekan bisnis Papa." Ucapnya kemudian. Amanda tersenyum kemudian duduk di samping kursi Papanya. "Bukankah anda wanita yang di airport itu, Nona?" Tanya Alan. "Oh iya, aku baru ingat sekarang." Jawab wanita itu menatap ke Alan. "Apakah kalian sudah saling mengenal?" Tanya Jonathan. "Belum, kami belum saling mengenal, tapi kemarin tidak sengaja bertemu di bandar." Jawab Amanda tersenyum. Alan bisa melihat raut wajah Amanda yang memang sangat cantik itu. 'Aku tidak perlu bersusah payah untuk mengenalmu, Amanda.' Batin Alan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD