Episode 1

1036 Words
Amanda menatap pantulan dirinya di cermin. Dia memoles sedikit pewarna bibir agar tidak terlihat pucat. Sebenarnya selama beberapa hari ini wanita itu terlihat sangat sibuk dengan segala macam pekerjaan yang harus segera diselesaikan. "Sempurna." Ucap Amanda tersenyum memandang tubuhnya yang semampai itu. Tidak hanya cantik, Amanda juga memiliki tubuh yang sempurna bagi seorang wanita. Wanita itu mengambil tas di atas meja rias dan tidak lupa mengambil ponselnya yang sedang di charge di nakas. Sambil berjalan keluar dari apartemennya Amanda membuka ponselnya dan melihat beberapa pesan yang masuk. Banyak sekali pesan yang masuk dari beberapa klien yang menginginkan bekerjasama dengan perusahaannya. Amanda tersenyum melihat tiga pesan dari Aaron. "My Princess, sudah tidur ya?" "Oh baiklah, kalau begitu jangan lupa mimpikan aku ya." "Jangan hanya aku donk yang selalu bermimpi tentangmu, eh maaf-maaf, salah ketik tapi tidak akan ku hapus karena sudah terlanjur. Hahaha, tapi ini serius! selamat malam My Princess." Lagi-lagi Amanda menarik kedua sudut bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman lebar di wajah cantiknya hanya karena membaca pesan itu. Ada sedikit getaran di hatinya setiap membaca pesan dari Aaron. Amanda menggerakkan tangannya ke atas dan merasakan debaran jantung yang tidak menentu. "Aaron, bagaimana aku tidak menyukaimu ketika setiap kalimat mu membuatku melayang." Amanda membalas pesan itu dan mengetikan berapa kalimat. "Tadi malam memang aku bermimpi tentangmu tapi sepertinya mimpiku itu itu sangat buruk." Amanda sedikit tertawa kecil ketika membalas pesan itu. Tidak berapa lama ada notifikasi pesan berbunyi. Ting! "Mimpi apa? seburuk apa My Princess! Oh ayolah jangan membuatku mati penasaran!" Rasanya senang sekali ketika mengerjai Aaron seperti itu. "mimpi apa ya sepertinya aku akan bercerita kali ini karena itu sangat buruk!" Ting! "My Princess, awas ya kalau bertemu kamu akan ku cium!" Amanda tertawa senang sekali saat berbalas pesan dengan Aaron apalagi membuatnya penasaran seperti ini. Tidak terasa Amanda sudah berada di samping mobilnya, diapun langsung masuk ke dalam mobil dan pergi meluncur ke perusahaan. London, Inggris. Alan sedang bersama Sabrina menuju ke sebuah tempat, sedari tadi Sabrina tersenyum bahagia. Pria di sampingnya ini akhirnya menjadi miliknya. Alan adalah sahabat Sabrina sejak dulu, disaat Alan sudah memiliki Sofia mereka masih tetap bersahabat, hingga akhirnya Sofia meninggal dan Alan menjadi sangat terpukul karena masalah itu. "Sofia, kita sudah sampai." Ucap Alan membuka sabuk pengamannya. "Kita berada di pemakaman?" tanya Sabrina melihat sekeliling. "Ya.. ayo kita turun, kita akan berziarah ke makam Sofia." Alan membuka pintu mobil dan keluar dari dalam. Sebenarnya Sabrina tidak tahu kalau Alan akan mengajaknya ke tempat itu. Wanita itu mendesah pelan, ternyata Alan masih memikirkan Sofia yang sudah lama meninggal. "Kapan kamu bisa melupakan Sofia dari hatimu Alan." Batin Sabrina miris. Ternyata kekasihnya itu belum move on dari wanita masa lalunya yang kini sudah damai di alam sana. "Ayo Sabrina!" seru Alan membuka pintu Sabrina. "Iya sayang, ayo aku juga ingin berkunjung ke makam Sofia." Alan menutup pintunya kembali ketika Sabrina telah keluar. Kedua orang itu berjalan menuju ke sebuah makan dengan nisan yang bertuliskan nama Sofia di sana. Hati Alan begitu sakit, perih yang dia rasakan saat mengunjungi makam kekasih yang sangat di cintainya itu. Mungkin tidak akan ada wanita lain yang bisa membuat Alan terpuruk kehilangan seperti ini. Alan meletakan bunga kesukaan Sofia di atas makam itu. "Sofia, aku meminta izin padamu untuk membalas semua dendanmu kepada seorang wanita yang telah membuatmu pergi dari sisiku untuk selamanya." Alan berusaha mati-matian untuk tidak mengeluarkan air matanya. Dia tidak ingin Sabrina melihatnya sebagai pria yang cengeng. "Sayang, aku berjanji padamu tidak akan pernah menyingkirkan namamu di hatiku meskipun kelak aku akan menikah dengan wanita lain. Sofia, hanya kamu satu-satunya wanita yang akan terus mengisi relung hatiku ini. Aku berjanji!" Sabrina meoleh menatap Alan yang sedang menutup matanya, wanita itu bisa melihat bagaimana perasaan cinta Alan terhadap Sofia. "Alan, aku akan selalu berada di sisimu menggantikan posisi Sofia di hatimu, akan ku pastikan bahwa kamu akan mencintaiku lebih besar dari pada cintamu terhadap Sofia!" Akhirnya setelah agak lama berada di pemakaman itu dengan renungan pikiran dan tujuan masing-masing, Alan mengajak Sabrina untuk pulang karena sebentar lagi akan segera turun hujan. Alan sudah menyiapkan diri untuk menyusun segala rencana untuk membalaskan dendamnya pada wanita yang telah menabrak Sofia. Dia telah mengantongi nama wanita pemilik mobil itu yang bernama Amanda. Sang sekretaris pribadinya juga sudah menyelidiki siapa Amanda itu. "Setelah ini kita akan kemana Sayang Sabrina?" tanya Sabrina sambil menggandeng lengan Alan dengan manja. "Aku akan mengantarmu pulang karena sebentar lagi aku juga sedang ada urusan penting," jawab Alan. Sabrina mengerucutkan bibirnya, dia tidak ingin pulang karena ia masih ingin bersama dengan kekasihnya itu. "Aku tidak mau pulang sayang, aku akan ikut bersamamu," ucap Sabrina membuat Alan menoleh ke arahnya. "Aku masih banyak pekerjaan Sabrina, tolong mengertilah. Kalau kamu ikut nanti yang ada aku tidak bisa bekerja," Sabrina menghentakkan kakinya kesal, tapi dia juga tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Alan saat ini. "Baiklah kalau begitu antarkan aku ke rumah sahabatku. Aku belum ingin pulang Sayang." Alan mengangguk pelan, Setelah itu mereka buru-buru masuk ke dalam mobil karena langit sudah semakin menggelap. Suara petir terdengar menyambar menandakan bahwa langit akan segera turun hujan. Setelah mengantarkan Sabrina ke rumah temannya, Alan langsung melajukan mobilnya ke sebuah tempat yang tidak lain adalah sebuah rumah mewah tempat di mana dia dan Sofia dulu sering menghabiskan waktu bersama. Rumah impian yang sangat diinginkan Sofia. Rumah itu tidak besar namun dibangun dengan gaya arsitektur Eropa membuat rumah itu terkesan elegan dan mewah. Seperti biasa, disaat kesedihannya melanda, pria itu langsung pergi ke rumah tersebut di mana di sana banyak sekali barang-barang milik Sofia, karena sebelum Sofia meninggal mereka telah berencana akan tinggal di rumah itu setelah menikah sampai memiliki anak dan membesarkan anak-anak mereka di sana. Alan langsung membuka pintu kamar dan melihat pemandangan di dalam sana yang dipenuhi oleh foto-foto kebersamaannya dengan Sofia. Tempat itu tidak pernah berubah dan tidak akan dirubah sama sekali, alam langsung duduk di sisi ranjang dan mengambil sebuah photo di nakas. "Sayang, Aku sangat merindukanmu. Kalau bukan karena wanita itu membunuhmu, bisa dipastikan kita sudah bahagia sekarang dan mungkin kamu telah melahirkan seorang bayi mungil yang tampan." Alan mencium foto itu lalu mendekapnya. Foto seorang wanita cantik yang akan selalu berada di hatinya meskipun wanita itu tidak ada lagi di dunia ini. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD