MEMULAI PEMBALASAN

720 Words
Pagi- pagi sekali Winarsih sudah berdandan cantik dan rapi seperti bias ajika dia akan menari. Sumi menatap putrinya itu dengan tatapan yang penuh dengan kekhawatiran “Ibu tenang saja,aku kan hanya menari di pesta pernikahan Kang Toriq. Bukan mau pergi jauh, Bu. Ibu tenang saja,ya.” “Ibu hanya cemas , bagaimana jika orang yang sudah membuatmu celaka itu ada di sana lalu mereka berniat mencelakakan dirimu karena takut kau akan membongkar kejahatan mereka?” tanya Sumi. Winarsih menghela napas panjang lalu menepuk bahu ibunya. “Bu, tenang saja,” tukasnya meyakinkan. Sumi hanya bisa mengangguk, dan mencoba untukyakin bahwea semua akan baik-baik saja. Tepat setelah Winarsih selesai terdengar suara orang mengetuk pintu rumah merela. Ternyata dia adalah Supardi yang bermaksud untuk menjemput Winarsih. “Wah,Neng mangling, kok bisa ayu tenan,toh,” katanya memuji. Winarsih memang tampak sangat cantik sekali dengan kebaya dan juga rambut yang di sanggul dengan sampur yang mengikat di pinggangnya. “Kau memang penari jaipong tercantik di kampung ini,” kata Supardi lagi. “Kalian langsung ke acara pesta?” tanya Sumi. “Iya, Bu. Katanya Pak Lurah ingin setelah ijab qobul dan pengajian langsung dibuka oleh sinden dan tari jaipong,” jawab Supardi. “Kami berangkat ya,Bu.” Winarsih pun segera naik ke atas delman bersama Supardi. “Titip ya, Di!” seru Sumi. “Iya ,Bu. Nanti akan saya antarkan Winarsih pulang dengan selamat. ** Toriq yang baru saja selesai ijab qobul dan berbincang bersama ketiga serdadu Belanda yang merupakan teman dekatnya terbelalak saat melihat siapa yang menari jaipong sebagai acara pembuka“Winarsih…,” gumamnya lirih. “Apa dia gadis yang waktu itu kita…?” “Iya Meneer Berg. Tapi, bagaimana dia bisa kembali dan selamat,” tukas Toriq lirih. “Kita akan bereskan nanti saja,” kata Pieter. “Kau lebih baik naik ke pelaminan, kasian istrimu menunggu,” sahut Gerard. Toriq hanya menuruti perkataan ketiga kawannya itu. Lurah Kasani terkenal sebagai Lurah yang pro kepada penjajah. Ia melakukan itu tentu supaya keluarganya aman sejahtera dan ia juga berharap warga kampungnya tidak diganggu oleh para penjajah. “Mereka itu siapa,Kang?’ tanya Andini istri Toriq. “Teman-temanku.” “Penari jaipongnya cantik sekali,ya Kang,” komentar Andini lagi. Andini memang bukan penduduk kampung itu, melainkan kembang desa kampung sebelah, jadi dia tidak mengenal Winarsih. “Dia itu kembang desa sini dulunya,” jawab Toriq. “Wah, apa dulu Akang tidak pernah tertarik kepadanya,” tanya Andini. “Ah,kau ini mau menggoda atau kau cemburu padanya?” tanya Toriq sambil mencubit dagu istrinya. Andini hanya tersipu malu. “Ah, kakang ini bikin saya malu,” kata Andini yang di sambut tawa Toriq. Acara pernikahan Toriq benar- benar mewah. Banyak orang penting dan serdadu tinggi Belanda yang datang menghadiri dan mereka betah di sana karena satu hal. ‘Pesona Winarsih’ ,Winarsih tampil memukau dan benar-benar menjadi bintang. Banyak yang turun dan ingin menari bersamanya. “Pardi,bukannya Winarsih itu katanya menghilang?” tanya Kasani yang penasaran. Supardi mengangguk, “Iya,Pak. Tapi kemarin tiba-tiba saja dia kembali, katanya sih dia jatuh hanyut terbawa arus sungai,” jawabSupardi. “Walah, eh,nanti kalau dia sudah menari suruh dia menemuiku. Para Meneer Belanda kawan-kawan Toriq ingin berkenalan dengannya,” kata Kasani. “Iya, nanti saya akan membawa untuk menemui Bapak.” *** Winarsih menatap ketiga pemuda di hadapannya dengan tatapan penuh dendam. Ia ingat dengan jelas bagaimna ketiga pemuda ini dan juga Toriq mempermainkan tubuhnya, meyiksanya untuk melampiaskan napsu bejad mereka. Bahkan mereka dengan tega melemparkan tubuhnya seperti melemparkan seonggok sampah. “Ini Winarsih,Meneer. Dia adalah penari jaipong palin cantik di kampung ini. Bunga desanya kampung Dukupuntang,” kata Kasani. “Ah, Bapak bisa saja,” tukas Winarsih sambil tersipu malu. Ia memang harus bersandiwara. Mereka tidak boleh tau kalau ia akan membalas dendam kepada mereka. “Win,ini Meneer Berg, yang ini Pieter dan yang ini adalah Meneer Gerard. Mereka kelihatannya serdadu Belanda biasa, tapi Papi mereka punya jabatan yang penting di negeri Belanda sana.” “Ah,kehormatan bagi saya bisa berkenalan dengan Meneer semua,” sahut Winarsih. “Kau ini cantik sekali,” kata Pieter sambil mengedipkan matanya. “Terima kasih Meneer,” ujarnya. Setelah berbincang-bincang sebentar Winarsih pun segera kembali menari. Hari sudah menjelang sore dan ini adalah tarian terakhirnya. ‘Akhirnya aku bisa mengetahui nama-nama mereka,satu persatu harus membayar apa yang sudah dilakukan kepadaku,’ bisik Winarsih lirih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD