MULAI PEMBALASAN 2

960 Words
Malam sudah larut, Sumi dan Dahlan sudah tertidur pulas. Namun tidak demikian dengan Winarsih, tubuhnya memang berada di kamarnya,namun jiwanya tengah duduk bersila di sebuah pohon besar yang terdapat di tengah pemakaman yang ada di kampung itu. Gadis itu duduk dengan tenang tak peduli dengan kehadiaran makhluk lain di sana. Ia pun langsung merapal mantra.“Niat ingsun amatek ajiku sijaran goyang. Tak goyang ing tengah latar, cemetiku sodo lanang upet-upet ku lewe benang . Tak sabetake gunung jugrug watu gempur. Tak sabetake atine si Pieter van der Both. Pet sidho edan ora edan sidho gendeng ora gendeng. Ora mari-mariyen ora ingsun sing nambani.” Ia merapalkan mantra itu dan setelah selesai, jiwanya pun kembali ke dalam tubuhnya. Sementara itu Pieter yang tengah lelap tertidur tiba-tiba berteriak dan terbangun dari tidurnya dengan keringat penuh di dahinya. Ia merasa sangat ketakutan karena mimpinya. Namun dia tiba-tiba juga merasakan kerinduan yang sangat mendalam kepada seorang gadis. “Winarsiiih!” teriaknya. Teriakan Pieter yang cukup kencang tentu membuat seisi rumah terkejut kaget. Ia memang tinggal bersama pamannya yang kebetulan adalah pejabat tinggi. “Wat is er mis, Pieter,’ kata Amanda tantenya yang langsung mendatangi Pieter ke kamarnya. “Nee,ik heb net een narec droom gehad. Hanya mimpi buruk , Tante,” jawab pemuda berhidung mancung itu. “Kau mimpi apa?” “Mijn gelieftde, aku hanya mengingat kekasihku,” “Kau punya kekasih?’ Pieter tak menjawab pertanyaan Amanda,dia langsung membalikkan tubuhnya dan langsung berbaring kembali. Amanda hanya menggelengkan kepalanya dan langsung berlalu keluar kamar. “Ada-ada saja,” gumamnya. Tapi wanita itu sedikit mengerutkan dahinya. Seingat Amanda Pieter tidak memiliki kekasih. Di Belanda pun tidak ada. Lelah berpikir, Amanda pun mengendikkan bahunya dan kembali tidur. Lain halnya dengan Pieter, dia masih berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya. Ia tidak dapat memejamkan matanya sama sekali. Wajah Winarsih terbayang-bayang di pelupuk matanya. Ia juga membayangkan saat ia memperkosa Winarsih beberapa bulan yang lalu. “Ah, verdomme! Kenapa aku tidak bisa melupakan gadis itu sedetikpun.” Dan, Pieter pun benar-benar tidak tidur semalaman. Sebelum matahari terbit ia sudah berada di halaman rumah lurah Kasani. Membuat pembantu yang bekerja di rumah itu kebingungan melihat pagi-pagi sudah ada yang duduk di teras. “Maaf, Meneer mencari siapa?” “Panggilkan tuanmu!” “Den Toriq masih tidur, saya tidak berani membangunkannya.” “Bangunkan atau ik tembak ,cepat!” hardik Pieter membuat pembantu itu ketakutan dan langsung berlari msuk ke dalam rumah. Tok! Tok! Tok! Toriq yang sedang pulas sambil memeluk istrinya mengucek matanya, ia masih sangat mengantuk sekali setelah semalam ia melewati malam pertama dengan sang istri. Dengan malas, ia pun bangkit dan berjalan ke arah pintu kamar dan membukanya. “Ada apa? Pagi-pagi sudah berisik!” hardiknya kesal, “Maaf Den, ada Meneer Pieter di teras depan, saya takut. Dia mengancam kalau saya tidak mau memanggilkan,saya akan di tembak.” Mendengar nama Pieter, Toriq pun bergegas keluar. “Meneer, ada apa pagi-pagi sekali?” tanyanya. “Kau harus membawa aku ke rumah penari jaipong itu. “Winarsih?” “Iya,cepatlah.” “Ada apa Meneer, untuk apa Meneer ke rumahnya?” “Pokoknya, kau harus mengantarkan aku ke sana!” Toriq tidak berani membantah, ia pun segera mengantarkan Pieter menuju rumah Winarsih. Di halaman rumah tampak Sumi sedang menaypu halaman rumah, sementara Dahlan sedang memotong kayu untuk dijadikan kayu bakar. Sepasang suami istri itu tampak terkejut dengan kedatangan Toriq dan Pieter. “Assalamualaikum, Bu. Winarsih ada?’ tanya Toriq. Baru saja hendak menjawab ,Winarsih yang baru saja bangun dab hendak ke sungai keluar dari pintu sambil membawa keranjang berisi pakaian kotor. Melihat Winarsih, jantung Pieter berdebar tak karuan, ia pun segera menghampiri Winarsih. “Winarsih, saya tidak mau tau u harus mau jadi istri ik dan kita menikah!” seru Pieter sambil menarik tangan Winarsih. Namun dengan berani Winarsih menghentakkan tangan Pieter yang memegangmya. “Meneer bisa sopan sedikit?!” hardiknya, “Saya ini baru mengenal Meneer kemarin,bagaimana mungkin bisa menikah begitu saja.” “Saya suka sama u. Semalaman saya tidak bisa tidur memikirkanmu. Saya mohon kamu mau menerima cinta saya,” kata Pieter. Winarsih menggelengkan kepalanya. “Saya tidak mau!” Dahlan dan Sumi sudah berdiri ketakutan,bagaimana tidak saat ini yang sedang ditolak cintanya adalah penjajah yang membawa senjata api.Bukan tidak mungkin dia bisa menembak dan membunuh mereka semua. Namun di luar dugaan,Pieter malah bersujud di bawah kaki Winarsih sambil menangis seperti anak kecil. “Saya mohon,tolong terima saya sebagai kekasihmu. Saya janji akan melakukan apa saja supaya kau mau menikah dan menjadi istri saya.” Winarsih hanya menyeringai,alih-alih membantu Pieter berdiri,Winarsih malah menghentak kakinya sehingga Pieter jatuh tersungkur. Sumi dan Dahlan tersentak kaget,mereka langsung menghambur ke arah Pieter dan membantu pemuda Belanda itu berdiri. “Maafkan anak kami, Meneer. Dia baru saja bangun tidur, mungkin masih belum mengerti perihal tujuan Meneer datang kemari,” kata Dahlan. “Tidak,saya yang memang pernah bersalah pada anak kalian.Tapi ,saya akan menunggu di sini sampai Winarsih mau menerima saya.” “Katamu tadi kau akan melakukan apa saja asalkan aku menerima cintamu?” tanya Winarsih dengan seringai licik di bibirnya. Wajah Pieter langsung berseri gembira. “Iya,aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan cintamu, Winarsih,” katanya. Perlahan,Winarsih menghampiri Pieter dan merangkul pemuda itu kemudian membisikkan sesuatu di telinganya. Tidak ada yang mendemgar apa yang dibisikkan oleh Winarsih ke telinga Pieter. “Kau mengerti apa yang aku katakan?” tanya Winarsih. Pieter mengangguk dan langsung beranjak pergi,sementara Dahlan dan Sumi hanya diam saling berpandangan. “Saya permisi juga kalau begitu,” kata Toriq kepada kedua orangtua Winarsih. Dan tanpa menunggu,ia pun langsung beranjak pergi. Selepas kepergian Toriq, Sumi dan Dahlan pun segera menghampiri Winarsih. “Kau menyuruh Pieter melakukan apa?’ “Aku hanya menyuruhnya pulang dan membuktikan cintanya kepadaku,Bu. Tidak usah takut tidak akan terjadi apa-apa,” kata Winarsih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD