Ares Of Darkness_7

2452 Words
Happy Reading^_^ Sunyi. Tidak ada suara apapun selain isak tangis dari Marry. Dale tidak mengucapkan satu kalimat pun. Sindrom patung yang ada di dalam diri Marry kini menular pada Dale. Kedua mata Marry semakin terpejam seolah tidak ingin membuka mata ketika kedua lengan Dale bergerak turun. Marry merasakan tubuh Dale lemas seketika saat mendengar penuturannya. "Tolong Kak... Berhenti mengatakan jika dia orang baik," Marry kembali bergumam di sela isak tangis. "Apa... apa maksudmu dengan ucapanmu sebelumnya?" tanya Dale, suaranya sangat pelan nyaris tidak terdengar. Marry menggelengkan kepala. Dirinya tidak ingin mengucapkan kalimat itu untuk kedua kalinya. Sekali saja kalimat tersebut keluar dari bibirnya sudah membuat hati Marry hancur berkeping-keping. Kalimat mengerikan itu tidak ingin diucapkannya lagi. Merasa menyesal karena memberitahukan insiden di dalam kamar mandi kemarin, Marry semakin mengeratkan pelukannya. Dia tidak ingin semakin membuat Dale emosi dan justru berurusan dengan Antonio. Meskipun belum lama ini dirinya mengenal sosok pria kejam tersebut, Marry yakin nyawa Dale akan dalam bahaya jika berurusan dengan Antonio. "Mar—" "Kakak," Marry menyanggah ucapan Dale. Dia melepaskan pelukannya dan menatap Dale dengan tatapan penuh permohonan, "Kita pergi saja dari sini. Aku tidak ingin berada di kota ini lagi," Marry menggelengkan kepala, "Di sini bukan tempat yang aman, Kak. Aku mohon... kita pergi saja dari sini." Dale tidak membalas tatapan penuh permohonan dari adiknya. Dirinya justru menatap dengan tatapan lain yang sulit diartikan. Dale masih tampak diam seolah menyaring semua ucapan Marry dengan seksama. Telinganya seolah kehilangan fungsi setelah mendengar kalimat mengerikan dari Marry sehingga dirinya memerlukan waktu untuk merespon ucapan adiknya. "Kakak—" "Apa kau mengatakan jika kau pernah tidur bersamanya?" Marry terperangah ketika mendengar kalimat pertanyaan yang menohok hatinya. Lagi, Dale kembali mengucapkan hal yang memberi arti lain. Airmata Marry merembas melewati kulit pipinya. Dirinya benar-benar tidak percaya dengan pertanyaan Dale yang menyakiti perasaannya. "Kakak, aku tidak pernah tidur dengannya." "Lalu apa maksudmu dengan mengatakan jika pria b******k itu memperkosa dirimu?!" Dale kehilangan kendali sehingga dirinya menggertak Marry. Tubuhnya bangkit berdiri menghadap Marry. Kedua kakinya menapak pada potongan kertas yang ada di atas lantai. Tidak ada jawaban dari Marry hingga membuat Dale mendesah kasar. Dia membuang napas sembari mengacak-acak rambutnya frustasi. Sedangkan Marry hanya duduk di atas ranjang dengan kepala tertunduk. "Bagaimana bisa dia memperkosamu di kamar mandi Marry?! Itu tidak mungkin!" Dale mengerang frustasi, "Kau pasti sudah pernah tidur dengannya bukan?! Apa saat kalian bertemu di hotel, hah?! Katakan Marry! Katakan sesuatu!!" Dale membungkukkan badannya. Kedua tangannya memegang pundak Marry. Mencengkeramnya kuat-kuat hingga membuat Marry mendongakkan kepala. "Kau pasti tidur dengannya, hah?! Apa saja yang sudah dia lakukan padamu?!" Dale berteriak sembari menggoyang-goyangkan pundak Marry. Marry menggelengkan kepala. Dia menunduk ketika dirinya mulai merasa pusing akibat Dale terlalu keras menggoyangkan tubuhnya. Marry memejamkan kedua matanya. Dirinya mengutuk di dalam hati. Seharusnya dirinya tidak mengatakan hal tersebut pada Dale. Cengkeraman tangan Dale merenggang. Tubuhnya seolah lemah seketika hingga membuatnya terperosot jatuh di atas lantai. Tanpa Marry tahu penyebab sebenarnya yang membuat airmata Dale ikut menetes, dirinya meraih kedua tangan Dale. "Kakak... Kita pergi saja dari sini. Aku mohon..." Marry mengusap wajahnya kasar untuk menghapus airmata, "Aku tidak ingin mengingat kejadian mengerikan itu, Kak. Aku mohon... Mengertilah." Kalimat tersebut kembali membuat Dale bereaksi lain. Dirinya berdiri tiba-tiba membuat tubuh Marry sedikit terdorong ke belakang. Marry terkejut ketika melihat Dale meninggalkan kamar tanpa mengatakan apapun. Kakaknya terlihat begitu sangat emosi hingga membuat Marry mengikuti langkahnya. "Kakak!!" teriak Marry. "Kakak tunggu!!!" Marry mengikuti Dale. Dirinya takut jika Dale berniat untuk menemui Antonio. Marry tidak ingin dirinya maupun kakaknya berurusan lagi dengan sosok pria tersebut. "Kakak, berhenti!" Marry masih berteriak dan sedikit berlari menuruni anak tangga. Dale tidak menghentikan langkahnya. Dirinya terus saja menuruni anak tangga hingga berhasil keluar dari gedung apartemen tersebut. Tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi selanjutnya, Dale berniat untuk menemui Antonio. "Kakak!!!" Kedua tangan Dale mengepal sempurna. Emosinya semakin tidak terkendali ketika mendengar teriakan Marry. Dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana Antonio memperkosa adiknya. Kutukan serta sumpah serapah mulai memenuhi otak dan hatinya. Bertahun-tahun Dale mengontrol dirinya untuk tidak menyentuh adiknya. Namun, Antonio justru seenaknya melakukan perbuatan keji tersebut pada adiknya. "Kakak!!" teriak Marry diiringi ringisan. Dale menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang dan melihat Marry terduduk di trotoar jalan. Seketika Dale ingat jika Marry tidak bisa melihat dengan jelas di waktu malam hari terlebih di tempat yang gelap. "Marry?!" Langkah Dale memutar balik. Dirinya berlari ke arah Marry. Hingga akhirnya Dale berhenti tepat di depan Marry. "Marry," panggilnya pelan dan membantu Marry berdiri. "Kau tidak apa-apa?" Dale menarik napas dalam-dalam. Dirinya harus bisa mengontrol emosinya kali ini. Keadaan Marry begitu lemah sehingga Dale harus lebih dulu membawa Marry ke apartemen. Dirinya akan menemui Antonio setelah Marry istirahat. ~ Antonio nampak duduk dengan tenang. Dia menatap ke arah salah satu meja baccarat yang tidak jauh darinya. Antonio berniat ingin menikmati suasana di dalam arena perjudian tersebut sebelum beristirahat. Sebelah tangan Antonio bergerak untuk mematikan putung rokoknya di atas asbak kaca. Dirinya meraih gelas kaca berisi cocktail americano lalu meminumnya perlahan. Tidak ada pertemuan bersama keluarga mafia malam ini namun dirinya tidak beranjak dari tempat tersebut. Meskipun setiap malam Antonio menghabiskan waktunya di dalam gedung itu, tidak ada rasa bosan sedikit pun di dalam dirinya. Justru suara khas dalam gedung tersebutlah yang menjadi napas segar untuknya. Antonio melirik ke arah Goerge yang datang dari sudut lain. Dia menatap datar pada George yang memberi salam hormat. "Putri Mr. Horton tidak bersedia turun, Sir," lapor George. Antonio diam sejenak sebelum memberi respon, "Seret dia untuk bergabung dengan yang lain. Bila perlu..." Antonio memberi jeda pada ucapannya, "Kau bisa mengancam akan menghabisi calon suaminya jika dia tidak menurut." "Baik, Sir." George segera melenggang pergi menuju ruangan lain. Sedangkan Antonio kembali menjatuhkan perhatiannya pada suasana perjudian di depannya. Belum ada lima menit, Antonio menatap enggan pada Goerge yang kembali menghampirinya. Antonio sangat yakin jika George masih ingat hal yang tidak disukainya, yaitu diganggu ketika dirinya sedang ingin mencari ketenangan seorang diri. "Apa ada masalah yang tidak bisa kau selesaikan?" tanya Antonio sebelum George kembali melapor. "Dale Fischer mencari Anda, Sir. Saat ini dia sedang ada di depan kantor Ourano." Antonio mengernyitkan keningnya mendengar kabar tersebut. Dia menatap George penuh tanda tanya. "Bawa dia kemari," perintah Antonio tanpa menunggu lama. George mengangguk tanda mengerti. Dirinya segera memberi jawaban pada pengawal yang berada di depan gedung tersebut untuk membawa Dale ke Royal Diamond. George memutuskan sambungan teleponnya dan berniat untuk pergi dari ruangan tersebut untuk melanjutkan tugasnya. Namun Antonio mencegahnya dan justru menyuruh George untuk berada di ruangan tersebut bersamanya. Selang dua puluh menit Antonio melihat sosok pria berpakaian sederhana memasuki ruangan kasino. Empat pengawal berjas hitam tersebut mengelilinginya. Dua pengawal berada di depan untuk menuntun langkahnya sedang dua lainnya berada di belakang. Antonio bangkit berdiri ketika kelima pria tersebut menghentikan langkah di depannya. Dia menatap datar pada Dale. Antonio menyembunyikan seringaiannya ketika menyadari arti tatapan pria di depannya. Dale menatapnya penuh dengan kilatan emosi. Bahkan rahang pria tersebut mengeras serta kedua tangannya mengepal sempurna. "Selamat malam, Mr. Fischer," sapa Antonio. Dale semakin mengepalkan kedua tangannya. Dengan gerakan cepat dirinya mencengkeram jas hitam milik Antonio. Namun dua pengawal yang berada di depannya ikut bergerak cepat untuk melepaskan cengkeramannya. Kali ini kedua tangannya tidak bisa bergerak ketika dua pengawal itu mengunci pergerakannya. "b******k!! Apa yang kau lakukan pada adikku?!" gertak Dale penuh emosi. Antonio menyunggingkan sebelah bibirnya. Dia menginstruksikan dua pengawal tersebut untuk melepaskan tangan Dale. "Seperti yang adikmu katakan padamu," jawab Antonio tenang. "Sialan!! Aku akan membalas apa yang kau lakukan padanya!" Dale masih berteriak. Dia tidak bisa mengontrol emosinya. Kakinya bergerak ke depan dan kedua tangannya kembali mencengkeram pakaian Antonio seolah bersiap untuk memberi pukulan pada wajahnya. "Lepaskan!!!" gertak Dale ketika dirinya kembali dicegah oleh dua pengawal tersebut. "Adikmu pantas mendapatkannya," ucap Antonio diiringi kekehan seolah merendahkan Marry. Dia meraih bungkus rokok yang ada di atas meja lalu menyulutnya. Asap rokok mulai keluar dari mulut Antonio ketika dirinya menghisap batang rokok tersebut. "Kau yang pantas untuk direndahkan! Marry wanita baik-baik. Dengan susah payah aku menjaganya selama dua puluh tiga tahun dan kau menghancurkannya dalam dua hari! Aku pasti akan membalas perbuatanmu!" Antonio kembali tertawa disela hisapan pada rokoknya. Ucapan Dale terdengar lucu di telinganya. Tidak tahu bagaimana cara Dale akan membalas perbuatannya. Namun, sebelum hal itu terjadi, Antonio yang akan lebih dulu membuat Dale tidak bisa melakukan rencananya. "Aku menghargai usaha konyolmu itu," ucap Antonio. Dirinya menampakkan seringaian yang ditahannya sejak beberapa menit yang lalu, "Tapi aku pastikan kau tidak bisa melakukannya." "Aku akan melakukannya sekarang juga! Aku akan menghajarmu! Tidak peduli aku akan tewas malam ini! Aku akan membunuhmu!" Teriakan Dale mencuri perhatian seluruh penghuni kasino tersebut. Arena perjudian yang penuh dengan suara teriakan serta gelak tawa tersebut menjadi hening seketika. Sedang Dale mulai menggerakkan kedua tangannya untuk terlepas dari jeratan dua pengawal tersebut. Setelah berhasil terlepas, Dale bergerak maju. Dirinya berniat untuk memberi pukulan pada wajah Antonio. Namun gerakannya berhasil di tangkis oleh George. Kedua kaki Dale bergerak mundur ketika dadanya terkena tendangan kaki George. Wajahnya mendapat pukulan berulang kali dari keempat pengawal tersebut. Lawan Dale bukanlah Antonio, melainkan empat pengawal berpawakan kekar tersebut. Tubuh Dale terus terdorong ke belakang hingga menabrak pagar besi setinggi lima puluh senti. Antonio tidak memberi instruksi pada pengawalnya untuk berhenti berkelahi dengan Dale. Dirinya justru kembali duduk di atas sofa sembari melihat kedua kakinya dan meletakkannya di atas meja. Tangan kanannya memegang sebatang rokok sedangkan tangannya yang lain memegang gelas minuman. Suara teriakan karena terkejut dari beberapa penghuni kasino terdengar saat tubuh Dale terjatuh dari lantai dua. Tubuh Dale terjatuh tepat di atas meja lebar yang digunakan untuk arena permainan Craps. Tinggi meja tersebut mencapai lebih dari satu meter. Beberapa orang pun berlari menjauh dari meja tersebut ketika pengawal lainnya mulai berdatangan untuk menangkap Dale. "Stop!" suara Antonio menghentikan pengawalnya yang akan menangkap Dale. Langkah kaki Antonio terdengar nyaring. Dia berjalan pelan menuruni anak tangga diikuti George dari belakang. Antonio berhenti tepat di depan Dale yang dijerat oleh para pengawalnya. Tatapan Antonio memperhatikan wajah Dale yang sudah dipenuhi oleh luka. Bahkan Dale sudah kehilangan setengah kesadarannya akibat terjatuh dari lantai setinggi tiga meter dan tubuhnya menghantam permukaan meja. "Bawa dia ke ruang bawah tanah," perintah Antonio yang langsung mendapat anggukan patuh dari para pengawalnya. "Seret wanita itu kemari," perintah Antonio pada George. Tatapannya justru tertuju pada punggung Dale yang semakin menjauh dari jangkauan matanya, "Aku akan memberikan kenangan manis yang tidak akan pernah bisa dia lupakan," sambungnya. "Baik, Sir." ~ Marry tersentak kaget ketika mendengar seseorang menggubrak pintu. Kedua matanya terbuka seketika saat pintu kamarnya terbuka. Dia membelalakkan kedua matanya melihat sosok pria berpakaian rapi. Marry masih ingat wajah pria tersebut meskipun kali ini pria itu menatapnya dengan tatapan lain. Tatapan pria tersebut seolah memberi ancaman yang sangat besar untuknya. "Siapa kalian?!" teriak Marry sembari meringsut ketakutan di atas ranjang. Kedatangan para pria tersebut membangunkan tidur Marry. Padahal belum ada satu jam dirinya terlelap. Tapi, bagaimana bisa para pria itu masuk ke dalam kamarnya? Bukankah kakaknya ada di apartemen bersamanya? Marry menarik selimut yang menutupi kakinya. Dia menutup tubuhnya sampai pundak seolah selimut itu mampu menjadi perisai. "Siapa kalian?!" pertanyaan yang sama keluar dari bibir Marry. Meskipun dirinya tahu siapa orang-orang tersebut dan siapa yang memerintah mereka, namun Marry masih saja bertanya. "Bawa dia!" perintah George pada anak buahnya. Tubuh Marry pun ditarik dari atas ranjang. Marry mulai menghentakkan kedua tangannya untuk melepaskan cengkeraman dua pria bertubuh kekar tersebut. "Lepaskan aku!! Kakak!!! Kakak!!!" teriak Marry sembari memanggil Dale. Tatapan Marry mengitari ruangan depan ketika mereka menyeret tubuhnya. Marry mencoba mencari keberadaan Dale di dalam apartemen namun tidak menemukannya. Dirinya pun terus meronta tak karuan dan berteriak sembari memberikan sumpah serapah ketika mereka menyeret tubuhnya seperti seekor hewan. Bahkan Marry berulang kali terjatuh ketika menuruni anak tangga namun mereka masih menyeretnya. Marry tidak mempunyai kesempatan untuk bangkit berdiri sampai merasakan sakit di sekujur kakinya. "Tolong!!" lolongan Marry melengking di lorong tangga namun tak ada satu pun yang menolongnya. Marry berhasil berdiri setengah membungkuk setelah menuruni anak tangga. Karena sudah lelah meronta dan tidak ada satu pun orang yang berlalu lalang melihatnya, Marry pun lebih memilih diam. Meskipun tak jarang dia masih menggerakkan kedua tangannya untuk melepaskan cengkeraman mereka. Tubuh Marry dihempaskan ke dalam mobil. Belum sempat dirinya membenarkan posisi duduk, mobil hitam tersebut mulai melaju meninggalkan halaman apartemen yang tampak sepi itu. Sepanjang jalan Marry tidak mengeluarkan suara. Dirinya justru sesekali menatap ke arah mata George melalui spion kecil di depan. Menyadari tatapannya diketahui oleh George, Marry sering kali memalingkan wajahnya ke arah jendela. Takut dan cemas, dua perasaan tersebut tidak bisa pupus dari dalam dirinya. Terlebih Marry tidak melihat Dale di apartemen. Satu hal yang mengganggu pikirannya hingga membuat Marry tak lagi banyak memberi perlawanan adalah keadaan Dale. Marry sangat khawatir jika kedatangan George bersama para pengawalnya tersebut dikarenakan Dale pergi menemui Antonio. Tidak seharusnya Marry tertidur ketika Dale membawanya ke kamar. Sehingga dirinya bisa saja mencegah atau mengawasi Dale ketika kakaknya berniat untuk menemui pria kejam itu. Marry meremas kedua tangannya cemas. Pikiran buruk mulai bergelayutan di dalam otaknya. Marry melirik ke arah spion setelah beberapa saat merasa diawasi oleh sepasang mata berwarna biru gelap di depannya. Dia membalas tatapan George sedatar mungkin untuk menutupi rasa takut serta cemasnya. Hingga tak lama kemudian keningnya berkerut bingung karena tidak mampu membaca arti tatapan pria tersebut. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Marry pelan dengan suara yang bergetar akibat rasa takutnya. George tidak menjawab pertanyaan Marry namun Marry dapat melihat pria itu tersenyum miring. Terlihat dari gerakan kecil pada tulang pipi sebelah kiri. Marry semakin mengernyitkan keningnya menatap wajah George yang tidak tampak jelas melalui kaca spion ketika pria itu kembali menjatuhkan perhatiannya ke depan. Marry melirik sekilas pada pria yang mengemudikan mobil tersebut ketika mendengar George memberi perintah untuk menambah kecepatan laju pada mobil tersebut. Selang beberapa menit kemudian mobil itu terparkir di sebuah basement. Marry memperhatikan basement yang terlihat sepi tersebut ketika sebelah tangannya ditarik keluar oleh George. Kali ini George yang menarik sebelah tangannya menuju sebuah lift. Namun Marry justru meringis kesakitan ketika rasa perih menjalar di sekitar pergelangan tangannya akibat cengkeraman George yang terlalu kencang. "Lepaskan!" Marry kembali meronta akibat tidak tahan dengan sikap kasar George yang seolah berniat untuk mematahkan lengannya. George tidak mengendahkan permintaan Marry. Dirinya justru masuk ke dalam lift bersama Marry lalu menekan tombol untuk ruang bawah tanah. Dinding lift menampakkan sebuah bayangan yang berguna untuk mendeteksi wajah seseorang. Setelah wajah George berhasil dideteksi, lift itu pun bergerak menuju ruang bawah tanah yang menjadi tempat tujuannya. Ruang bawah tanah tempat keberadaan Antonio dan Dale adalah ruangan yang tidak bisa di akses oleh sembarang orang. Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah ruangan yang biasa di gunakan untuk memberi hukuman pada para anggota mafia yang melakukan kesalahan. Marry terkejut ketika menyadari lorong yang membentang di depannya tidak cukup cahaya. Dirinya mengikuti ketika George kembali menggandengnya menuju ruangan lain. Hingga akhirnya Marry dan George memasuki sebuah ruangan yang sangat pengap dan sunyi. ~Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD