Ares Of Darkness_8

2136 Words
Happy Reading^_^ Marry menatap sekeliling meskipun tahu dirinya tidak mampu melihat dengan jelas. Dia hanya merasa penasaran mengapa pria itu membawanya ke tempat yang gelap serta pengap tersebut. Kedua kaki Marry melangkah pelan ke depan sedang kedua tangannya terangkat seolah ingin meraba sesuatu. Hingga kedua kakinya berhenti bergerak ketika mendengar deru langkah mendekat ke arahnya. Suara langkah itu terdengar nyaring karena nyatanya tidak ada satu suara pun yang menyainginya. Langkah itu berhenti tepat di depan Marry. Marry mengernyitkan keningnya mencoba mengenali raut wajah seorang pria yang berdiri tegap di depannya. Sosok pria itu menjulang tinggi hingga membuat Marry sedikit mendongakkan kepala untuk menatap wajahnya. Tidak banyak yang bisa dilakukan ketika berada di tempat gelap seperti saat ini. Bahkan Marry tidak mampu mengenali sosok wajah tersebut. Sehingga mau tidak mau Marry hanya diam sembari menunggu otaknya yang memberi persepsi mengenai siapa pria itu. Ada satu nama yang mengganjal di dalam kepala Marry. Namun dia segera menghilangkan nama tersebut dari dalam kepalanya ketika mengetahui betapa bahayanya jika dirinya memang benar-benar berada di depan seorang pria bernama Antonio McLaughlin. Marry menundukkan kepalanya. Dia kembali melirik sekitarnya untuk menghilangkan ketakutan yang kembali menyerang. Hingga beberapa detik kemudian Marry tersentak ketika pria itu kembali bergerak ke depan hingga menabrak tubuhnya. Marry pun reflek melangkah mundur untuk memberi jarak. Dan saat itu dirinya mengetahui siapa dia ketika lengan milik pria itu merangkul pinggangnya untuk menahan dirinya. Tubuh Marry menegang seketika saat dirinya mulai ingat pemilik aroma maskulin yang saat ini memenuhi Indra penciumnya. Meskipun waktu ketika bersama pria itu hanya berjalan begitu singkat, namun Marry masih mengingatnya. Otaknya langsung memberi jawaban tentang siapa sosok pria yang saat ini berada tepat di depannya. Antonio masih diam. Dirinya terlihat menikmati rasa takut yang terpancar jelas dari wajah Marry. Bahkan dirinya merasa tubuh wanita itu menegang ketakutan di dalam pelukannya. Lengan Antonio terlepas ketika Marry mendorong dadanya hingga wanita itu mundur beberapa langkah. Seringaian Antonio kembali tercetak di raut wajah tampannya ketika melihat napas wanita itu tersengal-sengal akibat rasa takut. Antonio yakin pasti Marry merasa tidak bisa bernapas dengan baik hingga membuat wanita itu nampak seperti baru melakukan lari marathon. "Sepertinya kau merindukanku," gumam Antonio sembari mendekat ke arah Marry. Lengannya mencekal pergelangan tangan wanita itu ketika Marry bergerak untuk kembali menjauh darinya. Dia tersenyum melihat Marry berusaha melepas cengkeramannya, "Aku juga merindukanmu, pelacurku." "Aku bukan pelacurmu! Lepaskan aku!" teriak Marry hingga suaranya melengking di dalam ruangan. Antonio tertawa. Sebuah tawa yang biasa dia lontarkan pada para musuhnya. Sebuah tawa yang mungkin terdengar meremehkan Marry hingga membuat wanita itu mengernyitkan kening. Meskipun tak begitu jelas mengenali wajah Antonio, namun pandangan Marry tertuju pada wajah Antonio. "Aku semakin yakin kau adalah pelacurku. Aku mempunyai sebuah tempat yang sangat baik untukmu. Tapi sebelum itu, ada seseorang yang ingin aku tunjukkan padamu," ucap Antonio. Seketika lampu dalam ruangan itu menyala. Marry reflek memejamkan kedua mata karena cukup terkejut dengan penerangan yang tiba-tiba. Perlahan Marry membuka mata dan mengejapkannya berulang kali. Sampai akhirnya dia bisa melihat wajah Antonio dengan jelas di depannya. Suara air yang ditumpahkan membuat Marry reflek menoleh ke arah samping. Dia mencari sumber suara. Dalam sekejap kedua mata Marry membelalak sempurna melihat pria yang terikat tak berdaya itu di siram air dingin. Marry juga melihat pria itu tersadar dari pingsan dan napasnya tersendat-sendat. "Kakak," gumam Marry pelan. Tubuhnya bergerak untuk mendekat ke arah Dale namun kembali ditahan oleh Antonio, "Kakak!!" teriak Marry pada Dale. Teriakan Marry langsung membuat Dale tersentak. Dia mendongakkan kepala dan terkejut melihat Marry berdiri jauh di depannya. Dia juga melihat Marry berusaha melepaskan diri dari cengkeraman lengan Antonio. "Marry?" panggil Dale pelan. "Marry!" teriak Dale saat melihat Marry meringis kesakitan akibat mencoba melepaskan diri dari Antonio. "Lepaskan adikku, b******k!" gertak Dale pada Antonio membuat pria itu semakin menunjukkan seringaian di wajahnya. Dale pun menggerakkan kedua tangannya yang diikat oleh rantai yang menjuntai dari atas. Suara gesekan pada rantai itu terdengar seiring Dale terus berteriak pada Antonio untuk melepaskan adiknya. "Kakak!" Marry terus berteriak memanggil Dale seolah memohon Dale untuk membantunya meskipun tahu jika keadaan Dale saat ini tidak mampu untuk menolong dirinya. "Aku tidak akan memaafkanmu jika kau berani menyakiti adikku!" gertak Dale. Antonio tertawa pelan. Meskipun George tidak memberi keterangan mengenai perasaan yang dirasakan Dale pada Marry, namun Antonio mampu melihatnya dengan jelas. Antonio menyadari bahwa Dale menyukai Marry. Terlihat sangat jelas ketika Dale datang padanya. Bukan tatapan amarah seorang kakak, melainkan seorang pria pada wanitanya. "Aku akan lebih menikmati saat melakukan seks bersamanya di depanmu," ucap Antonio hingga membuat Dale dan Marry terkejut. "Aku akan membunuhmu jika kau masih berani menyentuh adikku," desis Dale dengan tatapan penuh amarah. "Aku akan menunggunya," ucap Antonio enteng lalu menyeret Marry keluar dari ruangan tersebut. Pikiran buruk yang menyerang otak Dale membuatnya bergerak melepaskan diri dari ikatan rantai yang menahan kedua tangannya. Perlawanan tersebut pun membuat pergelangan tangan Dale terluka. Namun Dale tidak menyadari rasa sakitnya ketika kedua telinganya justru mendengar Marry menjerit memanggil namanya sepanjang Antonio menyeretnya keluar. "Marry!!!" Dale memanggil tak karuan sembari terus bergerak mencoba melepas rantai yang menjeratnya. "Marry!!!" panggil Dale diiringi ringisan ketika salah satu penjaga dalam ruangan tersebut memberi pukulan pada perutnya. George memberi instruksi pada para penjaga untuk kembali memberi hantaman demi hantaman pada Dale hingga pria itu kembali kehilangan kesadarannya. George keluar menyusul Antonio dan Marry. Dia mempercepat langkahnya untuk menyusul keduanya. Sampainya di depan pintu lift, George menggerakkan tangannya untuk menekan tombol lift. Pintu lift pun terbuka dan Antonio masuk ke dalam bersama Marry. Tidak ada perintah dari Antonio untuk mengikutinya, George menundukkan kepala ketika pintu lift itu bergerak menutup. "Lepaskan!" Marry kembali memberontak. Dia mencoba melepas cengkeraman Antonio pada lengannya. Namun Antonio tidak memberikan tanda bahwa dirinya akan melepaskannya meskipun tahu lengan Marry sudah memerah. Pintu lift terbuka tepat di lantai yang menjadi tempat untuk Antonio istirahat. Dia kembali menyeret Marry keluar dari lift menuju tempat selanjutnya. Dua pengawal yang berdiri di depan pintu segera membukakan pintu untuk Antonio. Langkah Antonio tidak berhenti hingga dirinya berhasil menyeret Marry menuju kamar. Tubuh Marry terhempas di atas ranjang. Dia pun meringis ketika tubuhnya bertabrakan dengan empuknya ranjang. Bukan rasa sakit pada tubuhnya yang membuat Marry memekik, melainkan rasa terkejut serta sakit pada lengannya secara bersamaan. "Waktu aku pertama kali merasakan tubuhmu, aku tidak bisa menikmatinya. Dan sekarang, aku akan menikmatinya sebelum akhirnya aku membunuhmu bersama pria itu," ucap Antonio sembari melepas jasnya. Disusul dasi serta kancing kemeja. Marry segera bangkit dari atas ranjang. Dia berjalan menjauhi ranjang membuat Antonio kembali tersenyum. Melihat pemandangan di depannya, Antonio seperti melihat seekor tikus yang terperangkap dalam sarang kucing liar yang siap menerkamnya kapan saja. "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kau tidak bisa melakukannya! Aku yakin kakakku akan datang menolongku!" Marry meninggikan suara melebihi Antonio. "Aku bisa melakukan apapun padamu, di sini," ucap Antonio pelan membuat Marry menyadari bahwa ucapannya tidak salah. Tidak ada siapapun di dalam kamar selain dirinya dan Antonio. Sedangkan Dale berada di ruangan lain dalam keadaan terikat serta dijaga oleh banyak pengawal. Tidak ada yang akan menolongnya sama seperti ketika dirinya ada di toilet waktu itu. Lalu, apakah kali ini dirinya menyerah begitu saja? Pemikiran tersebut membuat Marry tidak menyadari jika setiap detiknya Antonio mendekat ke arahnya. Marry terperangah ketika Antonio meraih tubuhnya. Melingkarkan sebelah lengan pada pinggangnya sedang lengan lain meraih tengkuk. Antonio menempelkan bibirnya pada bibir Marry lalu mulai melumatnya. Sontak Marry kembali terkejut dan mencoba mendorong Antonio untuk melepaskan ciumannya. Antonio tidak ingin kalah. Dirinya justru semakin menghimpit tubuh Marry hingga tubuh wanita itu sedikit condong ke belakang. Antonio menuntun langkah keduanya menuju ranjang diiringi ciumannya. Tubuh Marry kembali terbaring di atas ranjang bersama Antonio yang menindihnya. Ciuman Antonio tak terkendali untuk membungkam mulut Marry. Dia membiarkan umpatan wanita itu tenggelam dalam ciuman. Antonio menggerakkan kedua tangan untuk memegang lengan Marry dan meletakkannya di masing-masing sisi kepalanya. Antonio memberikan gigitan pada bibir Marry membuat wanita itu membuka mulutnya. Dia memasukkan lidahnya untuk mengabsen setiap sudut di dalam mulut Marry. Menukarkan salivanya pada wanita itu. Rasa kesal sedikit menyerangnya ketika Marry belum termakan oleh permainan ciumannya. Biasanya setiap wanita yang pernah berciuman dengannya akan langsung terbuai. Bahkan mendesah hanya karena ciuman yang diberikan olehnya. Beberapa saat kemudian tidak ada perlawanan dari Marry. Tubuh wanita itu kaku seperti patung dengan tatapan bertanya-tanya pada sosok pria yang saat ini menindih tubuhnya. Sikap Marry pun menarik perhatian Antonio hingga membuat dirinya berhenti melakukan aktivitasnya membungkam mulut Marry menggunakan mulutnya. "Ada yang kau pikirkan?" tanya Antonio sembari menaikkan sebelah alisnya. Ibu jari tangan kanannya menyapu permukaan bibir Marry yang sudah membengkak akibat ciumannya. "Siapa kau?" tanya Marry, suaranya ikut pelan seperti Antonio. "Kau masih belum mengenalku?" tanya Antonio, kali ini jari tangan kirinya mengelus poni rambut Marry yang menutupi kening. "Kau... tidak merasakan sakit?" tanya Marry ragu dengan tatapan mengawasi pandangan Antonio. Antonio tertawa pelan. Dia memutar lidahnya keluar lalu menjilat permukaan bibir Marry. "Tidak," jawab Antonio. Jawaban singkat dan jelas itu membuat Marry terkejut. Dia sangat terkejut hingga tak sadar mulutnya sedikit terbuka. Marry sangat yakin jika dirinya menggigit lidah Antonio dengan keras. Bahkan siapa saja pasti akan merasa sakit jika lidahnya tergigit. "Jangan melakukannya lagi. Meskipun aku tidak merasakan sakit, aku tidak suka kau melakukannya dengan niat ingin memotong lidahku," ucap Antonio. "Ka-kau... Kau benar-benar tidak merasakannya?" tanya Marry gugup. "Tidak," Antonio masih menjawabnya dengan singkat. "Ba-bagaimana... bisa?" "Tentu saja bisa." "Kau..." Marry tidak mampu melanjutkan ucapannya. Dirinya benar-benar merasa sangat bingung mengetahui Antonio sama sekali tidak merasa sakit ketika dirinya mencoba menyakiti pria itu. "Kau tidak bisa menyakitiku. Jadi urungkan usahamu untuk membalas dendam." Antonio merobek bagian atas dress sederhana yang dikenakan Marry. Wanita itupun terkejut dan reflek menutup bagian dadanya. Sebelah tangan Antonio bergerak untuk menjauhkan lengan Marry yang menutupi tubuhnya. Hingga akhirnya Antonio berhasil melepaskan dress tersebut dari tubuh Marry. Tentunya sepanjang Antonio mencoba melakukan hal tersebut, Marry terus melawannya hingga membuat keadaan ranjang itu sedikit berantakan. Marry menangis pelan sembari menutupi tubuhnya yang hanya dibalut pakaian dalam. Dia memilih meringkuk di atas ranjang ketimbang bangkit dari ranjang dan melarikan diri dalam keadaan tanpa busana. Antonio mulai melepaskan celana lalu menarik Marry. Dirinya merangkak di atas tubuh wanita itu dan kembali menciumnya. Merasakan setiap jengkal tubuh Marry yang sudah menyiksanya sejak kemarin. Sepanjang permainan Antonio, Marry tidak berhenti menangis. Sesekali dia mendorong wajah Antonio dari leher dan payudaranya. Hingga membuat Antonio kembali mengunci pergelangan tangan Marry menggunakan sebelah tangannya. Sedang tangan yang lain mulai meraba dan memasukkan jemarinya ke dalam kemaluan Marry. Kedua mata Marry terpejam. Wajahnya memerah menahan malu serta amarah. Dirinya tidak ingin menyaksikan pria itu yang menikmati tubuhnya dengan leluasa. Antonio masih bermain dengan p******a Marry, menyisakan beberapa tanda merah di sana sedang jemarinya bergerak maju mundur di bawah sana. Terlihat jelas dia menikmati permainan tersebut, seolah menuntaskan hasrat yang menyiksanya sejak kemarin. Hingga tanpa mengatakan apapun pada Marry, Antonio memasukkan miliknya ke dalam tubuh Marry hingga membuat wanita itu kembali menjerit merasakan nyeri di daerah selangkangannya. ~ Antonio memakai pakaian lengkapnya sebelum meninggalkan kamar tersebut. Membiarkan begitu saja seorang wanita yang tertidur di atas ranjang pribadinya yang hanya tertutupi oleh selimut. Ketika Antonio baru membuka pintu kamar, dirinya melihat George sudah menunggunya di depan pintu. George menundukkan kepala sejenak memberi hormat pada Antonio. "Ms. Vicky menghubungi Anda. Dia akan pulang dua hari lagi bersama seorang pria. Ms. Vicky ingin memperkenalkan calon suaminya pada Anda," lapor George. "Dia mengatakan apa saja?" tanya Antonio lalu melanjutkan langkahnya menuju sofa. "Ms. Vicky hanya mengatakan pesan itu, Sir." "Bagaimana kabarnya? Apa dia baik-baik saja?" Antonio menuangkan Wine ke dalam gelas lalu meminumnya perlahan. "Kabar Ms. Vicky baik-baik saja. Bahkan Ms. Vicky sudah tidak ingin mendapat penjagaan dari Anda, Sir." Antonio tidak merespon ucapan George. Dirinya justru diam sembari memikirkan masalah lain. Memikirkan sebuah rencana yang tepat untuk membunuh Marry dan Dale. "Sir," panggil George menyadari ada hal lain yang dipikirkan Antonio. Antonio melirik ke arah George sekilas untuk menjawab panggilannya, "Saya sarankan untuk Anda menunda rencananya," sambung George seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Antonio. "Aku tidak suka menunda pekerjaan. Kau hanya perlu menyiapkan semuanya besok pagi." "Bagaimana jika Anda membalasnya sama seperti yang wanita itu lakukan terhadap Anda?" Antonio kembali diam. Dirinya tampak memikirkan pendapat George. Apakah dirinya harus membalas dendam sama seperti yang Helga lakukan pada keluarganya? Wanita p*****r itu sudah membuat keluarganya meninggal perlahan dengan rasa sakit. Rasa sakit di dalam hati seorang ibu yang sejak kecil menyayangi Antonio menular pada dirinya. Hingga membuat Antonio menjadikan pembalasan dendam sebagai tujuannya. "Anda bisa membuatnya merasakan hal yang sama seperti Anda, Sir," usul George, "Lalu Anda bisa membunuhnya setelah dia merasakan apa yang telah Anda rasakan. Saya rasa itu lebih bagus daripada Anda membunuh keduanya dengan mudah. Terlebih jika Anda membunuh mereka dalam sekejap, mereka tidak akan bisa merasakan apa yang telah Anda rasakan selama ini." "Katakan pada kakakku kalau aku sudah menunggunya," balas Antonio tanpa merespon saran dari George. Dirinya kembali diam ketika George menundukkan kepala untuk pamit pergi. ~Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD