Hari-hari di Sekolah Part-2

1002 Words
    Selepas Dayat memperkenalkan dirinya, ia berjalan menuju tempat duduknya di baris ketiga dari depan, deretan samping kanan bangku Safitri, ketika Dayat melewati tempat duduk Safitri, ia memberikan senyuman kepadanya yang dibalas senyuman juga oleh Safitri, ahh… betapa bahagianya saat itu Dayat. Hari-hari belajar Dayat sekarang di jurusan baru sudah berbeda dengan sebelumnya, ia jadi semakin rajin dan aktif dalam belajar di kelas, hampir setiap pelajaran umum Dayat senantiasa aktif bertanya secara bergantian dengan Safitri yang memang sejak awal merupakan anak yang aktif di kelas, Dayat seolah menemukan partner kompetisi yang mampu memacunya untuk bisa menjadi jauh lebih baik dibandingkan Safitri dalam hal keaktifan dan kecepatan mencerna pelajaran umum di kelas, nilai pelajaran umum Dayat dan Safitri saling bersalipan, seolah-olah mereka saling berkompetisi menjadi yang terbaik. Selain itu dulu ketika di jurusan Analis kesehatan Dayat sangat kesulitan dalam memahami pelajaran praktikumnya, hal berbeda terjadi ketika Dayat melakukan praktikum di jurusan Farmasi klinis dan komunitas, di sini Dayat sama sekali tidak mengalami kesulitan, bahkan Dayat menjadi anak yang paling jago dan dipuji oleh guru praktikumnya dibandingkan teman selainnya, termasuk Safitri.     Safitri berbeda dengan Dayat, Safitri menjalani kegiatan reguler sekolah dengan nyaris lancar-lancar saja, dia bisa membaur dengan teman sekelasnya, bahkan sejak awal masuk sekolah dia sudah memiliki banyak teman dekat, dalam hal pelajaran umum pun Safitri juga tidak ada kendala, dia termasuk anak yang aktif dan pandai dalam pelajaran, banyak guru dan teman sekelasnya yang kagum kepadanya, nilai pelajarannya senantiasa di atas 8. Karena kepandaian dan mudah berbaur dengan teman selainnya menjadikan Safitri ditunjuk sebagai ketua kelas X Farmasi klinis dan komunitas 2, kecemerlangan Safitri di dalam kelas dan pelajaran umum ternyata berbanding terbalik ketika ia harus berhadapan dengan pelajaran praktikum, ia sangat kesulitan memahami dan menyelesaikan praktikumnya di laboratorium, tak jarang ia menjadi siswa paling terakhir selesai praktikumnya dibandingkan teman sekelasnya, bahkan tak jarang ia kena remedial. Hampir sama dengan apa yang dialami oleh Dayat dulu di jurusan Analis kesehatan, namun Safitri berbeda dengan Dayat, ia tidak memilih opsi untuk pindah jurusan seperti Dayat, melainkan ia cenderung memilih opsi untuk aktif bertanya kepada guru atau teman di kelasnya yang pandai dalam praktikum untuk minta bantuan dijelasin dan diajarkan tentang pelajaran praktikumnya. Termasuk ketika ada Dayat menjadi teman sekelas Safitri, Dayat yang saat itu justru menonjol dalam hal praktikum, menarik minat dan perhatian Safitri untuk dijadikan partner serta mentor personal dalam memahami pelajaran praktikum di jurusan. Dari sinilah awal mula kisah romansa percintaan mereka di mulai.     Kala itu Safitri memandangi dengan kagum apa yang dilakukan oleh Dayat waktu praktikum, ia kagum akan sosok Dayat yang selama ini di kelas menjadi rival kompetisinya mampu cepat dan pandai menyelesaikan tugas praktikumnya, dari situlah untuk pertama kalinya Safitri merasakan ‘kalah’ dengan Dayat. Sepulang praktikum Safitri memberanikan dirinya untuk menghampiri Dayat yang sedang duduk di balkon laboratorium sembari memakai sepatu sekolah warna hitammnya yang habis dilepas untuk masuk ke ruang laboratorium.     “Dayat… sudah kenal gue kah? Gue Safitri. Lu habis ini sibuk gak?” Ucap Safitri sembari jongkok mensejajarkan diri dengan Dayat.     “Ehh…iya.” Jawab spontan Dayat yang kaget melihat didepannya ada Safitri, seseorang yang selama ini ia kagumi.     “Oh...lu sibuk ya, ya sudah kalau begitu, makasih ya.” Ucap Safitri kecewa sembari berdiri dari posisi jongkoknya di depan Dayat.     “Maaf…maaf… bukan itu maksud gue, iya gue udah tau lu kok, gue enggak sibuk, apa ada yang bisa gue bantu?” Sahut Dayat sembari salah tingkah kepada Safitri.     “Tadi gue mengamati lu waktu praktikum, ternyata lu jago juga ya dalam praktikum? Salut gue.” Ucap Safitri sembari memberikan senyuman kepada Dayat.     “Ah...enggak kok, lu terlalu melebihkan gue.” Sahut Dayat sembari memerah pipinya menahan malu.     “Jujur gue sulit banget memahami pelajaran praktikum di laboratorium, lu bisa bantu ajarin gue gak Yat? pliss…” Ucap Safitri sembari merendah di hadapan Dayat.     “Iya gue mau kok bantuin lu fit.” Jawaban singkat Dayat sembari menguatkan diri menatap wajah Safitri. Dari situlah kedekatan Dayat dan Safitri menjadi sangat instens, hampir setiap minggu mereka melakukan belajar bareng berdua, bahkan ketika ada tugas kelompok untuk praktikum, Safitri selalu meminta request ke guru untuk bisa dijadikan satu kelompok sama Dayat, chemistry mereka semakin kebangun, sesekali tiap malam Dayat dan Safitri berbalas pesan WhattApps (WA) dan Video Call hanya untuk bertegur sapa atau menanyakan hal lain di luar pelajaran, intensitas kedekatan itu berlangsung selama 1 tahun.     Dengan tingkat intensitas yang semakin tinggi antara mereka berdua, membuat mereka sudah saling mengenal antara satu dengan selainnya berkenaan dengan karakter, kelebihan dan kekurangan mereka. Hal itu membuat Dayat merasa sangat cocok dengan Safitri, ia bisa nyambung dan nyaman berdiskusi atau sekedar ngobrol sama Safitri, Safitri juga mampu menjadi sosok partner kompetisi belajar yang mampu membuat dirinya terpacu menjadi jauh lebih baik lagi untuk bisa mengalahkannya dalam hal akademik. Karena alasan itulah setelah Dayat dan Safitri bersama selama 1 tahun berada dalam satu kelas yang sama akhirnya membuat Dayat memberanikan diri untuk ‘menembak’ Safitri.     Siang itu ketika mereka sudah beranjak ke kelas XI. Di masa-masa awal mereka menjalani semester baru di sekolah, ketika bel istirahat sekolah berbunyi, Bu guru sudah membereskan barangnya dan melangkah keluar kelas, sedangkan teman sekelas mereka masih berada di dalam ruangan kelas, tiba-tiba dari samping belakang meja Safitri, ia mendengar langkah kaki yang semakin mendekat kepadanya, langsung buru-buru ia tengokkan kepalanya ke kanan, alangkah kagetnya Safitri ternyata suara langkah kaki itu berasal dari langkah kaki Dayat menuju ke arah tempat duduknya, sembari setengah jongkok ia ulurkan tangan kanannya yang sedang memegang coklat dan bunga mawar putih kesukaan Safitri ia sampaikan.     “Fit… gue sudah mengenal lu, lu merupakan orang yang mampu membuatku terpacu menjadi pribadi yang jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya, gue ingin lebih lama lagi merasakan hal itu denganmu, dengan selalu ada di sampingmu menjadi partnermu, lu mau gak jadi pacar gue?” Ucap Dayat sembari menatap dalam wajah Safitri.     Safitri hanya merespon ungkapan Dayat dengan anggukan kepala, seperti biasa ketika ia menghadapi momen romantis yang tak ia duga sebelumnya, ia senantiasa tidak mampu berkata-kata hanya lewat isyarat anggukan kepala sebagai tanda bahwa Dayat diterima olehnya, betapa bahagianya hati Dayat saat itu, sembari menunjukan senyum lebarnya dengan mata berkaca-kaca sebagai tanda perjuangannya tidak sia-sia.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD