Pagi-pagi sekali Calandra sudah bangun, membantu Mbok Neni menyiapkan sarapan dan beberes lainnya. Calandra terbiasa bangun lebih awal, katanya agar semua kerjaan rumah beres sebelum dia berangkat kerja. Kadang Calandra malah bangun sebelum waktu subuh, kelayapan di luar untuk mencari uang tambahan bersama penyapu jalan. Dia senang melakukan banyak hal, apalagi jika berhubungan dengan uang. Kehidupannya bersama Cila begitu berat, kalau tidak kerja keras, hidup mereka akan jalan di tempat saja.
Cila perlu biaya yang besar untuk sekolahnya, Calandra bertanggung jawab untuk itu semua. Dia tidak akan membiarkan Cilla bekerja serabutan seperti dirinya, susah payah sana sini mencari uang. Kerja apa pun disanggupi, termasuk ambil cucian baju di hari libur dari rumah tetangga satu, ke rumah tetangga yang lain.
Dulu saking susahnya nyari tambahan uang untuk bayar hutang pada rentenir, Calandra rela kerja di sebuah toko sembako, menimbang gula dan tepung setelah dari pabrik. Pulangnya selalu larut malam, sampai tenaga rasanya habis dan lelah sekali. Calandra bersumpah pada dirinya, bagaimana pun caranya ... Cilla harus sukses. Persetann dia harus banting tulang, tidak kenal siang dan malam. Semua semata-mata dia lakukan untuk kebahagiaan adiknya.
Tidak heran kenapa Cilla begitu menyayangi Calandra. Dia tahu bagaimana perjuangan sang kakak untuk dirinya.
"Selamat pagi. Kenny sudah bangun, Mbok?" Faradilla datang pagi sekali, membawa rantang makanan untuk Kenny. Sarapan spesial yang dia buat khusus menyenangkan kekasihnya. "Siapin menunya buat Kenny ya, Mbok. Aku mau ke kamar utama dulu. Pagi ini Kenny ada pertemuan penting, dia harus berangkat ke kantor lebih awal."
"Baik, Mbak Fara."
Sejak kemarin, Faradilla nampak sinis pada Calandra, apalagi melihat kedekatannya dengan Aluna. Tadi malam Faradilla sempat mengomel setelah tahu Calandra menginap, takut Kenny kepincut oleh wanita matre itu. Faradilla sama sekali tidak melempar senyum pada Calandra, meski tadi sempat berpapasan di ruang makan. Menurut Faradilla, Calandra sengaja mengambil hati Aluna dengan segala tipu muslihatnya. Kenny banyak uang, Calandra memanfaatkan itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sungguh, Faradilla begitu murka membayangkan jika Calandra berani menggoda Kenny.
"Sayang, bangun. Udah pagi." Faradilla duduk di tepian kasur Kenny, mengusap rambut dan lengan pria itu sembari menyematkan kecupan di pipi dan pelipisnya. "Katanya ada pertemuan penting dengan klien kan? Ayo mandi, sarapan, kamu harus berangkat lebih awal buat nyiapin berkas. Aku datang bawain menu sarapan kesukaan kamu, biar semangat kerjanya."
Kenny menggeliat pelan, menghela napas kasar. Dia begadang semalam, tidak bisa tidur. Entah apa yang mengganggu pikirannya, Kenny sama sekali tidak mengantuk. Jam tiga dini hari baru bisa terlelap, itu pun setelah dipaksa berkali-kali. Rasanya sangat lelah. "Jam berapa sekarang, Sayang? Kamu wangi banget, udah cantik pagi-pagi gini. Aku senang disuguhin pemandangan indah, padahal baru juga buka mata." Menjadikan pada Faradilla menjadi bantalan empuk, mengusap paha wanita itu sembari memejam sebentar.
Faradilla mengulum senyum, berbunga-bunga hatinya setiap kali mendapat pujian. "Jam setengah tujuh. Ayo mandi. Mau pakai air hangat, Sayang? Biar aku siapin."
"Enggak, pakai air dingin aja. Air di sini mati, aku harus mandi ke kamar tamu." Kenny tersenyum sembari menatap Faradilla, membiarkan jemari wanita itu bergerak di permukaan wajahnya. "Udah cocok jadi calon istri yang baik dan perhatian. Setiap hari bakal selalu ada yang ngurusin keperluan aku."
"Setelah direstuin Mami dan Aluna." Faradilla menaikkan bahu, lalu berusaha mengubah topik mereka, "Bangun tidur aja ganteng. Aku suka heran, dulu Mami bikin kamu pakai tepung dan cetakan apa. Kok bisa sempurna gini hasilnya." Mencubit ujung hidung mancung Kenny, membuat pria itu terkekeh geli.
"Memuji sama dengan meminta peluk kan?" Kenny bangun dari posisinya, membawa Faradilla ke dalam pelukan. "Aku akan mengusahakan keadaan kita baik-baik aja. Mami dan Aluna akan segera menerima kamu di keluarga ini. Meski enggak pun, aku tetap memilih kamu. Kita bisa menikah tanpa restu siapa pun, nanti Mami dan Aluna terbiasa sendiri seiring berjalan waktu." Saking bucinnya, bahkan Kenny sering menentang ibunda tercinta. Mereka sudah lama tidak berjumpa, semenjak Mona Ryder menetap di Swiss--setelah kepergian suaminya. Kalau saja Mona tahu kelakuan Kenny sering mengabaikan Aluna demi Faradilla, wanita itu pasti mengamuk.
Karena keadaan mereka sedang tidak baik, Kenny pun membatasi obrolan antara Aluna dan Mona. Mereka sangat jarang berbalasan pesan, apalagi melakukan panggilan telepon. Kenny marah pada Mona karena wanita itu menentang hubungannya dengan Faradilla. Alhasil Kenny tidak memberikan ruang lebih banyak untuk Mona mendekatkan diri pada cucunya sendiri--Aluna. Sejak kecil, Aluna tidak dekat dengan Omanya. Bahkan mungkin lupa jika dia memiliki Oma. Terakhir kali Aluna dan Mona melakukan panggilan video ketika anak itu masih berusia dua tahun.
Setiap kali Mona ingin melihat cucunya, Kenny hanya memberinya sebuah foto kegiatan Aluna. Lalu tidak mengatakan apa pun lagi. Sering mengabaikan pesan dan panggilan Mona. Keadaan ini tidak akan membaik sebelum ibunya menerima Faradilla menjadi menantu Ryder.
"Aku nggak yakin kita bakal berhasil." Faradilla menaikkan bahu, tersenyum kecut.
"Hei, nggak boleh gitu. Kita udah janji bakal terus sama-sama kan? Aku bakal perjuangin kamu. Kita udah lama jalan bareng, nggak mungkin tiba-tiba pisah karena hal kecil kayak gini."
"Kecil, Ken? Ini restu orang tua, jangan dianggap remeh. Aku susah mau maju, bentengnya besar dan kokoh banget. Apa mentang-mentang aku nggak punya orangtua, terus Mami nggak bisa nerima aku?"
Benar sekali, Faradilla juga tidak memiliki orang tua. Dia dibesarkan oleh Tante dan Pamannya yang tinggal di kampung. Setelah keduanya tiada, Faradilla mencoba peruntungan ke ibu kota. Takdir mempertemukan dia dan Kenny melalui sebuah kecelakaan kecil. Kenny tidak sengaja menyerempet Faradilla hingga menyebabkan tangan dan kakinya luka-luka. Kenny membawa Faradilla ke apartemen pribadinya setelah tahu dia tidak memiliki tempat tinggal. Waktu itu Kenny sedang berduka, baru saja kehilangan istrinya.
"Enggak gitu. Mami orangnya baik, dia penyayang banget. Nanti kalau Mami udah kembali dari Swiss, kamu ambil hatinya. Rencananya Mami mau menetap di sini, soalnya Aluna udah makin besar, takut kalau dia malah menganggap Mami orang asing. Lagian Mami kabur ke Swiss biar bisa melepas kesedihannya kehilangan Papi, mungkin sekarang udah bisa berdamai dengan hati dan kenyataan." Kenny mengusap rambut Faradilla. Mengecup punggung tangan wanita itu. "Jangan menyerah dong, aku yakin kamu bisa menjadi menantu idaman Mami. Dia itu cuman perlu kenal, dekat, terus dibikin nyaman. Cepat luluh orangnya."
"Oke, bakal aku coba setelah Mami kembali ke sini. Aku bakal berusaha semaksimal mungkin." Faradilla menangkup pipi Kenny. "Ayo mandi, nanti kamu telat. Kita bicarain lain kali tentang hubungan ini. Perlu kamu tahu, aku menyayangi kamu, nggak bakal rela kalau hubungan kita berakhir."
"Terima kasih. Sangat menyayangi kamu." Mengecup pipi Faradilla berkali-kali sampai wanita itu berdecak sebal. Kenny merasa sangat gemas ingin menggigit, apalagi ketika Faradilla merajuk dengan bibir bebeknya.
***
"Selamat pagi, kesayangan Papa!" Kenny mengecup pipi Aluna, mengusap puncak kepala anak itu. Kenny sudah rapi dengan setelan kantor, begitu pun dengan Aluna yang mengenakan seragam ungu kotak-kotak. "Cantik dan wangi banget. Udah siap mau sarapan bareng?"
Aluna mengangguk ceria. "Aku tadi mandi bareng Nona Cala. Kami berendam sambil main busa sabun. Nona Cala yang bikin rambut aku jadi cantik." Mengabaikan Faradilla, lebih senang memuji Calandra secara terang-terangan. Semakin Kenny larang, Aluna malah makin melonjak. Sekali dibilang tidak menyukai Faradilla, maka akan selamanya seperti itu. "Nona Cala juga masak bareng Mbok Neni. Enak, aku suka." Mengacungkan jempol, lalu menyuruh Calandra bergabung satu meja dengan mereka.
"Sayang, biarkan Nona Cala di dapur bersama Mbok Neni. Kita sarapan bertiga. Papa, Aluna, dan Tante Fara."
Aluna mencebikkan bibir. "Nona Cala, aku mau minta suapin." Dia malah berteriak memanggil Calandra, tidak mendengarkan ucapan Kenny. Anak ini keras kepala, sama seperti papanya.
Faradilla menghela napas, barusaha tersenyum. "Aluna, biar Tante yang suapin ya?"
"Enggak mau. Aku nggak suka Tante Fara, jangan dekat-dekat aku!" katanya tegas, lalu memalingkan wajah. "Nona Cala, aku mau disuapin. Kita makan bareng di dapur aja, aku mau sama Nona Cala." Lalu turun dari kursinya, berniat meninggalkan ruang makan.
Kenny menggeram. "Aluna, duduk!" bentaknya dengan nada meninggi. Sejak tadi berusaha sabar melihat kelakuan Aluna yang selalu menyulut emosi. Ada saja yang Aluna lakukan untuk membuat keributan. Kenny paling tidak senang melihat Aluna menolak kebaikam Faradilla. "Kembali ke tempat duduk kamu. Makan sendiri, nggak perlu minta suapi siapa pun. Menurut sebelum Papa usir Nona Cala kamu ini!"
"Papa nakal!" Aluna menyahut tak kalah emosi. "Aku nggak mau dengar."
Kenny memicingkan matanya, tak kunjung membuat nyali Aluna menciut. Sampai pada akhirnya Calandra-lah yang buka suara, "Aluna, duduk lagi ke kursi kamu. Makan dengan benar, nanti kita berangkat sekolah bareng."
"Sama Papa juga kan?"
Calandra menatap Kenny beberapa saat, tidak berani mengatakan apa pun. Dia tidak memiliki kuasa.
"Papa akan mengantarkan Tante Fara ke apartemen, sekalian mau ke kantor. Udah telat. Besok baru Papa antar Aluna ke sekolah." Arah sekolah Aluna berbeda, sementara apartemen dengan kantornya searah. Jalan menuju sekolah Aluna begitu macet, Kenny akan terlambat ke kantor jika mengantarkan Aluna terlebih dahulu.
Tatapan Aluna menyendu. "Papa sudah nggak sayang aku. Maunya Tante Fara mulu. Aku nggak suka Tante Fara, sukanya Nona Cala!"
Faradilla menegur Kenny, tidak mengizinkan pria itu memarahi Aluna. "Mau sampai kapan berdebat terus? Kamu bisa telat ke kantor, Aluna juga telat masuk sekolah. Wajar anak kecil bersikap kayak gini, Ken. Aku memakluminya. Aku nggak pa-pa."
"Tante Fara baik banget, kamu jangan membuat ulah terus. Lama-lama Papa larang kamu main sama Nona Cala. Dia nggak baik buat kamu, bikin anak Papa berubah jadi lebih keras kepala, nggak mau dengerin Papa lagi!"
Calandra membulatkan mata, kembali dirinya yang disalahkan. Tidak masalah, yang penting setelah ini dia dapat uang. Terserah Kenny mau bilang apa tentang dirinya, yang penting dia tidak melakukan apa pun pada Aluna.
Anak kecil itu lembut hatinya, mudah tersentuh dengan kasih sayang yang diberikan secara tulus. Andai Faradilla penyayang pada anak kecil, mungkin dia akan berhasil mencuri perhatian Aluna. Sayangnya Faradilla maupun Kenny, keduanya sama-sama hanya fokus pada kisah cinta mereka. Lupa kalau Aluna lebih penting dari semua itu.
"Udah, Aluna nggak boleh ngejawab kalau dibilangi Papa. Makan yang bener, aku mau ke dapur dulu bantuin Mbok Neni cuci piring."
"Nona Cala belum makan, nanti pingsan di tempat kerja gimana?"
"Gampanglah, aku bisa makan setelah cucian selesai. Kamu duluan aja, nanti telat loh berangkatnya, dimarahi Bu guru."
"Oke kalau gitu, aku nurut sama Nona Cala. Makan yang banyak ya, biar nggak sakit."
Calandra mengangguk, lantas beranjak dari sisi Aluna.
Kenny geleng-geleng melihat kelakuan anaknya sendiri. Kenapa begitu akur dengan Calandra? Apa yang sebenarnya wanita itu lakukan pada anaknya?
Usai sarapan, Kenny mendatangi Calandra, memberikan amplop yang berisikan sejumlah uang. Calandra sudah menemani Aluna seharian penuh sampai menginap. Kira-kira uang yang Kenny siapkan cukup untuk membayar semuanya. "Ambil ini, lalu jauhi Aluna. Saya nggak suka melihat dia keras kepala seperti tadi. Semenjak ada kamu, dia berani sekali menentang saya."
Calandra menaikkan bahu, mencoba tidak peduli padahal ingin sekali memarahi Kenny. Apa pria itu tidak sadar juga dengan sikap reseknya? Sungguh, ingin sekali Calandra memukul kepalanya sampai bunyi bugh!
"Oke. Tapi kalau Aluna mau minta temani lagi, jangan salahkan aku. Dari kemarin aku nggak pernah mengejar Aluna, dia yang terus mencariku."
"Cih, sombong sekali!" Calandra hanya menunjukkan wajah datar. "Apa bener-bener kamu pelet anak saya biar tunduk sama kamu? Jangan macam-macam ya, saya bisa penjarakan kamu! Biar tahu rasa kalau udah mendekam dalam jeruji besi."
"Pemikiran kuno lagi. Kamu hidup di jaman apa, huh? Kok masih percaya kayak gituan. Aneh, nggak waras nih!"
Kenny gemas ingin menyentil bibir Calandra. Dia berani sekali pada Kenny, lama-lama Aluna juga tertular virusnya. "Setelah antar Aluna ke sekolah, jangan memunculkan diri di hadapan dia lagi. Saya jamin dia nggak bakal nyari kamu."
"Oke. Buktikan ya. Awas aja kalau sampai datang ke rumahku, terus memohon biar Aluna ada temannya."
"Nggak bakal. Memangnya kamu pikir saya mau memohon sama kamu? Cih, nggak sudi!"
"Iya, Om, iya!" Calandra memutar bola mata balas, lalu beranjak dari hadapan Kenny dengan tidak sopan. "Ayo Aluna, kita berangkat sekolah. Ternyata rumah kamu bahaya, ada keong racunnya!"
Aluna mengernyit bingung, melangkah bersama dengan Calandra menuju halaman depan. "Siapa keong racun? Tante Fara ya?" Lalu berbisik di ujung kalimat, membuat Calandra terkikik.
Kenny hanya memerhatikan dari kejauhan, sadar jika Aluna tampak berbeda jika bersama dengan Calandra. Dia lebih bahagia?
"Damn! Enggak, Calandra nggak baik buat Aluna. Ini hanya sementara, sebelum wanita itu menunjukkam sifat aslinya. Dia licik, hanya mau uang!" Terdiam sebentar, Kenny kemudian mendesah kesal.
"Sayang, kenapa?" Faradilla baru saja dari kamar mandi, menatap bingung pada Kenny. "Kesal sama Aluna lagi? Ayo dong, nggak lucu kalau kalian berantem mulu. Aku nggak enak dengarnya." Padahal jauh dalam lubuk hati Faradilla, dia sungguh tidak peduli. Perdebatan Kenny dan Aluna hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Semakin Aluna membenci Faradilla, semakin dia tidak menyukai anak itu juga. Ketika Faradilla memiliki Kemny, dia akan menyerahkan hak asuh pada Omanya mungkin?
Kenny tidak bisa menolak kemauan Faradilla, jadi dia dengan mudah berkuasa di atas segalanya, termasuk menjadi ratu di kehidupan pria itu kan?
Faradilla tidak suka anak kecil, bahkan dia tidak berencana ingin hamil dan melahirkan. Badannya bisa rusak, tidak mau juga meninggalkan pekerjaan demi mengurus tangis dan popok bayi. Kenny mencintainya, pasti menerima apa saja yang Faradilla sukai.
"Iya, Sayang. Ayo kita berangkat, ini udah telat banget, takut macet di jalan." Merangkul pinggang Faradilla, mengecup bahu wanita yang sangat dia cintai. "Makasih udah nyiapin sarapan. Enak banget, aku sampai nambah." Padahal Faradilla hanya menyiapkan nasi goreng pedas, omelet, dan daging asap.
"Sama-sama, Sayang."