ANCAMAN

1026 Words
Netra kami saling bertemu. Mata Angga menatapku begitu tajam penuh dengan kemarahan. Bibirku terkunci karena aku menyadari bahwa Angga sepertinya telah mengetahui kebohonganku dan Kayla. Sesungguhnya aku masih ingin membela diriku. Mengatakan pada Angga aku adalah Kanaya, dan sama sekali tidak mengenalnya. Jemari Angga menekan kedua pipiku dengan begitu keras. Aku membuang mata agar tak bertatapan lagi dengannya. Dulu mata itu begitu indah meski dalam kegelapan. Tapi kini mata itu seperti elang dan ingin mencengkram mangsanya. "Angga aku gak ngerti ya apa maksud kamu ! Lepasin!" Aku berusaha meronta dan meminta Angga melepas tangannya dari wajahku. Angga semakin mendekatkan wajahnya padaku. Aku merasa takut padanya. Entah kenapa tangan Angga yang kuat mencengkeram wajahku tiba-tiba mulai melemas. Aku sedikit bernafas lega melihat Angga mulai melunak, tpi saat aku memejamkan mataku aku merasakan Angga menarik tubuhku hingga tubuh kami berdekatan tanpa jarak satu centi pun. Tangan Angga meraba masuk ke dalam kaos yang aku pakai. "Angga jangan kurang ajar kamu ya !" Bentakku mencoba mendorong Angga lagi. Namun nihil. Bukannya melepas pelukannya Angga justru makin mengeratkan pelukannya padaku. "Bukankah kita sudah sering melakukan ini saat masih bersama dulu Kayla ?" Bisik Angga di telingaku yang membuat tengkukku merinding. "Kamu gila Angga !" Dorongku lagi pada tubuh Angga. "Tanda di pinggulmu?" Bisik Angga tepat di telingaku lagi, dan mengeratkan lagi tubuhku pada tubuhnya, tangannya juga masih meraba pinggulku hingga membuatku tidak nyaman. "Aku bisa melaporkanmu ke polisi ya Angga atas tindakan pelecehan yang kamu lakukan padaku ! " Bentakku pada Angga. "Dan aku juga bisa menjebloskanmu ke penjara dengan tuduhan penipuan dan pemerasan yang kamu lakukan padaku ! " Bentak Angga dengan nada begitu keras hingga membuatku terperanjat. Angga mundur kebelakang. Dia berjalan menjauhiku. Dia kembali melihat sekeliling. Sementara aku masih terengah-engah karena rasa takut dan kaget dengan bentakan Angga. Aku terduduk di tempat yang sama dengan tempatku berdiri. Sesungguhnya aku benar-benar merasa takut dengan kehadiran Angga. Aku menenggelamkan wajahku di kedua lututku menahan tangis dan sesak didada. "n****+ ini adalah cerita kita." Kata Angga mendatangiku. Dia duduk di depanku dengan membawa novelku yang terakhir terbit kemarin. Dia membukanya acak seolah sedang mengejekku. "Aku tau Angga yang kamu tulis disini adalah aku!" "Siapapun boleh kan menggunakan nama yang sama ?" Tanyaku. "Tapi waktunya tidak mungkin sama kan ?" "Meskipun cerita yang kamu suguhkan berbeda, tapi latar dan waktunya adalah saat kamu sedang bersamaku." "Jangan terlalu PD kamu !" "Atau haruskah kita mencoba melakukan setiap adegan yang kamu ceritakan disini Kayla ?" Tanya Angga dengan membelai rambutku. "Pergi kamu !" "Oke ! Aku akan pergi ! Tapi besok aku akan kembali! " Kata Angga sambil beranjak pergi. "Dan ingat ! Jangan mencoba untuk menghindariku lagi jika tidak ingin n****+ dewasa kamu ini sampai ke kedua orang tua kamu ! " Tunjuk Angga padaku sambil melempar novelku ke wajahku. **** Kepalaku terasa pusing disaat aku terbangun dari tidurku. Angga meninggalkan studio jam satu dini hari. Aku sama sekali tidak bisa tidur sepeninggal Angga. Aku merasa ketakutan melihat Angga semurka itu. Semua kata-kata dan perlakuan Angga membuatku merasa terancam. Semarah itukah dia padaku ? Padahal aku sama sekali tidak berbuat jahat padanya. Toh meskipun aku berbohong juga aku tidak berlaku buruk. Aku bahkan merawat dia sepenuh hati. Jika aku melaporkannya ke polisi mungkin aku akan menang. Aku baru tertidur saat adzan subuh berkumandang. Dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Aku baru tertidur selama dua jam. Padahal hari ini jadwal kuliahku padat dan aku juga ada janji memotret disini. "Selamat pagi ... " Kata Angga yang sudah duduk di kursi tamu begitu aku keluar dari kamar. Mataku membulat melihat kehadiran Angga di studio. Aku ingat betul tadi malam aku sudah mengunci pintu selepas Angga pergi meninggalkan studio. Aku melirik posisi kunci studio yang masih tergeletak rapi diatas nakas, lalu bagaimana Angga bisa masuk? "Dulu saat aku buta kamu yang merawatku, sekarang aku sudah melihat, dan aku ingin membalas kebaikanmu padaku." Kata Angga sambil mendekat ke arahku. "Aku rasa aku bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan kamu !" Kataku ketus. "Aku sudah mengganti bunga lili milikmu yang sudah mulai layu, sama seperti yang kamu lakukan dulu saat aku buta." Katanya lagi sambil berdiri dibelakangku. Aku tidak menjawab perkataan Angga, hanya meliriknya sekilas sambil membuang nafas kasar. "Sekarang siapkan makan yang sudah kubeli!" Perintah Angga sambil memberikan satu bungkus totebag berisi sayur mentah dan aneka bahan minuman dan kopi. Aku meraihnya dan berjalan ke dapur untuk menyiapkan makanan sesuai dengan bahan yang dibawa oleh Angga. Aku lebih memilih memasak tumis kangkung, dan menggoreng tempe mendoan. Menu ini menu kesukaan Angga. Aku masih ingat mbok Nah sering memasak ini untuk Angga disaat mood dia sedang tidak baik. Tak lupa aku membuatkan dia kopi s**u kesukaan Angga. Air putih juga kusiapkan di meja tempat Angga menungguku sambil memainkan ponselku. "Kamu !" Aku berusaha mengambil ponselku dari tangan Angga. Tapi Angga lebih gesit dariku. Da langsung menyembunyikan ponselku di belakang punggungnya sehingga aku tidak bisa menjangkaunya. Angga menatap mataku dengan pandangan yang menyeramkan.Seperti orang yang penuh dendam padaku. "Duduk !" Perintahnya. "Kembalikan ponselku !" "Aku bilang duduk !" Bentaknya. Aku membuang nafas kasar dan memilih untuk duduk di sofa di dekatnya. Angga tidak banyak bicara, dia memilih untuk menyeruput kopi s**u, menikmatinya sebentar kemudian diletakkan lagi lalu memakan nasi, tumis kangkung dan tempe mendoan. "Makan !" Perintahnya tanpa melihatku. Aku masih tetap berdiam diri melihat Angga dengan segala gemuruh di dalam hatiku. Sungguh aku ingin mengusirnya dari hadapanku. "Kalau kamu gak makan ga usah kuliah !" Perintahnya lagi. Aku membuang nafas kasar untuk kesekian kalinya melihat gelagat Angga yang mengaturku. Padahal dia bukan siapa-siapa. Aku mengambil piring dan nasi dengan terpaksa. Makan seperlunya dan tidak ada percakapan sama sekali diantara kami berdua. "Bersiaplah untuk ke kampus, aku yang akan mengantarmu!" Perintah Angga lagi saat aku selesai mencuci piring. "Aku bisa berangkat kuliah sendiri. Kamu lebih baik pergi dari sini. Dan berhenti mengangguku! Urus saja urusan kamu dengan Kayla. Bukan aku!" Kataku tegas. "Bukankah Kaylaku itu kamu ?" Tanya Angga lagi sambil mencengkeram pipiku lagi. "Semua ada disini!" Kata Angga sambil menunjukkan ponselku yang sedari tadi dia bawa. "Bahkan aku bisa memenjarakanmu dengan tuduhan yang seberat-beratnya agar penipu seperti kamu dan keluargamu tidak lagi berkeliaran!" Ancam Angga lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD