TEROR

1030 Words
Mobil mewah Angga melaju meninggalkan studioku. Aku sama sekali tidak berbicara sepatah katapun padanya. Menggunakan kacamata hitam dan setelan panjang berwarna hitam, dengan model rambut textured crop menambah pesona Angga. Aku menggelengkan kepalaku membuang fikiranku yang mulai berjalan kemana-mana. Aku membuang nafas pelan agar tak terdengar oleh Angga. "Mana ponselku!" Pintaku pada Angga saat kami sampai di kampus. "Aku bawa." "Apaan sih kamu ? Itu ponselku ! Semua kontak dan satu-satunya alat komunikasiku, kalau itu kamu bawa bagaimana aku menghubungi orang ? Dan bagaimana jika ada yang mencariku ?" "Siapa yang akan mencarimu ? Kamu sedang tidak ada proses pembuatan novel. Kamu juga sedang tidak mengikuti lomba fotografer. Kalau ada yang janjian untuk foto biar aku yang atur. Kalau orang tuamu yang menelfon sepertinya tidak mungkin! Bukankah kamu tidak begitu di harapkan di keluargamu ?" Tanya Angga sambil mendekat kepadaku. Angga sungguh menghinaku. Dia bahkan tersenyum seperti merendahkanku. Aku mengambil tas dan memutuskan untuk turun dari mobil tanpa memperdebatkan masalah ponsel lagi. **** Aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan tidak kembali ke studio dulu untuk menghindari teror Angga. Sepertinya aku perlu membicarakan hal penting ini dengan Kayla. Sejauh mana Kayla bercerita tentang aku dan Angga, jika memang dia sudah jujur pada Angga kenapa tidak menceritakan hal sepenting ini padaku ? "Lho kamu tumben pulang Nay ? " Tanya bunda begitu tau aku pulang. "Iya bunda, Naya kangen sama bunda dan ayah." Kataku sambil mendekat dan memeluk bunda dari belakang. Bunda meletakkan bahan rajutannya di meja lalu mengusap rambutku. Entah kenapa hal sesepele ini membuatku merasa hangat dan nyaman. Bunda hampir tidak pernah melakukan hal ini padaku. "Pulanglah sering-sering. Ini juga rumahmu kan ?" Tanya bunda lagi. Aku mengangguk menjawab pertanyaan bunda. Betapa senangnya hatiku bunda masih mengharapkan kehadiranku. "Apakah studiomu sepi ?" Tanya bunda begitu aku sudah duduk disampingnya. "Rame bunda, setidaknya setiap hari ada aja yang masuk bunda." Jawabku. "Bunda ikut senang Naya. Oiya nanti kalau kamu mau balik ke studio bunda minta uang ya ?" Aku mengangguk sambil membuka tas dan memberikan tiga lembar uang seratus ribuan kuberikan pada bunda. "Makasih ya Nay." Kata bunda sambil memelukku. "Sama-sama bunda. Bunda Kayla belum pulang ?" "Ada di kamar dia. Mungkin lagi tidur. Hari ini kan dia libur." "Naya ke kamar Kayla dulu ya bunda." Bunda mengangguk mempersilahkan aku menuju ke kamar Kayla. Aku menaiki tangga kamarku, ada rasa rindu menguak di dalam diriku. Dulu hampir setiap hari aku melewati tangga ini untuk keluar masuk kamar, tapi sekarang sudah hampir satu bulan aku tidak melewatinya. Kamarku berada di ujung tangga, sebelum ke kamar Kayla aku memutuskan untuk memasuki kamarku terlebih dahulu. Suasana kamarku masih sama seperti saat aku meninggalkannya dulu. Vas bunga yang biasa aku pakai untuk menaruh bunga lili kini kosong, mungkin bunda sudah membuangnya karena sudah layu atau mungkin membusuk. Ranjangku masih terbalut sprei dengan rapi. Rasanya ingin kembali, tapi mengingat bagaimana aku beda dirumah ini aku memilih untuk tidak menetap bersama lagi. "Naya ?" Panggil Kayla di ujung pintu kamarku. "Kayla !" Aku memanggil namanya karena kaget dengan kehadiran dia yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu. "Kapan datang ? Kok ga bilang sih ?" Tanya Kayla sambil masuk ke kamarku dan duduk di ranjang bersamaku. "Baru aja sih. Tadi pulang kuliah langsung kesini." "Nginep kan ?" "Gak bisa Kay, banyak foto yang belum aku cetak." Kataku. "Yahhh ... " Kayla memanyunkan bibirnya. "Janji deh sampai malam. Pasti mau cerita ya ?" "Ya gitu deh. Aku punya banyak stok cerita tau." "Gih ayok mulai ceritanya, aku jadi penasaran." Kayla mulai menceritakan semuanya tentang dirinya, mulai dari di rumah sakit dia yang bertengkar sama salah satu teman coasnya, trus tentang nilai praktikumnya yang menurun hingga dimarahi ayah, trus tentang Abdi yang masih terus berusaha menghubungi Kayla, sampai tentang hubungan Kayla dengan Angga. Ini adalah bagian yang paling aku tunggu. "Kay apa Angga sudah tau tentang kebohongan kita ?" Tanyaku saat Kayla. "Belom. Tenang aja aku belom cerita kok ke Angga." "Jadi Angga sama sekali ga tau kan tentang kebohongan kita ? " "Enggak Nay. Kenapa sih ?" "Cuma nanya aja. Trus kamu masih sering jalan sama Angga ?" "Masih, hampir tiap hari juga sih. Cuma beberapa hari ini dia ga ngajak aku jalan. Mungkin dia sibuk." Jelas jika Angga tidak mengajak Kayla keluar, secara Angga menjadi benalu di studioku. Bagaimana caranya aku bicara pada Kayla jika Angga sepertinya sudah tau soal rahasia ini dan Angga menerorku. "Libur minggu lalu Angga ngajak aku ke Tawangmangu. Dia ajak aku ke villa milik dia." Mataku membulat mendengar cerita Kayla. "Trus ?" Tanyaku dengan penasaran. "Ya kita jalan-jalan disana. Dia ngajak aku camping, jelas aku gak mau lah. Kamu kan tau Nay aku gak suka camping. Aku gak suka alam. Aku pilih tidur di villa sambil bakar-bakar daging. Lebih nikmat." Aku menggigit bibir bawahku. "Tau gak Nay kita tuh kaya udah bener-bener suami istri tau, Angga ajak aku ke rumah dia, trus juga sering nyuruh aku masak dan bikin minum buat dia." "Kenapa kamu ga tanya aku dulu Kay? " "Lha ngapain tanya ? Kan aku juga bisa ? Walaupun ga seenak masakan kamu, yang penting Angga suka." "Bukan masalah suka enggaknya Kay, tapi kan aku bisa ngasih tau kamu apa aja kesukaan Angga." "Udah deh Nay, kamu ga usah lebay gitu. Aku sama Angga tu aman sekarang. Dia juga udah lupa sama kamu. Dia ga akan inget siapa dulu dokternya, udah lama juga kan ? Angga tu ga pernah mikir aneh-aneh juga tentang kamu. Toh sampai sekarang aku sama Angga masih baik-baik saja kan ?" Kamu ga tau Kay apa yang kamu pikir baik-baik saja itu sangat tidak baik untukku. Sekarang aku semakin yakin jika Angga memang sudah mengetahui semuanya. Aku melupakan satu hal bahwa Angga itu adalah orang pintar, dia bukan orang bodoh. Angga adalah seorang pengusaha, dia pebisnis, tidak mungkin dia mudah tertipu apalagi oleh orang bodoh sepertiku. Percuma saja aku menutupi kebohongan ini di depan Angga jika dia memang sudah mengetahui segalanya. Apalagi sekarang ponselku dipegang oleh Angga dan bukan tidak mungkin jika dia membuka semuanya termasuk galery foto. Foto-foto kami masih kusimpan rapi di galleryku. "Kayla ! Ada Angga ! Cepat turun !" Teriak bunda dari bawah memanggil Kayla. Mataku langsung membulat mengetahui kehadiran Angga disini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD