Chapter 7

1351 Words
Liora duduk di tepi tempat tidur yang pernah ia masuki di rumah besar Kevin tempo hari. Jari-jari tangan saling memilin, perasaan kacau Liora saat ini tak bisa di deskripsikan dengan jelas. Kemarin adalah hari yang sangat mengejutkan bagi Liora, ada bayi di perutnya dari kesalahan satu malam yang tidak di sengaja. Sedih, tapi juga senang. Sedih karena ia hamil sebelum pernikahan, tapi senang karena ia akan menjadi seorang ibu dari bayinya yang belum lahir. Sesekali Liora mengusap perutnya yang masih rata, tiap kali mengusap perutnya sendiri, ada rasa berdebar yang Liora rasakan. Brakk! Liora melonjak kaget, pintu terbuka dan terlihat sosok Karin berdiri di sana. Wajah Karin tidak seramah seperti yang Liora kenal sebelumnya, Liora takut jika apa yang akan Kevin lakukan telah di dengar oleh Karin, lalu boss-nya ini akan memarahi Liora karena menggoda kakaknya. “Mbak Karin.” Desis Liora. Karin berjalan cepat ke arah Liora, sedangkan pintu kamar tertutup dengan sendirinya setelah Karin lewat. Karin memegang tangan Liora yang dingin, menatap wajah gadis imut yang sudah Karin kenal cukup lama. “Kak Kevin apain kamu sampai dia tiba-tiba ngotot mau nikahin kamu besok?” tanya Karin. Liora gelagapan, apa Kevin belum memberi tau mengenai kehamilan Liora? Jika Kevin belum memberitahu, artinya Liora juga tidak akan memberitau siapapun, Kevin pasti punya alasan kenapa lelaki itu tidak memberitahu keluarganya. “Mbak Karin, aku ....,” “Liora. Aku gak marah sama kamu, tapi kamu bilang sama aku. Kak Kevin apain kamu sampai tiba-tiba dia mau nikah sama kamu? Bukan masalah mau sama siapapun kak Kevin bakalan nikah tapi besok itu terlalu cepat, aku yakin pasti ada sesuatu ‘kan? Kak Kevin sudah bikin ulah apa sampai kamu mau nikah sama dia?” cecar Karin. Liora menggeleng, ia takut. Takut jika orang yang selama ini baik padanya tiba-tiba membencinya karena tau apa yang sebenarnya terjadi. Pelupuk mata Liora mengembun, Karin menghela nafas, mengusap air mata yang akan menetes ke wajah cantik Liora. “Aku gak niat mau bikin kamu takut, jangan nangis ya. Aku cuman kaget, kenapa kak Kevin tiba-tiba mau nikahin kamu, dan ini terlalu mendadak. Aku takut kalau kak Kevin itu nyakitin kamu, kak Kevin memang orang yang baik tapi bukan berarti dia gak bisa bikin kesalahan.” Karin merengkuh tubuh Liora yang lebih kecil darinya. Tubuh Liora bergetar, Karin sangat yakin jika ada sesuatu di antara Liora dan Kevin. Liora yang Karin kenal adalah anak yang ceria, tidak banyak bergaul dan lebih sering menghabiskan sebagian besar waktunya di butik. Melihat respon Liora yang seperti ini saat di beri pertanyaan, ini bukan respon orang yang mengharapkan pernikahan. Jika memang Liora mencintai Kevin, harusnya Liora senang dan bukan malah menangis ketakutan seperti ini. Karin mengurai pelukan untuk Liora, kembali mengusap air mata yang sudah membasahi wajah cantik menggemaskan milik Liora. “Mbak Karin gak benci sama aku ‘kan?” tanya Liora. Karin menggeleng. “Kenapa aku benci sama kamu? Kamu gak salah, tapi besok itu hari pernikahan kamu sama kak Kevin. Jadi, jangan nangis ya. Kak Kevin pasti bisa jagain kamu kok dan kabar baiknya lagi adalah mulai besok kita akan beneran jadi keluarga.” Karin memberikan senyum ramahnya. Liora semakin merasa bersalah, ia mengusap air matanya yang siap akan menetes kembali, wajahnya menghadap Karin dan menatap calon adik iparnya. Tidak menyangka, boss baik hati yang selama ini Liora puji akan menjadi adik iparnya besok. “Kamu jangan panggil aku ‘Mbak’ lagi mulai sekarang ya. Panggil aja aku Karin, kamu kan mau nikah sama kak Kevin.” Karin kembali berbicara, Liora justru semakin merasa bersalah. “Mbak Karin ...,” “Shhh..., udah-udah nangisnya. Calon pengantin kok malah nangis kayak gini sih, pamali loh.” Lagi, Karin merengkuh Liora ke dalam dekapannya. Saat itu kedua bola mata Liora melihat sosok Kevin yang sedang bediri di dekat pintu yang setengah terbuka. Melepaskan pelukannya dari Karin lalu Karin pun berbalik melihat Kevin yang berjalan mendekat. “Mama nyariin kamu di bawah.” Ucap Kevin. Karin mengangguk lalu ia menatap Liora sebelum keluar dari kamar tersebut. Kevin berjongkok di depan Liora, menggenggam kedua tangan Liora sembari mendongak menatap gadis yang akan menjadi istrinya besok. Kecupan lembut Kevin daratkan di punggung tangan Liora sekilas. “Maaf.” Satu kata itu meluncur bebas dari bibir Kevin. “Pak, aku ...,” “Maaf udah buat kamu kayak gini. Kalau bukan karena kebodohanku, kamu pasti masih bisa menjaga kesucianmu dan tidak perlu terpaksa nikah sama aku demi bayi yang ada di perut kamu saat ini.” Sela Kevin. Nyeri. Perasaan Liora rasanya seperti tersayat oleh goresan silet yang tajam. Sebelah tangan Kevin terangkat, mendongak, mengusap lembut wajah Liora yang sedikit basah. “Jangan sedih, jangan pikirkan apapun yang membuatmu pusing. Aku tau kamu pasti merasa tidak nyaman dengan pernikahan dadakan ini, tapi aku gak mau kamu stress. Bagaimanapun juga ada janin yang harus kita jaga bersama.” Sesaat perasaan nyeri tadi berubah menghangat. Sentuhan kelembutan Kevin berhasil membuat Liora luluh, hangat dari tangan Kevin yang membelai wajahnya menghantarkan sensasi nyaman yang hanya bisa Liora dapatkan saat ibunya masih hidup. Kevin berdiri, duduk di samping Liora dengan posisi miring menghadap gadis itu. Kedua bola mata bening milik Liora menatap Kevin, tidak ada kecacatan di wajah lelaki di depannya ini. Selain itu, sifat Kevin juga sangat lembut, mungkin karena Kevin punya adik perempuan yang selama ini ia jaga. Rengkuhan hangat kembali di terima oleh Liora, tangan Kevin mengusap kepala Liora yang bersandar di dadanya. “Aku gak berharap kamu bisa dengan cepat maafin aku. Kesalahanku terlalu besar buat kamu maafkan dengan mudah.” Tak pernah Kevin merasa sebersalah ini, ia juga tidak pernah sedekat ini sampai berani memeluk wanita yang baru datang di hidupnya. Saat dengan Almira, Kevin hanya berani menggandeng tangannya, tak pernah sekalipun Kevin berani memeluk atau mencium Almira ketika menjadi kekasihnya dulu. Begitupun dengan gadis yang pernah menjadi tunangan Kevin, tak ada kedekatan romantis yang pernah Kevin berikan sampai pertunangan itu akhirnya berakhir begitu saja. “Pak Kevin.” Panggil Liora dengan nada lirih. Kevin melepaskan pelukan, Liora menarik diri dan menatap wajah Kevin. “Kenapa pak Kevin mau nikah sama aku? padahal bisa saja ‘kan pak Kevin biarin aku kayak gini tanpa perlu nikah? Lagipula, aku sama pak Kevin juga gak begitu saling mengenal, tapi kenapa pak Kevin bisa langsung mau nikahin aku setelah tau aku hamil anaknya pak Kevin?” tanya Liora. Helaan nafas rendah keluar dari bibir Kevin. “Liora, dengar aku.” Kata Kevin serius. “Aku gak akan biarin anak aku lahir begitu saja tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan aku bukan orang yang akan lari dari rasa tanggung jawab. Lebih dari itu, aku sangat tau bagaimana rasanya punya kedua orang tua namun di abaikan.” Tutur Kevin meyakinkan. Liora menunduk, dirinya juga di besarkan hanya dengan didikan sang ibu, saat usia Liora lima tahun. Ayahnya meninggal jatuh dari atap bangunan saat mencari nafkah. “Kamu benci aku karena buat kamu hamil?” Terdiam. Liora tidak menjawab. Kevin manggut-manggut, ia mengusap rambut hitam yang sedikit bergelombang milik Liora. “Kamu istirahat aja, semua acara dan prosesnya biar aku yang urus. Kamu jangan sampai kecapekan, aku gak mau terjadi sesuatu dengan bayinya.” “Pak Kevin.” Panggil Liora yang berani kembali menatap wajah Kevin. “Kamu butuh sesuatu?” tanya Kevin. Liora menggeleng. “Aku mau tanya, apa pak Kevin sangat ingin anak ini lahir?” katanya balik. “Tentu saja. Meskipun kita membuatnya tanpa sengaja, tapi dia itu bernyawa Liora. Sesuatu yang bernyawa harus di pertahankan, apalagi ini yang harus kita pertahankan adalah calon anak kita, apa kamu tega membunuh anak kamu sendiri?” Liora menggeleng. Kevin menarik nafas dalam lalu ia hela perlahan. “Pokoknya jangan macam-macam, selagi aku masih ada untuk melindungi kalian, aku tidak akan membuat kalian terluka.” Kevin tersenyum, wajah tampan nan ramah itu berhasil menggetarkan perasaan Liora, kecupan hangat mendarat di kening Liora sebelum Kevin keluar dari kamar tersebut. Liora memegangi dadanya, ada rasa berdebar yang ia rasakan beberapa saat lalu. Entah perasaan apa itu, tapi rasanya sangat menyenangkan di perlakukan dengan lembut oleh seseorang. Sesaat Liora tersenyum, melupakan kesedihan yang ia rasakan beberapa saat lalu. ___ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD