Chapter 5

1223 Words
Liora masih belum sadarkan diri selama kurang lebih satu jam sejak Kevin membawanya ke rumah sakit. Wajah imut Liora terlihat pucat. Kevin duduk dengan tangan mengusap wajahnya berkali-kali. Ia telah membuat gadis seperti Liora mengandung bayinya, hal yang tidak Kevin sengaja telah menciptakan nyawa yang belum lahir. Kevin keluar, ia pulang kerumahnya selagi Liora masih berada di rumah sakit dalam keadaan tidak sadar. Kebetulan kedua orang tua Kevin ada di rumah, walaupun sosok ayah Kevin kini terlihat akan kembali ke rumah istri barunya. “Kamu dari mana Vin, pulang-pulang kok wajahnya pucat begitu.” Tanya Sandra. Hasan juga menatap Kevin. “Kamu ada masalah? Kamu bisa bicarain sama papa sebelum papa balik ke Kalimantan.” Katanya. Kedua pupil mata Kevin menatap ayah dan ibunya bergantian, semalam. Ya semalam, Karin baru saja mengadakan acara resepsi pernikahan. Bukan Kevin ingin mendahului Karin dalam perihal keturunan tapi hal ini murni karena tidak sengaja dan Kevin harus bertanggung jawab. “Aku akan menikah, minggu ini juga.” Katanya, hal tersebut sontak saja membuat kedua orang tua Kevin terkejut. “Kamu serius?” tanya Sandra. “Vin, minggu ini terlalu cepat. Adik kamu bahkan baru semalam selesai gelar acara, emang gak bisa gitu kamu nunggu satu bulan lagi?” lanjutnya. Kevin menggeleng. “Enggak bisa, Ma. Kevin akan menikah sama Liora, minggu ini juga. Dan Kevin juga tidak ingin acara di adakan seperti Karin, cukup di lakukan sederhana saja yang jelas aku akan menikahi Liora dalam waktu singkat ini.” “Kenapa tiba-tiba begini, Vin?” tanya Hasan. Tangan Kevin menyugar rambutnya ke belakang, ia tidak bisa cerita jika Liora saat ini mengandung bayinya. Kevin hanya bisa menghela nafas berat dari bibirnya yang kemerahan. “Aku sudah memberi tahu kalian, sisanya biar aku sendiri yang urus acaranya.” Lalu Kevin naik ke dalam kamar untuk mengambil sesuatu, setelahnya ia kembali ke rumah sakit untuk menemani Liora. Saat Kevin tiba di rumah sakit, Liora sudah bangun dan terlihat duduk dengan wajah pucat. Kedua mata gadis itu langsung kaget melihat Kevin datang menghampiri. “Pak Kevin kok di sini?” tanya Liora. “Bagaimana keadaanmu?” Kevin balik bertanya. Liora mengangguk rendah. “Sudah mendingan, tapi pak Kevin belum jawab aku. Kenapa Pak Kevin ada di sini? Pak Kevin yang bawa aku ke rumah sakit?” Liora masih bertanya, jelas terlihat jika gadis itu belum tau jika keadannya sekarang sedang tidak sendirian, ada nyawa baru yang belajar tumbuh di rahimnya. Kevin mendekat, “Kamu istirahat aja sampai kondisi kamu benar-benar baikan, ada hal yang harus aku beritahu setelah kamu keluar dari rumah sakit nanti.” Kalimat kevin terdengar sangat lembut, dengan mendengar suaranya saja membuat Liora yakin jika Kevin adalah sosok pria penyayang. Liora mengangguk mengiyakan ucapan Kevin, lelaki itu memperbaiki selimut untuk Liora agar gadis itu bisa kembali istirahat. Hari sudah sore, Liora juga merasa tidak sakit lagi sehingga Kevin membantu Liora pulang. Tapi bukan pulang ke butik, melainkan ke rumah besa Kevin. “Pak Kevin, pak Kevin ada yang mau di ambil ya di rumah itu? Kalau gitu aku bisa pulang naik ojek aja pak, takutnya ngerepotin pak Kevin.” Kevin menoleh sejenak, mengabaikan ucapan Liora dan terus mengemudikan kendaraan sampai memasuki gerbang tinggi menjulang di mana sebuah rumah mewah berdiri kokoh di sana. “Ayo turun.” Ajak Kevin. “Hm ..., aku pulang aja ke butik deh pak. Aku juga gak ada urusan di rumahnya pak Kevin.” Tolak Liora. Kevin menghela nafas, ia memutari mobil dan membuka pintu di sisi Liora, membantu melepaskan sabuk pengaman dan menggandeng tangan itu memasuki rumah. Liora berdebar-debar merasa aneh di gandeng seperti ini oleh Kevin. Liora mencoba menarik tangannya dari Kevin tapi lelaki itu memegangnya dengan cukup kuat. Kevin membawa Liora ke kamarnya, saat ini rumah sedang sepi karena kedua orang tua Kevin sedang pergi entah kemana. Sedangkan Karin pasti sedang menghabiskan waktunya dengan sang suami, jadi Kevin tidak ingin mengganggu masa-masa saat kedua orang itu menikmati yang namanya pengantin baru. “Pak Kevin, tolong berhenti pak.” Seru Liora sebelum Kevin membawa Liora menaiki tangga. Menoleh, tanpa banyak bicara Kevin membopong Liora menaiki tangga. Hal itu spontan membuat Liora memekik kaget hingga melingkarkan tangan di bahu Kevin. “Pak Kevin, turunkan saya pak.” “Liora, bisa kamu diam saja.” Seperti terhipnotis oleh suara rendah kevin yang menenangkan, Liora pun diam sampai Kevin membuat Liora duduk di atas tempat tidur yang empuk dan nyaman. “Mulai sekarang, kamu tinggal di rumah ini.” Liora langsung berdiri. “Gak usah pak. Saya lebih merasa nyaman tinggal di butik, lagian ada pekerjaan yang harus saya kerjakan di sana.” Liora akan melewati Kevin tapi segera Kevin mencekal tangan Liora. “Hari ini dan seterusnya jangan melakukan pekerjaan apapun.” Kening Liora mengernyit, ia tidak paham dengan maksud Kevin berkata demikian. Perlahan, tangan yang memegang tangannya di lepaskan. Liora mendongak menatap Kevin sambil tersenyum, menyembunyikan rasa khawatir yang muncul di benaknya. “Pak Kevin terlalu baik banget sama aku. Tapi beneran kok pak, aku gak papa. Sekarang aku balik ke butik dulu, ya.” Kevin masih belum bisa mengatakan kondisi Liora sekarang, bagaimana jika gadis itu stress setelah mengetahui ada bayi di perutnya yang masih rata itu? Kevin mengikuti Liora, sepertinya saat ini Kevin belum akan memberitahu Liora mengenai kehamilannya, biarkan Kevin menyelesaikan pendaftaran pernikahan agar jika Liora mengetahui kehamilan tersebut, gadis itu tidak punya pilihan untuk menolak pernikahan yang akan terjadi. “Kamu beneran mau balik ke butik? Di sini kamu bisa mendapatkan apapun yang kamu mau loh, ada bibik yang nyiapin makanan buat kamu. Kamu gak usah kerja, lagian butik juga di liburkan sama Karin ‘kan?” “Enggak Pak. Aku udah tinggal gratis di butik, masa’ iya aku gak beres-beres butik. Oh ya, terima kasih ya Pak buat hari ini. Pak Kevin udah baik hati mau antar aku ke rumah sakit.” Liora berkata dengan senyum manisnya. Berjalan keluar dari kamar tersebut tapi Kevin menahan tangan Liora. “Kalau kamu mau balik ke butik, biar aku antar kamu.” Kevin takut jika terjadi sesuatu saat di jalan, bagaimana kalau bayi yang ada di perut Liora terluka? Mau bagaimanapun itu adalah bayinya juga. Di perjalanan hanya ada keheningan, Liora menatap Kevin yang sibuk menyetir lalu memalingkan wajah ke arah jalanan lewat jendela. “Jangan kerja keras sampai kecapekan, nanti kalau kamu sakit segera telfon aku saja.” Kata Kevin tanpa menoleh. Sebenarnya Liora merasa heran dengan sifat Kevin yang seperti ini. Kevin lantas melontarkan pertanyaan lain untuk Liora. “Kamu punya pacar?” “Enggak. Aku belum pernah pacaran.” Jawab Liora jujur. Kevin menoleh sejenak. “Kenapa?” “Ya karena aku gak pengen pacaran. Lagian untuk apa pacaran? Orang ‘kan mikirnya aku ini masih anak SD.” Liora terkekeh geli, tapi kekehan tersebut langsung berhenti, beralih deheman canggung. “Lalu apa ada cowok yang dekat sama kamu?” sekali lagi Kevin bertanya. Liora menggeleng. “Aku punya temen cowok, tapi pas SMA dulu. Sekarang aku bahkan gak punya teman perempuan, apalagi teman cowok.” Jawabnya. Semakin di buat yakin. Anak itu pasti anak Kevin. Rasa bersalah menyergap diri Kevin. Liora terdiam, ia masih merasa tidak bisa sedekat ini dengan Kevin, waktu itu Kevin terus menuntutnya agar mengakui kejadian malam berdarah, tapi Liora bersikeras jika itu bukan dirinya. Lalu kenapa Kevin tiba-tiba saja bersikap seperti ini tepat setelah lima minggu kejadian itu berlalu?. ____ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD