Chapter 4

1564 Words
Beberapa minggu kemudian. Butik di liburkan selama tiga hari saat Karin dan suaminya melakukan acara pernikahan. Liora malam itu datang ke acara besar yang di gelar oleh Karin, sangat mewah. Terlihat Karin dan suaminya bernama Altar berdiri bagaikan raja dan ratu di panggung acara. Mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Liora datang lebih dulu untuk memberikan ucapan selamat untuk Karin, karena Liora tidak punya apapun untuk di berikan pada Karin, Liora hanya bisa membuatkan baju yang ia rancang sendiri. Entah Karin akan menyukainya atau tidak itu urusan belakang. Terdapat banyak makanan di acara tersebut, Liora tak segan mencoba aneka makanan tanpa malu. Sesekali Liora di tatap oleh para tamu undangan, karena wajah Liora yang menggemaskan dan terlihat seperti anak kecil, para tamu undangan mengira jika Liora adalah anak dari salah satu tamu undangan yang datang. “Makanan di sini semua enak banget, jadi pengen gak mau berhenti makan.” Batin Liora. Cukup lama ia menyantap hidangan yang tersedia sampai perutnya kenyang, rasa puas di terima oleh Liora setelah mencoba beberapa jenis menu. Ia duduk, merasa kekenyangan. Lalu seorang lelaki paruh baya mendekati Liora, duduk di kursi kosong dekat gadis itu. “Mama kamu di mana? Kenapa sendirian?” katanya ramah. Mama? Liora celingukan. “Mama aku ud—“ kalimat Liora terjeda saat lelaki tadi di panggil oleh temannya, kini Liora kembali sendiri. Tersenyum menyadari jika masih saja ada yang berpikir dirinya adalah anak kecil. Liora melihat ke arah Karin dan Altar yang sibuk menjabat tangan para tamu undangan, saat ini Liora sudah kenyang dan waktu juga sudah malam, ia pun memilih kembali ke butik untuk segera istirahat. Malam ini sangat memuaskan, ia bebas makan enak tanpa harus keluar banyak uang. Katakanlah jika Liora adalah orang udik atau apapun, tapi bagi Liora jika ada yang gratis kenapa harus beli? Setibanya di butik, ia mengganti baju dan menghapus riasan tipis dan juga lipstik berwana pink itu dari bibirnya. Setelah mengganti baju, Liora membaringkan diri, entah kenapa ia langsung menuju ke alam mimpi dengan mudah, sepertinya ini efek dari makan kekenyangan. Ke esokan harinya, butik yang di kelola oleh Karin masih libur selama tiga hari dan selama itu masih ada satu karyawan yang tinggal di sana, Liora adalah satu-satunya karyawan karin yang tinggal menetap di butik seolah butik itu adalah rumahnya. Korden menutupi jendela kaca yang memperlihatkan isi di dalam butik selama masa libur. Semalam Liora merasa sangat puas telah memakan banyak makanan di dalam acara pernikahan boss nya. Hingga saat pagi hari ketika bangun pagi Liora langsung berlari ke kamar mandi memuntahkan semua isi di dalam perutnya yang hanya berupa cairan kental, perutnya terasa tidak nyaman dan kepalanya juga terasa pusing. Sepertinya semalam ia terlalu banyak makan sampai over dosis seperti ini, tubuhnya duduk dengan lemas di atas kloset kamar mandi tapi baru juga duduk tiba-tiba rasa mual kembali menyiksa Liora. Setelah cukup lama berada di dalam kamar mandi, Liora pun keluar dengan keadaan lemas, matanya berkunang-kunang bahkan untuk berjalan pun ia harus merayap di dinding dengan hati-hati. Butik sangat sepi karena hanya dirinya saja yang ada di sana, perlahan Liora mengambil tempat penyimpanan obat untuk mengambil obat magh dari sana, ia mual seperti ini kemungkinan penyakit magh nya kambuh lagi dan Liora tidak punya tenaga untuk pergi kerumah sakit. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sisa besok masa libur sebelum yang lain kembali datang untuk bekerja, jadi setelah hari ini ia harus segera pulih. Liora memegang ponselnya, tersenyum miris karena tidak ada yang bisa ia hubungi untuk meminta bantuan, keluarganya telah tiada bahkan ibu yang merawatnya dari kecil juga sudah pergi ke langit. Tanpa sadar air matanya menetes, jika bukan bantuan yang di berikan oleh Karin entah apa yang terjadi padanya saat ini. Memiliki boss yang baik dan ramah seperti Karin membuat Liora bersyukur dengan sangat, jaman sekarang sangat sulit mendapatkan boss seperti Karin yang menganggap karyawannya sendiri sebagai teman dari pada bawahan. Setelah meneguk obat magh, Liora kembali ke kamarnya yang memang tersedia mess bagi karyawan yang ingin tinggal di tempat itu. Perasaan Liora sungguh tidak nyaman, perutnya selalu bergejolak ingin memuntahkan sesuatu tapi tidak ada yang keluar, kepalanya juga pening sampai Liora mengikatkan kain di kepalanya agar rasa pusing itu segera hilang. Namun, rasa pusing yang tak tertahankan mengambil kesadaran Liora sehingga ia jatuh lemas tak sadarkan diri sendirian di butik Karin. --- Di lain tempat. Kevin sudah berpakaian santai, sisa acara semalam masih terasa di rumah Kevin walaupun acara di selenggarakan di gedung hotel. Langkah kaki cowok bertubuh tinggi dengan kulit putih bersih itu menuruni anakan tangga satu persatu sampai ada suara menyapa. “Bukannya kamu sedang ambil cuti, lalu sekarang pagi-pagi begini mau kemana?” tanya Sandra, ketika melihat putranya yang sudah rapih siap keluar dari rumah. Kevin menoleh tapi tidak menjawab dan kembali melanjutkan langkahnya, Sandra menggeleng. Ia berpikir bahwa Kevin seperti ini pasti belum merelakan Karin yang telah menikah dengan Altar, tapi pada nyatanya Kevin mengemudikan mobilnya menuju butik Karin. Beberapa hari ini Kevin tidak mengerti dengan perasaannya, ia bingung tapi juga seolah merasa sangat yakin akan sesuatu, hanya saja tidak bisa di ucapkan dengan kata-kata. Kevin memang tidak mengingat dengan jelas apa yang ia lakukan di hotel bersama Liora saat keadaannya dalam pengaruh alkohol. Tapi sejak saat itu ia penasaran, benarkah orang yang ia tiduri malam itu benar-benar Liora atau hanya ilusinya saja. Kevin bukan pria yang tidak akan tanggung jawab atas kesalahan yang sudah ia perbuat, selain itu jika memang benar ia telah menyentuh gadis tidak bersalah itu maka gadis itu adalah orang pertama yang Kevin sentuh. Entah kenapa bisa saat itu ia kehilangan kendali karena melihat Almira yang sudah bersuami menyapanya dengan ramah, Almira terlihat begitu mesra dengan orang yang sudah menjadi suami perempuan itu. Kevin masih mencintai Almira karena dulu saat mereka berpisah, hal itu bukan karena keinginan Kevin sendiri, melainkan karena tuntutan keluarga dan perjodohan. Lalu ketika melihat Almira sekali lagi membuat Kevin teringat kesalahan besar yang ia lakukan sehingga emosinya ingin di luapkan. Sesekali Kevin mengacak rambutnya, meskipun Liora selalu mengelak jika tidak terjadi sesuatu malam itu, tapi tetap saja membuat Kevin tidak percaya karena dari cctv yang Kevin lihat hanya Liora satu-satunya perempuan yang masuk ke kamarnya dan keluar saat hari masih cukup gelap, apa yang ada di pikiran Kevin pasti juga akan di pikirkan orang lain, bagaimana tidak jika seorang gadis keluar dari sebuah kamar di waktu pukul dua dini hari. Pasti terjadi sesuatu, terlebih darah itu ..., apa mungkin itu adalah darah keperawanan?. Sekali lagi Kevin mengacak rambutnya, beberapa hari ini ia frustasi karena memikirkan hal itu. tak lama setelah mengemudi ia pun tiba di butik Karin dan memasukkan kunci cadangan yang Kevin miliki untuk membuka pintu butik tersebut. Butik terlihat sangat sepi karena memang sedang di liburkan, tapi Kevin yakin Liora ada di sana sehingga Kevin mencari di tiap ruangan bahkan ke kamar mandi sampai menuju ke lantai dua di mana tempat tinggal untuk karyawan yang mau menginap tersedia. Ada dua ruangan di lantai dua yang di buka satu persatu oleh Kevin hingga dia terlihat sangat terkejut melihat Liora yang begitu pucat berbaring di lantai, bukan di atas tempat tidurnya. Kevin menghampiri dan mengguncang pelan bahu Liora. “Hei bangun,” kata Kevin sebelum melepaskan kain yang tadinya Liora gunakan untuk mengikat kepalanya yang pusing. “Bangun, kenapa kamu tidur di lantai?” ucap kevin lagi tapi Liora tak merespon, “Liora, hei kamu kenapa?” Kevin mulai panik karena Liora tidak merespon, sampai akhirnya tubuh mungil Liora di angkat oleh Kevin dengan mudah untuk segera di bawa ke rumah sakit. Berjalan mudar mandir di depan sebuah ruang rawat rumah sakit, satu tangan di depan perut dan satunya lagi menyentuh dagu sembari menunggu seorang dokter keluar memberikan hasil dari salah satu pasien yang di rawat. Kevino Adrian, lelaki dua puluh lima tahun yang berharap akan keadaan seorang gadis di dalam ruang rawat sana baik-baik saja, bagaimana Kevin tidak khawatir jika gadis itu ia temukan dalam kondisi tak sadarkan diri dan sangat pucat. Dokter pun keluar, Kevin langsung menatap sang Dokter dengan tanda tanya besar seolah bertengger di atas kepalanya. Dokter itu pun menatap Kevin seperti sedang tidak yakin dengan sesuatu. “Bapak suaminya?” tanya Dokter. Kevin mengernyitkan kening, ia belum menikah dan begitupun dengan gadis yang ada di dalam sana, tapi karena tidak ada siapapun yang bisa menjadi wali dari gadis yang sedang sakit itu, akhirnya Kevin mengangguk mengiyakan. “Selamat Pak, istri Anda sedang hamil.” ucap Dokter. Kevin langsung merasa lemas, ia bingung harus bereaksi seperti apa. “Tapi maaf sebelumnya Pak, istri bapak terlihat masih sangat muda, sebenarnya sangat berhaya untuk wanita hamil saat usinya masih lima belas tahun.” Kata Dokter lagi. Kevin menatap Dokter yang ada di depannya, pasti dokter ini telah mengira jika Kevin menikahi anak di bawah umur, tapi pasien yang ada di dalam itu bukanlah gadis belasan tahun. “Istri saya usinya dua puluh dua tahun Dok, dia hanya memiliki wajah seperti anak SD, kalau begitu permisi saya mau lihat.” Kevin menerobos masuk ke dalam ruangan di mana seorang wanita cantik berbaring di sana. Perlahan Kevin melangkah mendekat, tak heran kenapa Dokter mengira jika Liora adalah anak belasan tahun, wajahnya saja tidak terlihat dewasa sama sekali. Sambil mendekat, Kevin menutup bibirnya dengan salah satu telapak tangannya. Akibat kebodohannya malam itu sekarang Kevin telah membuat seorang gadis tak bersalah mengandung bayinya, Kevin yakin bayi itu adalah anaknya meski ia tak sengaja melakukan kegiatan satu malam dengan Liora. _____ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD