Mbak Tri langsung mencampakkan begitu saja sekuntum bunga mawar merah yang baru saja dia petik, wanita itu langsung berjalan cepat kembali ke teras rumah Panca dengan raut wajah yang sulit digambarkan, kaget, bingung dan juga marah bercampur menjadi satu.
Mas Agus yang masih menunggu sang istri di samping mobilnya tentu saja bingung melihat mbak Tri berjalan kembali ke teras rumah Panca dengan raut wajah yang berbeda hingga laki-laki itu langsung menyusul langkah sang istri.
"Ada apa, toh Bu? kok kamu balik lagi ke dalam sambil buru-buru gitu?" tanya Mas Agus kebingungan sembari mengikuti langkah sang istri memasuki rumah Panca yang memang pintunya tidak tertutup.
Mbak Tri tidak menjawab pertanyaan sang suami wanita itu langsung melangkah menuju kamar Pesona tetap dengan Mas Agus yang mengikuti di belakangnya, Mbak Nur melihat hal itu dari dapur bersih dan terlihat kebingungan apalagi saat ini Ratih sudah masuk ke dalam kamarnya.
"Ada apa sih Bu? tadi kan Ratih bilang Pesona lagi pergi," tanya Mas Agus sekali lagi dan lagi-lagi sang istri tidak menjawab pertanyaannya wanita itu langsung mengetuk pintu kamar Pesona dengan begitu keras membuat wanita yang ada di dalam kamar itu terperanjat tapi Pesona tidak mendengar siapapun memanggil dirinya.
"Panggil dia!" kata Mbak Tri ada Mbak Nur yang sedang berdiri terpaku di dapur bersih yang bersebelahan dengan kamar Pesona, Mbak Tri tahu jika Pesona sedang bersembunyi saat ini dan dia tidak mungkin keluar begitu saja.
Mbak Nur terlihat begitu ragu tapi juga tidak mungkin bisa menolak perintah mbak Tri apalagi Wanita itu sudah melihat ekspresi wajah mbak Tri yang menyeramkan sekarang, wanita yang biasa terlihat lembut itu tampak menahan emosi hingga perlahan Mbak Nur berjalan mendekati pintu kamar Pesona yang tertutup rapat.
"Mbak Sona, ini aku," kata Mbak Nur memanggil Pesona dari dalam kamarnya dan tidak lama kemudian terdengar suara anak kunci diputar dari dalam, mbak Tri dan sang suami menunggu Pesona keluar dengan ekspresi wajah yang berbeda mbak Tri tampak menahan emosi sedangkan Mas Agus terlihat kebingungan karena tidak mengerti apa-apa.
Sedangkan di dalam kamarnya Ratih yang sedang merasa begitu bahagia mendengar suara ketukan pintu begitu keras maka wanita itu berjalan keluar untuk melihat apa yang terjadi, kedua mata Ratih terbelalak dan langsung kembali masuk di ke dalam kamarnya mengunci pintu dari dalam lalu kembali mengenakan perut palsu berbahan silikon yang baru saja ia lepaskan.
"Gawat ini, gimana mbak Tri bisa tau kalau Mbak Sona ada di rumah? kalo semuanya ketahuan gimana?" gumam Ratih, tangan wanita itu sedikit gemetar ketika merapikan pakaiannya.
"Ada apa Mbak?" tanya Pesona begitu ringan sambil menatap Mbak Nur Karena Wanita itu belum melihat mbak Tri dan Mas Agus yang berdiri bersebelahan sementara sepasang suami istri itu tengah menatap perutnya dengan kedua mata terbelalak kaget.
"Pesona?" mbak Tri hanya bisa memanggil nama wanita yang begitu membuatnya terkejut karena dia tidak bisa berkata-kata saat ini, Pesona juga terlihat begitu kaget hingga wanita itu menarik langkah mundur, tubuhnya begitu lemas, beruntung Mbak Nur langsung merangkulnya membantu agar Pesona tetap bisa berdiri walaupun sekarang wajahnya memucat terlihat kebingungan dan ketakutan.
"Apa-apaan ini Pesona! bisa kamu jelaskan semua ini dan kasih kami alasan yang masuk akal dan tidak memalukan?" tanya Mas Agus dengan penuh emosi sambil menatap Pesona yang terlihat begitu ketakutan.
"Biar aku yang jelasin semua Mas, Mbak, karena aku juga yang salah dalam hal ini," kata Ratih yang ternyata sudah keluar dari kamarnya dan berdiri di belakang Mbak Tri dan Mas Agus sambil mengelus-ngelus perut buncit palsunya.
Pesona dan Mbak Nur saling bertatapan mendengar apa yang Ratih katakan kedua wanita itu sibuk saling menerka apa yang akan Ratih ceritakan pada Mbak Tri dan Mas Agus di dalam hati masing-masing.
"Kamu memang harus menjelaskan semuanya Ratih, Apa yang terjadi, Kenapa kamu juga menyembunyikan semua ini!" Kata mas Agus juga dengan begitu tegas, membuat nyali Ratih seketika menciut ternyata memang Pak Prasojo tidak pernah salah memilih menantu Karena Mas Agus pun juga memiliki ketegasan dan wibawa yang sama dengannya.
"Ayo kita duduk Mas, Mbak, biar aku yang jelasin semuanya," kata Ratih sambil berjalan ke ruang keluarga, mbak Tri dan sang suami langsung mengikuti begitu juga dengan Pesona yang diberi kode oleh Ratih untuk ikut bersama mereka.
"Mbak Nur tolong bikinin minum untuk kami ya," pinta Ratih pada wanita yang sedang mengantarkan Pesona untuk duduk di sofa tunggal yang ada di ruang keluarga itu.
"Baik Bu," jawab Mbak Nur, wanita itu langsung meninggalkan Pesona dengan sedikit usapan penuh dukungan di bahu wanita itu.
"Kenapa kamu cuma diem aja Pesona? aib apa yang udah kamu bikin sampai kamu begini?" tanya mbak Tri sambil menatap Pesona yang hanya diam dengan penuh emosi begitu juga dengan Mas Agus yang duduk di sebelahnya bukan tanpa alasan mereka berdua marah melihat keadaan Pesona yang tiba-tiba berbadan dua, tapi karena selama ini mereka sudah menganggap Pesona seperti keluarga mereka sendiri.
Pesona tampak ingin membuka mulut untuk memberi penjelasan tapi Ratih langsung mencegahnya, "biar aku aja yang jelasin semuanya Mbak, Mungkin ini semua terlalu berat buat Mbak Sona jadi biar aku aja yang kasih tau apa yang terjadi sebenarnya pada kalian tapi aku mohon kalian jangan marah sama Mbak Sona."
"Gimana bisa kamu minta kami nggak marah sama Sona? Sona itu kami jaga sejak kecil, sejak orang tuanya meninggal. kami memperlakukan dia dengan begitu baik, dia bukan hanya seorang abdi buat kami tapi juga seorang keluarga, kamu harus tau betapa istimewanya dia dibandingkan dengan abdi-abdi lainnya di rumah Bapak, tapi ternyata apa yang dia perbuat? Dia begini, dan kami sama sekali nggak tau apa-apa," kata mbak Tri sambil menunjuk perut buncit Pesona yang duduk tidak begitu jauh darinya, Pesona hanya menundukkan kepala sambil mengusap perutnya wanita itu merasa tidak ingin bayi di dalam perutnya mendengar apa yang Budhe nya ucapkan.
"Iya Mbak aku bisa ngerti perasaan Mbak Tri, aku juga tau kalau ibu sama bapak pasti ngerasa kecewa begitu juga dengan Mbak mbak dan Mas mas yang lainnya. tapi aku mohon Kalian juga mengerti, Kalian juga harus memikirkan perasaan Mbak Sona, alih-alih memberikan tekanan batin untuk dia kita justru harus memberi dukungan untuk dia Mbak, dan itulah yang berusaha Aku sama mas Panca berikan selama ini," jawab Ratih dengan begitu lembut berusaha meminta pengertian kedua kakak iparnya, Pesona hanya diam mendengarkan berharap Mbak Tri dan sang suami juga bisa mendukung rencana Panca dan Ratih yang mereka sembunyikan selama ini.
Pesona juga berharap mbak Tri dan Mas Agus tidak akan menyalahkannya dan menatapnya dengan penuh amarah seperti saat ini, karena bayi yang ada di dalam perutnya adalah keponakan mereka sendiri.
"Kami tidak tau harus berkata dan bersikap seperti apa Kalau kami saja tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, jadi sekarang kamu jelaskan apa yang terjadi pada kami baru kami akan memutuskan apakah kami bisa mengerti atau tidak apakah kami bisa memaklumi atau tidak Dan apakah kami bisa memaafkan Pesona atau tidak," Kata mas Agus sambil menatap Ratih dan Pesona bergantian.
"Sebelumnya aku sendiri dan Panca mau minta maaf sama mbak Tri dan Mas Agus karena kami menyembunyikan semua ini, kami berpikir ini semua juga demi kebaikan Mbak Sona dan nggak mau membuat geger di keluarga besar kita Karena aku tau keluarga besar Bapak dan Ibu sangat menyayangi Mbak Sona, tapi semua ini sudah terlanjur terjadi jadi mau bagaimanapun kami harus menutupi semua ini," kata Ratih, semua yang ada di ruangan itu terdiam mendengarkan dengan seksama apa yang dia katakan.
"Mbak Sona pacaran sama sopir tetangga," kata Ratih cepat secepat pandangan kaget Pesona tertuju padanya, tentu saja Pesona merasa begitu kaget karena tidak menyangka Ratih akan mengucapkan sebuah kebohongan tentang dirinya, jangankan pacaran dengan sopir tetangga berbaur dengan lawan jenis pun Pesona hampir tidak pernah, "aku sama Mas Panca merasa itu hal yang wajar karena walau bagaimanapun Mbak Sona udah dewasa dan dia pasti ingin membangun rumah tangganya sendiri tapi ternyata sopir tetangga itu udah memiliki istri di kampungnya."
Pesona masih diam dengan rasa terkejutnya begitu juga dengan Mbak Nur yang datang sambil membawa satu kaki berisi 4 cangkir teh hangat lalu menyajikannya di atas meja membuat pembicaraan itu sejenak terjeda. Merasa bukan ranahnya untuk ikut campur dan sangat tidak pantas jika ia melakukannya maka Mbak Nur langsung kembali ke dapur tapi tetap menguping pembicaraan mereka dari sana.
"Aku tau Mbak Sona nggak salah, karena awalnya pacarnya Mbak Sona juga nggak bilang kalau dia udah berkeluarga, aku juga memaklumi karena Mbak Sona udah dewasa hanya saja yang salah adalah dia melakukan hubungan terlalu jauh dengan pacarnya itu sampai akhirnya seperti ini. pacarnya Mbak Sona nggak bisa ninggalin istrinya dan menikahi Mbak Sona, tapi dia bilang setelah anaknya Mbak Sona lahir dia dan istrinya mau merawat anak itu makanya kami menutupi semua ini dari kalian, Kami tetap ingin menjaga harga diri Mbak Sona."
Pesona menghapus air matanya mendengar apa yang Ratih katakan, wanita itu benar-benar tidak menyangka kalau Ratih mengarang cerita bohong seperti itu tentang dirinya.
"Aku mohon Mas Agus sama Mbak Tri jangan marah sama Mbak Sona, ya."
"Mbak Ratih ...."