bc

Pancasona

book_age18+
88
FOLLOW
2.0K
READ
love-triangle
contract marriage
HE
goodgirl
drama
bxg
city
secrets
like
intro-logo
Blurb

Ketika cinta pertama menjadi yang kedua.

Apakah karena aku gadis cacat, miskin dan sebatang kara aku tidak pantas mencintai dan dicintai?

Pancasona adalah sebuah kisah tentang rasa bahagia dan sakitnya mencintai dalam diam lalu keadaan memaksa tulusnya cinta seorang gadis cacat menjadi yang kedua.

chap-preview
Free preview
Kamu Mencintai Suamiku, kan!
"Dia akan mengandung anak kita dengan inseminasi buatan Mas terus kenapa kamu harus menikahinya?" "Walaupun pembuahannya dilakukan dengan inseminasi buatan tapi dia tetap akan mengandung anak kita karena itu aku akan tetap menikahinya, aku nggak mau kehidupan anak kita dimulai dengan sesuatu yang tidak baik." "Tapi setelah menikahinya kamu jadi punya kewajiban untuk memberinya nafkah Batin, kamu dihalalkan untuk menyentuhnya Mas, aku nggak akan pernah bisa rela itu terjadi." "Kamu tenang aja Ratih, Mas enggak akan melakukan hal itu. Cuma kamu yang ada di dalam hati Mas dan cuma kamu yang Mas cintai." *** "Kamu jujur aja sama aku Mbak Sona, kamu mencintai suami aku kan!" "Nggak Mbak Ratih." "Bohong!" "Enggak." "Jujurlah padaku atau kamu malah akan kehilangan semuanya!" "Aku nggak mencintai suami Mbak Ratih, tapi aku mencintai teman lamaku. Aku mencintai seorang anak yang selalu mengajakku bermain di saat anak-anak lain selalu mengejek dan menghinaku. Aku mencintai seorang pemuda yang selalu membelaku diantara semua pemuda yang selalu mencelaku. Aku mencintai Mas Panca jauh sebelum Mbak Ratih mengenalnya." "Mas Panca bukan temanmu Mbak Sona, kamu sama sekali nggak berhak mencintainya. Kamu nggak sadar diri siapa kamu?" "Apa seorang Gadis miskin dan cacat seperti aku tidak berhak mencintai seseorang, Mbak Ratih?" "Kamu boleh mencintai laki-laki manapun tapi tidak dengan Mas Panca! Dia suamiku!" "Tapi sekarang Mas Panca juga suamiku, Mbak." "Diam!" Kedua wanita itu sama-sama diam Setelah sebuah tamparan mendarat dengan begitu keras di pipi seorang wanita yang memiliki paras ayu bermata sendu, mata itu menitikkan air yang sudah sedari tadi ditahannya lalu memegang pipi yang masih terasa nyeri bahkan sampai ke hati Walaupun kejadian itu sudah beberapa waktu berlalu bayangan-bayangan tentang perbincangan itu juga terasa masih berputar di kepalanya seiring dengan langkah gontai yang ia jalani entah menuju ke mana. Wanita itu berjalan terpincang-pincang membawa perut buncitnya di mana benih sang lelaki tercinta tengah tumbuh walau tanpa pernah menyentuh raganya, dia begitu kesulitan melangkah karena bayi yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya sudah semakin membesar, kakinya yang memang mengalami kecacatan sejak dia dilahirkan tampaknya sudah sulit menopang berat tubuh hingga langkahnya semakin tertatih. Rasa sakit hati, rasa takut bahkan rasa malu saat ini berkecamuk di dalam benaknya, Pesona tidak tahu ke mana dia akan melangkah saat ini yang ada dalam pikirannya hanya pergi dari kehidupan Panca dan Ratih, suami dan madunya. Pesona hanya berharap semuanya bisa kembali seperti semula, saat kedamaian dan kebahagiaan selalu ada di dalam rumah tangga mereka sebelum dirinya diminta untuk menjadi wanita kedua Walaupun dia adalah wanita pertama yang mencintai laki-laki itu. "Pesona!" Wanita itu menghentikan langkah ketika mendengar sebuah panggilan yang dia yakin untuknya karena laki-laki pemilik suara itu adalah satu-satunya orang yang menghuni hatinya, di samping segala kenangan samar tentang mendiang orang tuanya. Wanita cantik itu mengelus perut buncitnya lalu berdiam di tempatnya berdiri tanpa menoleh atau menjawab panggilan yang diberikan itu walau suara langkah kaki terasa semakin mendekat. "Sona, kamu mau ke mana?" Tanya seorang laki-laki tampan yang kini berdiri di depannya, laki-laki itu menatap bagaimana Pesona berdiri dengan posturnya yang tidak sempurna, dulu wanita itu dilahirkan dengan kelainan yang mengubah keselarasan pinggul, dislokasi perkembangan pinggul yang membuat dia tidak pernah bisa berjalan dengan normal seperti manusia pada umumnya. Pesona menundukkan wajahnya tidak mau berpandangan secara langsung dengan laki-laki yang saat ini berstatus sebagai suaminya, Pesona memang seperti itu seolah dirinya adalah sekuntum bunga yang selalu merasa malu menatap langit. "Jawab aku Pesona, kamu mau ke mana?" "Mas Panca ... Aku—." "Aku udah bilang kan Mas kalau dia emang berniat buat ninggalin kita dengan membawa anak kita pergi, dia emang enggak pernah berniat untuk menolong kita Mas. Dia nggak pernah mau membuat kita bahagia, dia itu egois Mas, dia bilang sama aku tadi kalau dia pengen memiliki kamu sendiri Mas, dia mencintai kamu Mas dan ingin merebut kamu dari aku! Makanya dia pergi dan pengen kamu mencari dia Lalu kalian meninggalkan aku! Dia pengen kamu lebih memilih dia daripada aku Mas!" Ucapan berapi-api penuh emosi yang Ratih katakan pada suaminya membuat Pesona kembali urung menjawab pertanyaan sang suami. "Ayo kita pulang," kata Panca sambil merangkul bahu Pesona tanpa sedikitpun laki-laki itu menghiraukan ucapan panjang lebar Ratih sang istri pertama membuat wanita itu mendelik kaget lalu merasa begitu kesal karena sang suami tidak mempedulikannya. Sementara Pesona malah membeku karena untuk pertama kalinya Dia merasakan rangkulan penuh kehangatan dari laki-laki yang begitu dia cintai sepanjang umurnya, jantungnya berdebar dengan begitu kencang tapi wanita itu masih tetap saja merasa takut untuk menatap wajah sang suami. "Ayo kita pulang, kita bicarakan semuanya baik-baik di rumah," ucap Panca sekali lagi sambil menatap wajah Pesona yang terlihat bersemu memerah tapi tetap tidak bisa menyamarkan kesedihannya. "Mas!" Panggil Ratih karena ia melihat sang suami malah berjalan sambil merangkul bahu Pesona dan tentu saja hal itu semakin membuat hatinya terbakar api cemburu. "Ayo pulang Ratih," ajak Panca, tentu saja Ratih hanya bisa mengikuti sang suami dari belakang, wanita itu hanya diam saat melihat sang suami membukakan pintu mobil untuk madunya. Kemudian mereka pulang tanpa saling berbicara satu sama lain dalam perjalanan. "Mas ...." Panggil Ratih pada sang suami yang saat turun dari mobil pun masih merangkul bahu Pesona dan Ratih tetap membuntuti mereka bahkan sampai depan pintu kamar Pesona yang akan suaminya masuki. Panca menoleh dan menatap sang istri pertama, dia memberikan kode pada wanita itu untuk tenang, Pesona yang tahu jika Ratih tidak akan menyukai hal itu langsung memasuki kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pesona yang baru saja akan duduk di tepi ranjangnya terkejut ketika mendengar pintu kamarnya terbuka lalu tertutup kembali, wanita itu tidak menyangka jika Panca akan mengikutinya sampai ke dalam kamar. Rasanya masih sama, wanita itu akan merasakan jantungnya berdebar lalu merasa malu ketika menatap wajah laki-laki yang dicintainya hanya saja kali ini rasa itu ribuan kali lebih besar ketika ada seseorang yang sudah mengetahui jika dirinya mencintai begitu dalam laki-laki itu, dan sayangnya seseorang yang mengetahui jika dirinya sangat mencintai Panca adalah wanita yang memiliki laki-laki itu seutuhnya, maka saat ini di dalam hati Pesona juga merasa begitu malu dan takut. Wanita cantik itu sedikit menarik mundur tubuhnya ketika menyadari Panca hendak duduk di sebelahnya, Pesona benar-benar gugup bahkan tubuhnya membeku ketika Panca mengulurkan tangan dan mengelus perut buncitnya tapi detik kemudian Pesona menyadari jika Panca hanya ingin menyentuh Sang putra yang saat ini berada dalam kandungannya. Sentuhan itu dia berikan untuk anaknya bukan untuk ibu yang sedang mengandungnya. "Tadi waktu Mas pulang, Mas menyadari kalau rumah sepi. Mas mencari-cari kamu dan Ratih, ternyata kalian nggak di rumah, terus Mbak Nur kasih tau Mas kalau kamu sama Ratih bertengkar, kamu pergi dari rumah dan Ratih berusaha mencari kamu. Terus mas telepon Ratih dan kami cari kamu sama-sama, Mas bahagia banget bisa menemukan kamu. Mas khawatir sama kalian," kata Panca sambil menatap wanita yang duduk di sebelahnya tapi seperti biasa Pesona hanya menundukkan kepalanya tidak berani menatap laki-laki yang sedari dulu begitu dia cintai. Pesona juga tahu dan sadar diri rasa bahagia yang Panca katakan adalah karena kekhawatirannya pada bayi yang ada dalam kandungannya saat ini, bukan untuk dirinya. "Mas enggak tau secara pasti apa yang terjadi, tapi Mas yakin kalau yang terjadi hanya sebuah salah paham. Kamu harus tau satu hal Pesona, keberadaan kamu di rumah ini bukan hanya berharga karena bayi yang sedang kamu kandung, tapi karena kamu adalah seseorang yang sudah menemani Mas tumbuh selama ini. Kamu adalah seseorang yang enggak bisa begitu saja pergi dari hidup Mas, Kamu adalah seseorang yang sangat berharga untuk Mas sama berharganya seperti keempat kakak Mas. Kamu adalah saudara Mas," kata Panca, Pesona hanya diam mendengarnya. Sudah sering wanita itu mendengar kata seperti itu dari Panca yang hanya menganggapnya seorang sahabat bahkan seorang adik karena laki-laki itu adalah anak bungsu dari lima bersaudara, Pesona yang berusia tiga tahun lebih muda darinya sedari dulu memang bisa mengisi kekosongan hati Panca dari keinginannya memiliki seorang adik. "Aku minta maaf Mas karena udah membuat Mas dan Mbak Ratih khawatir, Aku janji aku nggak akan terbawa emosi lagi. Aku janji aku nggak akan pernah pergi dari rumah ini sebelum anak kalian lahir," jawab pesona tanpa menatap wajah Panca. "Kamu nggak akan kemana-mana Sona, setelah bayi ini lahir pun kamu akan tetap tinggal di sini, mungkin kamu nggak akan bisa mengakuinya sebagai anak kamu tapi kamu akan tetap bisa melihat dan membersamainya tumbuh," kata Panca, Pesona tersenyum lalu mengangkat kepalanya sesaat menatap wajah tampan Panca lalu kembali mengalihkan pandangan yang ke tempat lain. "Apa Mas Panca nggak mengizinkan aku untuk menjalani kehidupanku sendiri dan mencari kebahagiaanku?" Tanya Pesona dengan suara bergetar, Panca tersenyum manis mendengarnya. "Kamu mau menikah? Kamu sudah menemukan laki-laki yang kamu cintai?" tanya Panca datar, Pesona hanya tersenyum hambar. "Bagaimana aku bisa menemukan laki-laki lain jika di duniaku hanya ada kamu Mas, bagaimana aku bisa mencintai laki-laki lain kalau di hatiku sejak dulu hanya ada kamu. Aku tidak tau aku akan bernafas sampai kapan tapi aku pastikan kalau nafas ini hanya berhembus untukmu, Aku tidak tau sampai kapan jantungku akan berdenyut tapi aku yakin denyut jantungku hanya akan selalu menyebut namamu. Namun, aku akan pergi, Aku tidak akan pernah mengusik kebahagiaanmu dengan Mbak Ratih, aku akan terima karena ini adalah nasibku hidup dan mati karena cintamu. cinta yang tidak akan pernah kamu tau." tentu saja semua kata itu hanya terucap di dalam hati wanita cantik itu. "Pesona, tatap mataku!" Dengan begitu lembut Panca memegang dagu Pesona agar Wanita itu tidak lagi menundukkan wajahnya, Pesona hanya diam memberanikan diri menatap kedua mata tajam Panca yang sedang menatapnya. "Enggak mungkin, kamu nggak benar-benar mencintaiku kan?"

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook