Jangan Pergi

1541 Words
Sore itu Pesona menyiram pohon bunga mawar yang tumbuh subur di samping rumah Panca, bunga mawar yang tadi sempat dipetik oleh Mbak Tri masih teronggok di atas tanah dan wanita cantik itu langsung memungutnya memegangnya dengan jemari lentiknya sambil menatap betapa cantiknya bunga itu walaupun kini telah layu pantas saja jika Mbak Tri begitu tertarik untuk memetiknya. Rasanya ingin sekali Pesona menyalahkan bunga itu Karena kecantikannya yang sudah memikat hati mbak Tri hingga wanita itu jadi tahu tentang sebuah rahasia besar yang tersembunyi di rumah Panca tapi Pesona tahu jika itu bukanlah kesalahan sekuntum bunga tapi memang kesalahan keadaan yang sebenarnya pun tidak patut untuk disalahkan. Tidak ada yang patut disalahkan dalam kisah ini, bukan salah Ratih yang tidak bisa mengandung bukan salah Panca yang jatuh cinta pada Ratih juga bukan kalah keluarga Kartawijaya jika mereka memegang teguh segala prinsip dan pakem turun menurun keluarga mereka tapi sayangnya Pesona masih seperti biasanya menyalahkan dirinya karena hatinya yang sudah jatuh cinta pada Panca. Wanita cantik itu selalu menyalahkan perasaannya sendiri tapi juga tidak bisa menghilangkan perasaan itu dari dalam hati dan pikirannya, kadang Pesona merasa hidupnya adalah sebuah kutukan bahkan cinta di dalam hatinya juga sebuah kutukan tapi Pesona juga merasakan jika cinta di dalam hatinya itu adalah satu-satunya hal yang membuatnya bahagia dalam hidup yang tidak bisa diakhiri dengan kehendaknya sendiri. Pesona masih memegang sekuntum bunga yang sudah layu karena dipisahkan secara paksa dari tangkainya Dan tidak diperlakukan sebagaimana mestinya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang sebuah selang untuk menyiram tanaman, wanita itu sedikit melongok ke arah teras ketika mendengar suara mobil Panca berhenti di sana dan seperti biasanya jantungnya akan berdegup lebih kencang ketika tahu sang laki-laki tercinta berada di dekatnya. Namun, bukan hak Pesona untuk menyambut kedatangan laki-laki itu karena hanya sekedar cinta tidak bisa memberinya hak untuk memberikan perhatian apapun pada Panca apalagi itu adalah hal yang sangat dibenci oleh sang pemilik hak sesungguhnya, Ratih. Pesona kembali fokus menyirami tanaman membiarkan Ratih menyambut sang suami dari dalam rumah menjalankan segala hak dan kewajibannya untuk melayani dan membahagiakan laki-laki itu. "Akhirnya kamu pulang juga Mas seharian ini aku kangen banget sama kamu," ucap Ratih saat menyambut sang suami dengan pelukannya, wanita itu berusaha bersikap biasa saja menutupi perasaan yang sedari siang begitu mengganggu pikirannya. Namun, Ratih juga merasa begitu tenang karena dia sudah meminta Pesona untuk tidak menceritakan apapun pada sang suami dan dia yakin kalau Pesona memang bisa dipercaya atau lebih tepatnya Pesona tidak berdaya dan dia pasti akan menuruti semua permintaannya. Panca menyambut sang istri dengan pelukan dan ciumannya seperti biasa tapi tetap saja wanita itu bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari sorot mata Sang suami. "Kamu mau aku buatin kopi atau teh Mas?" tanya Ratih dengan begitu lembut wanita itu mengapit lengan sang suami dan mengajaknya untuk berjalan ke dalam rumah. "Tadi mbak Tri ke sini?" Alih-alih menjawab pertanyaan sang istri Panca justru mengucapkan pertanyaan itu membuat perasaan Ratih seketika mencelos, begitu terkejut dari mana sang suami bisa tahu tentang hal itu, sepertinya Ratih lupa kalau mbak Tri adalah kakak perempuan dari sang suami dan sudah pasti mereka menjalin komunikasi. "Iya Mas, aku baru aja mau ngasih tau sama kamu tapi sebaiknya kamu mandi dulu ya biar kamu seger dan capeknya hilang baru setelah itu kita bicarakan semuanya," jawab Ratih yang merasa rencananya untuk menyembunyikan semua itu gagal, tapi tetap saja Ratih merasa percaya diri kalau sang suami pasti akan lebih membelanya dan menyetujui tentang apa yang dia katakan pada Mbak Tri tadi. "Ya udah kalau gitu Mas mandi dulu ya, kamu tolong bikinin Mas teh anget aja." Tapi menganggukkan kepala sambil tersenyum dan menatap sang suami memasuki kamar mereka, wanita cantik itu lalu berjalan ke belakang bukan untuk ke dapur bersih membuat teh seperti yang Panca minta melainkan keluar dari pintu samping untuk menemui Pesona yang belum selesai menyiram tanaman. "Mbak Sona, sini!" panggil Ratih, Pesona yang mendengarnya langsung meninggalkan selang yang ia pegang setelah ia matikan dan mendekati Ratih yang berdiri di ambang pintu. "Iya Mbak," jawab Pesona, kini wanita yang tengah berbadan dua itu berdiri di depan Ratih. "Kayaknya Mbak Tri udah ngasih tau Mas Panca kalau tadi dia ke sini, mbak Tri juga pasti udah cerita apa yang aku bilang sama dia tadi," kata Ratih memberitahu Pesona yang langsung terlihat terkejut mendengarnya pasalnya wanita itu tahu betapa Ratih ingin menyembunyikan hal itu. "Terus gimana Mbak?" tanya Pesona sambil setengah berbisik seperti apa yang Ratih lakukan. "Pokoknya nanti kamu harus dukung aku, jangan sampai Mas Panca marah sama aku. apapun yang terjadi apapun yang Mas Panca bilang kamu harus dukung aku dan belain aku ya," ucap Ratih, Pesona langsung menganggukkan kepala membuat Ratih tersenyum tipis lalu langsung meninggalkan tempatnya berdiri wanita itu pergi ke dapur untuk membuat teh hangat yang suaminya minta sementara Pesona berjalan di belakangnya dan langsung memasuki kamarnya. Segelas teh hangat dan beberapa kue menemani kebersamaan Panca yang sudah selesai mandi dan berganti pakaian, sang istri duduk di sebelahnya di sofa yang ada di ruang tengah rumah mereka. "Mas capek banget ya? sini aku pijitin Mas," ucap berarti sambil menggenggam tangan sang suami dan mulai memijit lengannya. "Mbak Tri udah cerita apa yang terjadi tadi pagi," kata Panca membuat sang istri sejenak berhenti memijat lengannya, Ratih sudah menyangka kalau mbak Tri pasti membicarakan hal itu dengan Panca. "Aku minta maaf Mas, aku merasa nggak punya pilihan lain selain mengarang cerita itu. aku bener-bener bingung, aku benar-benar panik tadi. jadi semua kata-kata itu keluar begitu aja karena aku ngerasa tertekan aku takut semua ini bakalan ketahuan," jawab Ratih begitu lirih bahkan kedua mata indahnya terlihat berkaca-kaca membuat sang suami bisa memahami bagaimana perasaannya. "Iya Mas ngerti perasaan kamu, Sayang, kamu pasti takut kalau semuanya ketahuan. tapi Mas jadi ngerasa bersalah sama Pesona, dia udah begitu baik mau mengandung dan melahirkan anak kita tapi kita malah mengarang cerita yang menghancurkan nama baiknya di hadapan mbak Tri dan Mas Agus, padahal Mas tau kalau apapun yang terjadi dan bagaimanapun keadaannya Pesona tidak akan pernah bisa melakukan hal seburuk itu," ucap Panca, Ratih merasa begitu lega di dalam hatinya karena mengetahui sang suami tidak marah padanya. "Aku bener-bener nggak punya pilihan Mas, memangnya kalau kamu jadi aku tadi apa yang bakal kamu bilang sama mereka? kamu seharusnya tau kalau aku benar-benar takut tadi mas, karena konsekuensinya bukan hanya kemarahan mbak Tri dan Mas Agus juga seluruh keluarga kamu kalau mereka tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku yang bakal kehilangan kamu seandainya semua orang tau kalau aku nggak mungkin bisa melahirkan anak kamu," jawab Ratih kini bukan hanya kedua matanya yang mengembun tapi embun itu sudah jatuh menetes bagaikan gerimis membasahi pipinya. Panca tersenyum manis walaupun senyum itu terlihat berat laki-laki itu lalu merengkuh sang istri ke dalam pelukan, laki-laki itu paham betul jika sang istri juga berada dalam posisi yang tidak mengenakkan. "Mas ngerti betul perasaan kamu sayang, Mas nggak marah sama kamu kok. beruntung mbak Tri dan Mas Agus percaya cerita yang kamu buat hingga mereka membiarkan kita tetap menjaga Pesona sampai anak itu lahir, tapi kalau kita harus tau kalau kesalahan kita dan jasa Pesona begitu besar," jawab Panca, Ratih hanya diam di dalam pelukan sang suami setidaknya wanita itu senang karena Panca tidak memarahinya atas segala cerita yang ia berikan pada mbak Tri dan Mas Agus tadi. Akhirnya sepasang suami istri itu menghabiskan waktu untuk mengobrol ringan sambil menikmati teh hangat mereka sampai akhirnya Ratih harus ke ruang makan untuk menyiapkan makan malam bagi sang suami dan saat Ratih kembali dia sudah tidak mendapati sang suami di tempat semula hingga wanita itu memutuskan untuk mencari Panca dan dia mendapati sang suami berada di kamar Pesona. "Aku nggak apa-apa kok Mas, toh yang tau tentang hal itu cuma mau Mbak Tri sama Mas Agus, aku hanya perlu menahan malu di hadapan mereka dan setelah itu aku juga akan pergi Mas, jadi nggak masalah apapun tanggapan mereka tentang aku," kata Pesona yang duduk di tepi ranjangnya dengan Panca berada di sisinya, Ratih yang mengintip dan mendengarkan pembicaraan mereka dari balik pintu yang terbuka hanya diam wanita itu merasa bahagia mendengar rencana Pesona untuk pergi, "Mas jangan marah sama Mbak Ratih ya." "Mas nggak marah sama dia, Mas tau Ratih sangat tertekan dan terhimpit keadaan makanya dia terpaksa mengarang cerita itu Mas cuma merasa sangat bersalah sama kamu Sona," jawab Panca dengan begitu lembut, lagi-lagi Ratih tersenyum merasa jika sang suami sangat mengerti dirinya dan tidak marah sama sekali padanya. "Mas bener-bener minta maaf sama kamu ya Sona, pengorbanan kamu untuk Mas dan Ratih sangat besar jadi Mas mohon sama kamu jangan pernah berpikir untuk pergi walaupun kamu sudah melahirkan anak ini, kalau izinkan Mas mau ngebut semua kesalahan Mas dan membalas semua jasa baik kamu," kata Panca, laki-laki itu menggenggam kedua tangan Pesona dengan begitu erat hingga Pesona tidak bisa menghindarinya, wanita itu menitikkan air mata sambil menatap wajah Panca. "Tolong janji sama Mas kalau kamu nggak akan pernah pergi meninggalkan Mas atau seumur hidup Mas akan hidup dengan rasa bersalah yang begitu besar, kamu nggak mau Kan kalau Mas akan hidup dalam keadaan tersiksa rasa bersalah," sambung Panca, laki-laki itu bahkan kini merengkuh Pesona yang sedang menghapus air mata ke dalam pelukannya. "Kurang ajar!" geram Ratih sambil mengepalkan kedua tangannya, merasakan amarah yang begitu besar menyelusup ke dalam d**a.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD