"Mas ...."
"Mas, kamu di sini, ayo makan."
Panggil Ratih pada sang suami setelah ia menarik langkah mundur beberapa meter berpura-pura Baru saja datang mendekati kamar Pesona untuk mencari sang suami pada saat itu pula Panca sudah melepaskan pelukannya dari tubuh Pesona yang masih tampak terlihat gugup.
"Iya, Mas lagi ngobrol sama Pesona, ayo kita makan," jawaban Panca untuk panggilan sang istri yang saat ini berdiri di ambang pintu pesona dengan wajah datar tanpa sang suami tahu jika Ratih saat ini benar-benar berusaha memendam emosi yang begitu besar.
"Ayo Sona, kita makan," ajak Panca sembari bangun dari duduknya laki-laki itu menatap Pesona yang masih duduk di tepi ranjang dengan wajah kikuknya pesona lalu menganggukan kepala dan ikut bangun dari duduk lalu berjalan di belakang Panca yang langsung disambut sebuah pelukan oleh Ratih.
Pesona hanya diam berjalan menuju ruang makan sambil menatap bagaimana Ratih dengan begitu erat merangkul punggung sang suami seolah mengukuhkan jika hanya dirinya yang berhak melakukan hal itu walaupun beberapa saat yang lalu Pesona begitu terlena dalam pelukan hangat laki-laki yang juga suaminya dan laki-laki yang juga begitu dicintainya.
Makan malam kali ini terasa lebih ditemani keheningan ketiga orang yang duduk di meja makan hanya menikmati makanan mereka dalam diam, sampai tiba-tiba pandangan Panca tertarik pada sang istri yang sedang mengambil satu ikan goreng dan meninggalkan satu ikan goreng lainnya di atas piring.
"Sayang, ikan gorengnya cuma ada dua?" tanya Panca pada sang istri yang duduk di sebelahnya, Pesona yang duduk di depan laki-laki itu hanya diam kembali fokus pada makanannya setelah ikut menatap laki-laki itu karena mendengar ucapannya.
"Iya Mas, stok ikan di kulkas cuma ada dua, kebetulan tadi tukang ikan keliling juga kayaknya nggak lewat," jawab Ratih sembari menaruh satu ikan yang tadi tersisa di atas piring saji ke atas piring Panca.
"Kalau gitu ini ikannya buat Pesona aja," kata Panca sembari memindahkan ikan yang baru saja Ratih berikan padanya ke atas piring Pesona, Pesona sedikit terkejut lalu menatap Ratih yang tampak tidak terima.
"Nggak usah Mas aku kan udah makan lauk ayam," jawab Pesona tidak enak hati tentu saja karena melihat Ratih mendelik kesal padanya saat ini.
"Kamu harus makan itu Sona, ibu hamil harus lebih banyak makan ikan dan protein. Itu kan buat kebaikan anak kita," kata Panca sembari menatap Pesona dan Ratih bergantian, akhirnya Ratih tersenyum manis seakan penuh pengertian padahal Pesona tahu jika senyum itu hanya diberikan untuk menutupi rasa kesalnya.
"Kamu dengar kan apa yang Mas Panca bilang Mbak Sona? dia cuma perhatian sama anak kami jadi kamu nggak usah ke GR an kalau mas Panca sayang sama kamu, dia cuma sayang sama anak di dalam perut kamu! anak kami!" kata Ratih dengan suara berbisik ketika Panca pergi ke dapur untuk mengambil air minum Pesona hanya diam mendengarnya menundukkan kepala lalu kembali fokus pada makanannya.
Ratih benar-benar berusaha agar Pesona tidak besar kepala karena apa yang Panca katakan dan lakukan padanya tadi sehingga perempuan itu selalu berusaha untuk mengecilkan hati Pesona.
***
"Loh loh loh iya, kayaknya dia lagi latihan main bola," kata Mbak Nur begitu heboh sambil mengelus perut buncit Pesona di mana terasa pergerakan-gerakan halus dari dalam sana, Pesona yang berdiri di hadapan Mbak Nur tertawa kecil mendengar apa yang wanita itu katakan.
Pesona memang merasakan bayi di dalam perutnya terasa lebih aktif belakangan ini mungkin karena memang usianya yang sudah semakin besar hingga bayi itu menjadi semakin aktif terutama di malam hari.
"kalau pagi-pagi gini latihan main bola terus malam-malam dia ngapain dong Mbak Nur? dia lebih aktif Kalau malam-malam aku aja sampai kebangun walaupun lagi tidur," kata Pesona Sambil tertawa kecil.
"Kalau malam berarti dia latihan akrobat," jawab Mbak Nur dengan sebuah canda kedua wanita itu lalu tertawa bersama hingga tidak menyadari Panca yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka.
"Kalian ini ngomongin apa sih? kok ada yang main bola dan latihan akrobat segala?" tanya Panca sembari berjalan mendekati kedua wanita itu.
"itu loh pak anak bapak dari tadi gerak-gerak terus di dalam perut Jadi Mbak Nur bilang kalau dia lagi main bola di dalam sana," jawab Mbak Nur sambil melirik perut buncit Pesona, wajah Panca langsung berbinar mendengar apa yang Mbak Nur katakan.
"Masa sih? emang beneran bisa terasa?" tanya Panca penasaran Mbak Nur dan Pesona sama-sama menganggukan kepala dan panjang langsung mendaratkan tangan kanannya di perut Pesona, "mana Aku nggak ngerasain apa-apa?"
"Ya dielus-elus terus diajak ngobrol, bilang sama bayi itu kalau Ayahnya pengen ngajak main," kata Mbak Nur, pesona langsung mendelik kaget mendengar apa yang wanita itu katakan dan memberi kode untuk tidak meneruskan perintahnya tapi Panca malah semakin mendekat dan mengelus perut buncitnya semakin intens dengan gerakan lembut, Panca bahkan menekuk kaki agar posisi wajahnya bisa sejajar dengan perut buncit Pesona dan menaruh pipinya di perut buncit Pesona membuat Pesona merasa semakin kikuk.
"Nak, ini ayah, kamu bisa dengar suara ayah kan?" bisik Panca pada bayi yang ada di dalam perut Pesona, Pesona begitu trenyuh mendengar apa yang Panca katakan, kedua mata wanita itu bahkan berkaca-kaca menatap wajah tampan laki-laki yang begitu dicintainya sedangkan Mbak Nur yang masih berdiri di tempatnya hanya tersenyum menyaksikan hal itu.
Panca yang masih mengelus perut Pesona tersenyum lebar ketika merasakan gerakan halus Sang putra yang ada di dalam kandungan Pesona saat ini.
"Wah, iya, dia ngerespon Mbak," kata Panca dengan begitu bahagia sambil menatap Mbak Nur, Mbak Nur hanya tersenyum lalu menatap Panca kembali mengelus perut buncit sang istri muda.
"Sayang, kamu ngenalin suara ayah kan nanti kalau kamu udah lahir kita main bareng ya, kamu mau main bola kayak yang Mbak Nur bilang? nanti kita beli bola yang banyak terus kita main bola bareng ya. Kamu sehat-sehat di dalam ya sayang sampai waktunya nanti kamu lahir dan ayah akan selalu peluk kamu," ucap Panca dengan begitu lembut sambil mengelus perut buncit Pesona dan masih merasakan pergerakan halus dari dalam sana, Panca tersenyum manis lalu mencium perut Pesona sebelum laki-laki itu kembali berdiri di sebelah Pesona.
"Pesona, terima kasih karena kamu udah memberi kesempatan buat keajaiban ini tumbuh di dalam rahim kamu," kata Panca sambil menatap kedua mata jernih Pesona.
"Mas Panca bahagia kan?" tanya Pesona pada laki-laki tampan yang selama ini sudah menjadi kehidupannya, Panca tersenyum lalu dengan cepat dan penuh keyakinan mengangguk dan kepalanya, "kalau begitu, itu sudah cukup buat aku."
Laki-laki tampan itu tersenyum manis menyadari betapa Pesona memang benar-benar tulus padanya karena hanya kebahagiaannya yang terpenting bagi hati Pesona, nggak peduli hati itu begitu banyak mendapatkan luka.
"Mas berangkat kerja dulu ya, Nanti sore kamu siap-siap kita ada jadwal kontrol kandungan kamu ke dokter, jadi kita pas pulang kerja kita langsung berangkat," kata Panca dengan begitu lembut seperti biasa Pesona hanya menganggukkan kepala.
Panca bersiap melangkah meninggalkan dapur karena dia memang sudah harus berangkat bekerja tapi laki-laki itu tampak langsung berhenti ketika teringat sesuatu, Mbak Nur dan Pesona sama-sama menatapnya ketika Panca kembali menatap Pesona dengan begitu lembut.
"Mas berangkat ya," kata Panca lagi tapi kali ini sambil memberikan tangannya pada pesona seakan meminta wanita itu untuk menyalaminya, Mbak Nur mengulum senyum mengerti apa yang Panca inginkan sedangkan Pesona malah tercengang hingga Mbak Nur berdesis memberinya kode dan Pesona langsung meraih tangan panjang dan mencium punggung tangan itu dengan penuh penghormatan dan kasih sayang.
Untuk pertama kalinya Pesona mencium punggung tangan sang suami sebelum laki-laki itu berangkat bekerja seperti kegiatan yang lazimnya dilakukan oleh sepasang suami istri pada umumnya dan bukan hanya sampai di situ usai pesona mencium punggung tangan panjang laki-laki itu mencium kening Pesona dengan begitu lembut membuat Pesona mematung dalam perasaan yang begitu sulit digambarkan.
Pesona membingkai kepergian sang suami dengan tatapan bingung, juga rasa tidak percaya yang ada di dalam hatinya walaupun bunga-bunga yang begitu indah juga bermekaran di dalam sana.
"Mbak Sona, akhirnya ...."
Sama seperti Pesona, Mbak Nur juga terlihat begitu bahagia menatap Panca yang berjalan meninggalkan dapur untuk menemui sang istri pertama yang sudah menunggunya.
"Akhirnya apa Mbak Nur?" tanya pesona yang masih terlihat terkejut dengan perlakuan Panca pagi ini.
"Akhirnya Pak Panca membuka hatinya untuk memperlakukan Mbak Sona layaknya seperti seorang istri, aku yakin itu karena Pak Panca juga memiliki perasaan yang sama kayak mbak Sona, Pak Panca juga cinta sama Mbak Sona."
"Enggak Mbak Nur, Mas Panca melakukan itu hanya untuk anaknya. Mas Panca cuma ingin dekat sama anaknya yang saat ini ada di dalam kandunganku!"
"Ih dibilangin nggak percaya! Pak Panca itu cinta sama kamu mbak Sona!"