Kesetiaan Vion

1717 Words
Laki-laki tua yang bernama Khalid dan menjabat sebagai profesor senior di academy ini sedang melihat pusaka emas yang berada di tempat yang sangat aman di ruangan miliknya. Ia sedikit lega, energi yang sejak kemarin hilang akhirnya sedikit menambah akibat murid-muridnya, Khalid menghela nafas kasar, langkahnya ke arah kursi yang bertender di balik meja besarnya. Sedangkan Vion, asisten pribadi miliknya yang berbentuk burung hantu itu memperhatikan langkah laki-laki itu. Melihat raut wajah Khalid yang seperti berfikir sesuatu membuat Vion agak khawatir. “Tuan apakah aku boleh bertanya?” Tanya Vion, kali ini ia merubah tubuhnya sebagai laki-laki gagah yang mempunyai kedua bola mata hijau yang terang. Khalid menoleh, ia mengangguk mempersilahkan Vion untuk bertanya. “Ada yang kau khawatirkan?” Tanyanya hati-hati. Khalid diam tidak menjawab, laki-laki tua itu saat ini sudah duduk di atas kursi miliknya. Helaan nafas itu kembali terlihat dan entah keberapa kali Vion melihat helaan nafas itu. Senyuman tipis terukir di wajahnya yang tua, “Tidak ada,” Jawabnya singkat. “Kau sedang tidak berbohong kepadaku bukan?” “Tidak,” lagi-lagi Khalid menjawab pertanyaan Vion dengan singkat dan jelas. Dan Vion hanya menarik nafas panjang melihat respon atasannya yang seperti ini, ayolah! Vion sudah sangat mengenali Khalid bahkan dirinya bisa sangat di bilang sangat mengetahui kehidupan laki-laki tersebut. Dengan adanya sikap Khalid yang seperti kalian lihat, itu cukup membuat Vion khawatir sebenarnya. Iya sangat khawatir, karena menurutnya Khalid tidak pernah seperti ini sebelum-sebelumnya terlebih lagi di saat Vion mengabdi kepada Khalid selama sisa hidup laki-laki tua itu. Melamun, khawatir tidak jelas, ketakutan yang tidak mendasar terlebih lagi menyuruh para siswa untuk melakukan misi yang sangat tidak masuk akal dan penuh beresiko. Itu benar-benar bukan tipikal professor Khalid. “Lantas, mengapa kau menyuruhku untuk pergi ke dimensi lain?” Tanya Vion langsung tanpa basa-basi sedikit pun. Khalid kembali terdiam, tubuh yang sudah terduduk manis di bangku favoritnya itu menatap ke arah Vion dengan tatapan yang tidak ia mengerti sama sekali. Lalu pandangannya ia alihkan ke sembarang arah sambil menikmati pemandangan di balik luar jendelanya. “Kau….sejauh mana setia denganku Vion?” Tanya Khalid dengan suara beratnya. Mendengar Khalid berbicara seperti itu membuat Vion sedikit membenarkan posisi berdirinya, ia berdehem pelan sebelum menjawab pertanyaan Khalid yang ia lemparkan kepada dirinya itu. “Sejak awal kau membantuku di tengah-tengah peperangan wilayah barat Tuan,” Jawab Vion mantap. Itu benar, Vion tidak mengada-ngada. Dengan terjadinya kejadian sekitar puluhan tahun yang silam. Di mana dirinya masih menjadi b***k oleh orang-orang yang menurutnya biadab, Khalid membantunya dengan cara membeli Vion dengan harga emas yang lumayan mahal. Dan setelah itu, kehidupan dirinya benar-benar sangat berubah di balik naungan Khalid yang mendapati gelar professor ternama dan orang bepengaruh di wilayah timur. Vion tersenyum tipis, kekehan itu sedikit terdengar ke indera pendengaran miliknya. “Ternyata kau masih mengingat kejadian hal tersebut ya,” Pandangan Khalid kembali jatuh ke arah laki-laki muda yang tengah berdiri di hadapannya. Menatap asistennya yang selalu membantu selama Khalid hidup di sini. “Baiklah kalau begitu,” Jari-jarinya ia satukan menjadi genggaman, lalu dia kepal untuk menopang kepalanya. “Duduklah di sana, akan aku jelaskan,” Suruhnya dengan tegas. Vion mengangguk mengiyakan, kemudian langkahnya mengarah ke arah bangku yang tidak terlalu jauh dari posisi Khalid. Laki-laki itu terduduk sopan di hadapannya. “Kau siap untuk mendengarkan hal ini?” Untuk yang kesekian kalinya Vion mengangguk, “Saya siap Tuan,” “Siap dengan segala konsekuensi yang akan terjadi di masa depan? Karena aku tidak yakin kau akan siap dengan hal ini,” Tanya Khalid memastikan lagi, karena jujur ia tidak ingin jika Vion mengetahui semuanya laki-laki tersebut akan menghianatinya nanti. “Aku siap, tanpa terkecuali dan juga untuk bukti kesetiaanku kepadamu Tuan.” Ucap Vion mantap membuat Khalid yang melihat keyakinan miliknya tersenyum tipis. . . . “Jadi bagaimana?” Tanya Carlos setelah Atlas bangun dari tidurnya. Laki-laki berambut silver itu melihat dirinya di pantulan kaca sebari membenarkan rambut kesayangannya, yang selalu ia anggap sebagai ketampanan yang dirinya miliki. “Apa yang kau rasakan setelah kau mempunyai kekuatan untuk yang pertama kalinya?” Atlas sedikit bangkit dari posisinya, duduk di pinggir kasur sebari melihat ke arah Carlos yang masih sibuk dengan rambutnya itu. Mungkin jika Yara berada di sini, Carlos akan menjadi bahan makian gadis tersebut. Itu yang ada di pikiran Atlas sekarang. Laki-laki tersebut menaikan kedua pundaknya sekilas menandakan tidak tahu, karena setelah rasa sakit yang ia rasakan tadi sampai akhirnya tertidur tidak sengaja membuat Atlas benar-benar tidak merasakan apapun atau juga perubahakan seperti yang Carlos harapkan sekarang. “Aku tidak merasakan perubahan apapun,” Mendengar jawaban Atlas, Carlos melirik laki-laki itu dari pantulan kaca yang ada di hadapannya. Kemudian memutar kepalanya untuk menatap ke arah Atlas. “Kau serius?” Langkahnya mendekat. “Kay benar-benar tidak merasakan apapun?” Tanya Carlos. “Iya, aku benar-benar tidak merasakan apapun,” Carlos diam, sedikit berpikir sejenak. “Aneh,” Atlas menghela nafas panjang, seakan-akan tidak peduli dengan kekuatan omong kosong seperti tang Yara dan Carlos ceritakan kepadanya beberapa wakt lalu. Lagi pula, Atlas juga tidak terlalu mengharapkan sesuatu yang lebih, selagi otak dan logikanya masih ia pakai seperti biasanya. “Aku akan mandi sebentar, kau bisa membantuku untuk melepaskan baju bukan?” Pinta Atlas kepada Carlos. Dengan cepat Carlos bangkit, “Tentu!” Dengan membuka baju secara perlahan yang di gunakan Atlas. Laki-laki itu sedikit mengalihkan pandangannya ke arah lain. Atlas mengerutkan keningnya heran, “Kau kenapa? Ada yang salah?” Melihat Atlas yang kebingungan membuat Carlos sedikit menarik senyum pada bibirnya, “Aku sedikit ngeri melihat luka tusukmu yang ada di tubuhmu,” “Astaga Carlos!” “Apa?!” Jawab Carlos cepat dengan rasa gelo yang sudah ia rasakan di sekujur tubuhnya. “Perlu kau ketahui, aku sedikit trauma jika melihat darah dengan skala yang banyak. Menggelikan!” Atlas menghela nafas, menggeleng kepalanya lemah melihat kelakuan Carlos yang menurutnya sedikit berebihan di matanya. Atlas berani bersumpah bahwa Carlos seperti halnya laki-laki pick me boys yang ada di duniannya dan ia tidak menyukai hal itu. “Kau tahu Carlos? Laki-laki seperti mu itu cukup menyebalkan di duniaku. Dan ya…” Atlas menggantungkan ucapannya. Sebelum menutup pintu kamar mandi, laki-laki tersebut sedikit mengintip Carlos dari dalam kamar mandi. “Aku membenci itu,” Lanjutnya sebari menutup pintu. “Tunggu? Apa katamu?” Carlos bangkit dari duduknya. “Kau? Membenci sikapku? Oh! Ayolah Atlas, para wanita di akademi ini sangat menyukaiku! Kau harus melihat betapa tergila-gilanya mereka kepadaku setiap harinya. Kau akan melihat pemandangan itu saat makan malam nanti. Tunggu saja!” Ucap Carlos tidak terima sebari kembali membenarkan rambut silvernya. Ya Tuhan! Laki-laki ini benar-benar mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. . . “Di mana Atlas?” Tanya Yara yang baru saja datang setelah kehadirannya tadi di kamar Atlas saat petang. Carlos yang sedang menyenderkan tubuhnya sebari melihat para siswa yang sedang berlalu lalang menaikan kedua bahunya, “Mungkin sedang memakai baju, ia baru saja selesai membersihkan dirinya,” “Kau tidak membantunya?” Laki-laki tampan itu menggeleng kepalanya acuh, “Tidak,” Yara mengerytkan keningnya heran, “Kenapa? Kau bertengkar lagi dengannya?” Carlos menghela nafas panjang, menatap kedua mata Yara yang indah dengan itis mata berwarna ungu tersebut, “Ya, kau kan tahu aku dan Atlas seperti apa setiap harinya,” Mendengar hal tersebut Yara memutar bola matanya, mengurungkan tangan kanan gadis tersebut untuk tidak memukul kepala Carlos dan mengacak-ngacak rambut silvernya yang sangat ia gilai sepanjang hari. “Ck!” Yara berdecak pelan, namun mampu terdengar ke indera pendengaran laki-laki yang berada di hadapannya. “Don’t be stupid Carlos!” Maki Yara gemas. “Dia bukan Atlas yang asli,” kali ini nadanya ia rendahkan, sebari kedua bola matanya melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan orang-orang tidak mendengar obrolan sensitif mereka berdua. “Memang kau benar,” Carlos membenarkan posisinya, sedikit menjajarkan tubuhnya dengan Yara yang sedikit pendek dari tubuhnya. “Tapi sikap laki-laki itu benar-benar seperti Atlas ya asli kau tahu?” Sambungnya pelan. “Dan itu cukup membuatmu kesal,” Ia menjauhkan tubuhnya dari Yara dan kembali menegakkan tubuhnya yang tinggi. “Masuklah, aku akan menunggumu dan Atlas di sini,” Suruh Carlos dengan nada yang masih terdengar kesal. Yara tidak memperdulikan itu, tanpa menjawab ucapan tidak jelas sahabatnya. Langkah kakinya masuk ke dalam kamar Atlas tanpa permisi, dengan tangan kanannya yang sudah menekan knop pintu secara perlahan. “Atlas?” Panggil Yara sebari menutup pintunya pelan. Kedua kelopak matanya mengitari penjuru ruangan untuk mencari sesosok Atlas di kamarnya. “Kau sudah selesai mandi?” Mendengar suara lembut milik Yara, Atlas langsung keluar dengan wajah datarnya. “Kau bisa membantuku?” Celetuk Atlas tiba-tiba yang sedang bertelanjang d**a karena luka tusuknya yang belum tertutup rapat oleh kasa di karenakan ia sedikit sulit untuk membenarkannya seorang diri. Menatap tubuh atletik Atlas yang selalu ia sukai sejak lama, entah mengapa Yara sedikit membeku seperkuan detik. Iya, hanya sebantar karena logika gadis itu langsung berjalan dan bergegas membantu Atlas dengan cepat. Dengan langkah lebarnya yang sudah berada di dekat tubuh Atlas, jari jemari Yara yang lentik dan lembut itu langsunng menutup luka yang sudah di bersihkan dan di obati lagi. Pandangannya melihat itu, “Kau yang membersihkannya sendiri,” Tanya Yara tanpa memandang wajah Atlas sedikit pun karena fokusnya masih teralihkan dengan membenarkan kasa untuk menutupi luka tersebut. Atlas mengangguk pelan, “Iya, aku membersihkan ini sendiri. Kenapa?” Yara sedikit terkekeh geli, lantas kedua iris matanya membalas tatapan Atlas yang tengah menatapnya datar. “Atlas asli sedikit jijik dengan hal-hal seperti ini, dia sama persis seperti Carlos,” Jawabnya dengan senyuman, namun beberapa detik kemudian Yara menggelengkan kepalanya. “Tetapi tidak dengan sikap noraknya Carlos, Atlas sedikit bisa menjaga sikap ketimbang laki-laki itu,” Mendengar hal tersebut Atlas hanya menarik senyumnya tipis, “Jadi alasan mengapa kau tertarik dengan Atlas yang asli itu jawabannya? Sebagaimana dirinya sudah mempunyai kekasih di dunia ini?” Ucap Atlas secara gamblang. “Eh?” Atlas hanya terkekeh pelan, lalu bangkit dari duduknya pelan, “Yara….” Tangannya mengambil kemeja berwarna hitam yang sudah di siapkan Carlos tadi, kemeja yang khusus di gunakan untuk makan malam bersama dengan seluruh murid dan professor akademi. “Caramu memandangku dengan Carlos itu terlihat sangat berbeda, apalagi aku bukanlah Atlas yang kau kenal. Kau masih saja menatapku dengan tatapan kagum dan aku tidak sebodoh itu,”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD