Bab 11. Menjelang Sah

1465 Words
Mereka lalu membeli Martabak 3 kotak, dan kembali Hanin memesan gocar sampai ke rumahnya tapi nanti akan menurunkan Bram di swalayan tempat mobil Bram. " Apa kakak antar aja Han", " Jangan Kak, sebenarnya Hanin nggak mau menceritakan Zayn ke kakak karena perasaan Hanin masalah kakak masih pelik jika mereka tahu tentang Zayn, mereka akan menyakiti Zayn, maaf dia lah Keluargaku dan milikku yang nyata kak. Hanin nggak mau dia jadi pelampiasan mereka, maaf turuti kata Hanin kak". " Dia juga darah daging ku Nin, kalian nyawaku sekarang jangan minta maaf untuk ini. Berikan nomor ku padanya jika dia dalam masalah telpon aku katakan aku pihak keamanan kantor yang pasti akan menolong dia", Hanin mengangguk. Bramantyo turun, ia sedih tidah dapat mengantar istrinya. Tapi yang di katakan Hanin benar masalahnya masih pelik dan berhadapan dengan orang yang licik dan tamak harta. Hanin pulang dengan wajah letih, drama hidup mereka tadi menguras energinya akhirnya ia juga ikut menyantap Martabak telur milik anaknya. " Nda Beli dimana, nih. Kok rasanya lebih enak dari biasanya ya", Hanin tersenyum, lah iyalah gratis dan pakai telur banyak ya enak. *** Bramantyo bangun pagi dan langsung berangkat di jalan dia membeli sarapan lontong sayur kesukaan Hanin. Ketika akan membelok gerbang dia melihat Hanin turun dari motor diantar seorang remaja laki laki yang masih memakai helm. Di hentikannya mobil dan turun perlahan. " Nda, nanti Zayn mau main futsal cuma sepatunya rusak bisa gak beli sepatu lagi Nda" " Kamu Zayn biasa deh, bilang nya saat begini kok nggak tadi malam Bunda nggak pegang uang tunai, berapa lagi harga sepatunya". " Sekitar dua ratus lima puluhan udah bagus nda kalau yang seratusan sekali pakai rusak". " Pakai tabunganmu dulu ya, nanti Bunda ambil uang dulu pulang kerja", "Ok, lebihin dong Nda, kan belinya di mall ama Bang Daniel biar ada jajan juga ya", "Maunya tuh.. ", Hanin memberi Helmnya ke Zayn". " Pake ini aja, saya ada tunai, kebetulan Bapak punya hutang kemarin ke Bunda mu", kata Bramantyo mengeluarkan banyak lembar merah dari dompetnya. Hanin dan Zayn terpana dari mana bisa Bos nya itu ada disitu. Beberapa pegawai yang akan masuk gerbang juga heran melihat bosnya, Mbak Han dan seorang remaja cowok hitung - hitungan duit di tepi jalan. " Banyak bener ini" , kata Hanin mengambil uang sebelum diambil Zayn menghitung lembar merah tersebut sampai lima lembar lalu memberi ke Zayn". Dan sisanya dikembalikan ke Bramantyo. " Salim dulu ke Pak Tyo, bilang terima kasih". " Terima kasih Pak, Nda Zayn kesekolah dulu telat", katanya setelah mencium tangan Pak Tyo dan Bundanya langsung menghidupkan motornya dan menunduk sekali lagi ke Bos bundanya. " Awas kalau ngasih anak berlebihan lagi", Hanin mengomel pelan meninggalkan Bramantyo yang tersenyum memasuki lagi uangnya dan menuju ke mobilnya. Hanin berjalan masuk menuju resepsionis. " Gila tu Janda karat, udah kemarin mepetin pak Rifky sekarang deketin Bos gue. Dia berduaan di ruangan, sampai calon tunangan Bos yang seksi habis itu datang bentakin dia. Tau apa kata Bos, tunangannya malah di usir. Ajian apa yang dia pakai lihat pakaiannya orang alim kelakuannya zalim", Tika sekretaris CEO ngerumpi bersama rekan sesama sekretaris HRD. " Jangan begitu , ku lihat Bu Han memang fokus kerjaan dan dasarnya dia cantik biasalah banyak cowok yang naksir padahal dandansnnya minimalis banget. Mengenai tunangan CEO emang nggak pantaslah nemuin pak Tyo dandanan seperti itu kayak mau di nightclub aja, Bu Tiwi yang ngeliat aja geleng kepala", timpal Dewi yang tidak tahu Hanin dibelakangnya sedang Tika sengaja menghina Hanin walau sudah melihat Hanin. Hanin dengan semangat berjalan menuju ruangannya. Hati nya sedang penuh syukur suaminya kembali dalam keadaan sehat walafiat. Dia melewati kedua orang sekretaris seolah tidak ada orang disana. Pagi ini Bram pun terlihat penuh senyum menyapa balik staf dan karyawan yang menyapa nya padahal selama ini ia hanya hemm sana sini saja. Dia menelpon Tika masuk ke ruangan. Tika merapikan dandanannya dan memendekkan rok nya lalu menemui Bramantyo. " Tika, undangan pertunangan saya di batalkan tapi acara tetap ada dengan tema syukuran kesembuhan Ayah saya yang sekarang sedang menenangkan diri di pondok. Kamu desain kalimat untuk hal tersebut kirim ke semua penerima undangan saya. Paling sekitar dua puluh limaan ya". Bramantyo diam sejenak. " Kok di batalin Pak" tanya Tika kepo. " Itu urusan saya, telpon Pak Rahman dan Bu Hanin suruh ke ruangan saya, ya sudah itu saja", Bramantyo langsung memeriksa kembali laporan yang ada di mejanya. Sekitar lima belas menit kemudian pintu ruangan diketuk. " Permisi pak Tyo, tadi Tika meminta saya dan Bu Han kemari", Pak Rahman muncul bersama Hanin disampingnya. Hanin hanya tersenyum melihat Bosnya. " Iya Pak silahkan duduk dulu Pak Rahman", sementara keduanya menuju sofa , Bramantyo menelpon Tika mengatakan ia tidak dapat diganggu satu jam kedepan. " Bagai mana, hasil meeting dengan proyek sekolah pak, aman", :"Alhamdulillah pak, proyek itu selain menggunakan bahan bangunan kita juga memberikan peluang ke subcont fasilitas sekolah pak walau untuk anggaran kecil", " Ya.. Ya dalam bisnis masuk dalam kemitraan juga akan saling menguntungkan disamping perolehan profit juga promosi dan memperbanyak referensi perusahaan". " Ok, Minggu depan kita akan berbicara lebih serius untuk maju tender sebuah mega proyek walau dapat 30 persen pun sudah lumayan, tapi sekarang saya ada akan minta bantuan Bapak secara pribadi". " Oh apa yang saya bisa bantu pak tentu dengan senang hati". " Begini Pak saya ada masalah keluarga, yah mungkin sudah takdir kehidupan saya. Begini saya sebenarnya dengan Bu Hanin ini sudah menikah tujuh belas tahun yang lalu pak, waktu itu saya masih kuliah di Jerman dan Hanin baru tamat SMK, jadi karena saya berkuliah di Jerman Hanin saya tinggal di rumah orang tua saya. Baru dua hari berangkat Mama tiri saya mengusir istri saya ini, hubungan saya dengan Mama juga kurang baik Pak, dia Ibu sambung saya padahal dia sudah ada dari saya berumur lima belas tahun. Sifatnya terhadap harta membuat nya tidak ikhlas dalam berumah tangga apa lagi menerima kami anak sambungnya. Singkat cerita Hanin tidak lagi bisa berada dirumah saya dan selain itu dia juga menyewa orang untuk meneror Hanin dan keluarga Bude nya." , Bramantyo menceritakan kisahnya ke Pak Rahman. Dan Pak Rahman sangat ter kejut hanya saja berusaha memahami cerita tersebut. " Begitu lah pak, namun saya tidak pernah ingin menceraikan istri saya walau akhirnya saya terpisah selama tujuh belas tahun lebih baru kemarin ketika Hanin terkejut dan sakit katanya saya benar benar melihat wajahnya dan mengenalinya. Saya minta tolong untuk Bapak memfasilitasi pernikahan kembali kami karena ragu akan ke sah an pernikahan kami yang terpisah selama ini tapi kenyataan ini masih harus disembunyikan karena itu tadi kondisi keluarga saya yang belum kondusif . Saya sedang mengumpulkan bukti bukti bahwa ibu tiri saya tersebut sudah memanipulasi Papa saya bahkan memberi obat yang tidak selayaknya dikonsumsi Papa saya sehingga beliau harus terbaring lama sekian bulan dirumah sakit tapi sekarang sudah sembuh dan sudah rehabilitasi kejiwaan ke pondok pesantren. Saya minta bantuan bisa menikah kembali hari ini, sah untuk agama saja sedang untuk legal negara kami masih suami istri buku kami masih lengkap pak. Supaya saya bisa bertanggung jawab kembali ke keluarga saya tanpa keraguan perzinahan", cerita Bramantyo lengkap. Pak Rahman masih bingung mendengar cerita mengejutkan atasannya yang ternyata suami Hanin bawahan nya. " Tentu bisa pak mungkin saya akan menyiapkannya bersama Faiz di rumah saya saja saksinya saya, Faiz dan RT setempat Bapak setuju mungkin bisa dilakukan sehabis Isya, tapi sudah ada sore saja, di Masjid dekat rumah saya saja Magribnya", Pak Rahman berpikir cepat. " Selamat ya Mbak Hanin mungkin ini hikmah Mbak Hanin tegas terhadap godaan lawan jenis dan tetap menjaga diri serta sabar atas bully an orang orang yang tidak bertanggung jawab", Pak Rahman melihat ke Hanin dan tersenyum tulus. " Untuk dana saya transfer saja ya pak, Bapak saja yang mengalokasikan nya". " Ya saya permisi diskusikan dengan Faiz dan istri dulu pak , nanti sore Bapak bisa datang ke rumah saya", Pak Rahman permisi ke ruangan. " Ini pak uangnya saya transfer jika kurang bisa infokan ke saya" Bramantyo sudah menyiapkan sebuah ponselnya dan Pak Rahman memberikan nomor rekeningnya. Pak Rahman permisi duluan. "Sayang bagaimana mengenai mahar". "Seperangkat alat sholat saja bukankah kakak sudah memberiku ketika nikah dulu." " Mintalah padaku yang Hanin inginkan, kakak akan usahakan". " Terserah lah kakak saja, Hanin rasa kita kan hanya memperjelas kondisi yang meragukan jadi yang penting halal nya saja". " Ok lah, Nin, bagaimana jika panggilan kakak diubah Mas aja ya Nin masak di panggil kakak nggak enak dengan anak ntar", " Ok lah, Pak Tyo, saya ke workshop dulu", Hanin berdiri permisi., Bram akan meraih kening Hanin. "Nanti malam Mas, sah nya", " Apa anakku nggak di ajak Nin", "Jangan dulu". Hanin keluar dari ruangan tapi sempat di lihatnya tingkah Tika yang seolah ingin menguping di pintu. Tapi dia tetap berlalu capek rasanya melayani orang seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD