Bab 7. Sikap Tegas

1487 Words
Pintu ruangan Pak Rahman terbuka, bertepatan dengan wajah pak Rahman muncul menatap Faiz bersamaan menghilangnya Hanin dari balik pintu. " Faiz , saya mau bicara dengan kamu". " Eh..iya Pak saya masuk", Faiz pun, menyimpan filenya dan berdiri menuju ruang atasan nya. " Ini Iz, kita ada pemintaan pasokan semen dan cat merek A dan kira kira merek pengganti untuk sejenis itu untuk proyek pembangunan sekolah coba kamu minta ke Pak Rifky daftar harga dan skema pembayaran yang bisa ditawarkan. Mungkin juga nanti mereka akan menawarkan kita untuk sub kontrak beberapa fasilitas sekolah. Ini sekolah plus ya tentunya fasilitas harus lengkap jadi nanti kita juga bersaing untuk beberapa distributor. Minta pada pak Darwis ikut kita juga, tunggu saya telpon Heni", Pak Rahman menelpon Heni sekretarisnya. " Hen, coba kamu telpon ke PT. Karya Kontraktor buat jadwal pertemuan untuk besok sesuaikan dengan jadwal saya nanti", setelah mendapat jawaban dari Heni, Pak Rahman menutup telepon. " Faiz, apa bunga untuk Bu Han itu dari Rifky ya? Saya bukannya mau kepo tapi memang saya sudah menganggap Hanin keluarga. Tapi saya sendiri kurang paham latar belakang hidupnya, istri saya pun nggak bisa mengorek masa lalunya. Dia hanya mengatakan berpisah dengan suami dan sampai sekarang suami tidak kembali", Pak Rahman merasa ikut bertanggung jawab pada Hanin sebagai seorang atasan. " Iya Pak, tadi Heni mengatakan sebelum masuk ke rapat, Pak Rifky izin masuk ruangan walau dikatakan Heni ruangan kosong". " Menurut kamu bagaimana apa Hanin juga menyukai Rifky dan apa Rifky serius. Jika iya saya akan membicarakaan ke istri saya agar menanyai Hanin agar mereka di satukan saja tidak menjadi konsumsi gosip dikantor ini". "Kalau pak Rifky nya saya yakin serius pak, mbak Hanin ini sering ngedumel bila di beri salam atau bunga dari Pak Rifky. Bukan saya sok tahu tapi sepertinya mbak Hanin itu belum move on dan membuka hati buat pengganti suaminya". " Kalau kamu gimana? Ada rasa suka pada Hanin?" tiba tiba Pak Rahman malah mempertanyakan Faiz. " Jujur aja pak siapa yang nggak tertarik pada mbak Hanin. Jika hanya dilihat dari jauh dan berbaur dengan wanita lain seperti Tika dan Heni memang yang cemerlang itu Tika dan Heni. Karena yang dominan dari mbak Hanin hanya pakaian longgar dan Jilbab nya wajah nggak terlihat nyata karena nggak dandan. Lha kalau kayak saya ini pak tiap hari di depan mata melihat wajah cantik alami seperti patung porselen gitu pak siapapun pasti tertarik pak. Saya lah yang paling sengsara pak pemandangan indah didepan mata tapi wajib menundukkan pandangan. belum lagi jika Mbak Hanin punya ide dan menjelaskan minta pendapat saya, wajah ya itu seperti bintang gemerlapan, tapi tiap hari saya dipanggil Iz, dek, gimana coba pak mengungkapkan isi hati saya". "Ha.. ha yah.. berusahalah menundukkan pandanganmu Faiz. Coba nanti saya cari jalan agar dia punya ruang sendiri, tapi kalau di workshop saya kasihan karena memang gudangnya cowok disana, harusnya dia ditempatkan di posisi lain. Tapi kinerjanya sulit mencari gantinya karena Hanin menciptakan efisiensi biaya tanpa huru hara, bahkan karyawan dibawah naungan nya merasa lebih sejahtera dari bagian lain". " Jangan di pindah deh pak, saya rela kok menundukkan pandangan dari pada nanti yang seperti Hesti dan Tika justru jadi penggantinya". " Eh iya ya, seperti Hanin aja adem, tapi feeling saya CEO kita juga bakalan jadi saingan kamu dan Rifky, soalnya beliau juga jomblo. Aduh Faiz kamu menjadikan saya tukang rumpi ghibah, cepat kamu kerjakan tugas yang tadi, ini juga sudah jam dua belas", Pak Rahman ternyata baru sadar asyiknya berghibah heh. *** Hanin melepaskan helmnya untuk dibawa Zayn. Pagi ini ia berhasil mengerjakan semua kegiatan pagi di rumah tepat waktu sehingga bisa berangkat kerja bersama Zayn. Bersamaan dengan pamitnya Zayn, Hanin melihat mobil pak Tyo membelok ke pintu masuk, di menundukan kepala ketika melihat bayangan Tyo di mobil. Sekilas tingkah nya terlalu berlebihan mengingat jabatannya sekarang, tapi alasan utama adalah menyembunyikan wajahnya karena dia yakin "Bramantyo Wijaya" tidak mengenalnya kini dan biarlah begitu. Bergegas dia masuk ke gedung kantor nya berharap tidak bersisian lagi dengan CEO tersebut. Ketika akan membelok ke ruangannya terdengar olehnya pembicaraan Heni bersama seseorang. "Pak Rifky sih, ngapain juga ngejar janda karatan begitu kan masih banyak yang muda, saya dengar dia punya anak lho apa Bapak siap membiayai anak orang tauk Bapaknya siapa!! Itu Janda udah tua wajahnya aja terlihat polos eh.. culun kali pak. Sombong lagi bunga yang Bapak kasih dipegang pun tidak malah pak Rahman yang pegang lalu di kasih ke Faiz katanya", Heni dengan semangat memberi laporan ketika pagi pagi Rifky menanyakan Hanin pada Heni. " Assalamualaikum, wah saya pagi pagi sudah kebagian pahala nih, di agama saya ada hadistnya jika seseorang berkata buruk tentang saudaranya maka keburukan itu akan kembali pada dirinya dan kebaikan atau pahala untuk orang yang di kata katai nya tadi", Hanin melangkah mendekati kedua nya. " Dan saya memang jauh lebih tua dari kamu Heni, mengingatkan sebaiknya cara bicara dan berpikir mu disesuaikan dengan tingkat pendidikan mu. Berpikir positif akan membias kan aura baik pada tubuh mu dan orang disekelilingmu. Memang saya Janda punya anak dan saya juga baru akan mengatakan ke Pak Rifky sebaik nya memang Dia yang masih muda memilih orang yang jelas tidak bermasalah pada masa lalunya mungkin seperti kamu. Tapi kalau caramu berbicara seperti tadi entah mengapa terlihat kamu seperti orang bermasalah, jadi coba kamu renungkan apa yang saya katakan ini". Hanin berbicara panjang lebar dia sudah jenuh dengan perlakuan julid Heni tapi tetap menyadari dirinya lebih tua dari Heni. " Bagus Mbak Han, Heni kamu itukan sekretaris harusnya tatakrama mu terjaga jangan kalau ngomong seperti ibu ibu di warung, gosipin segala macam apalagi depan Pak Rifky dan Mbak Han. Ini atasanmu juga" Kata Faiz yang rupanya sudah dari tadi di belakang Hanin. " Ya sudah, ini masih pagi lagi ini, segarkan pikiran. Maaf saya masuk dulu Pak Rifky". " Mbak Han, apa kita bisa bicara sebentar?", Rifky rupanya masih belum puas hatinya. "Sekarang aja gimana pak? Di ruangan saya aja", pinta Hanin yang ingin masalahnya kelar, apalagi sekarang dengan adanya CEO baru yang merupakan ayah Zayn membuat Hanin ingin dirumah saja tapi gaji nya pasti nggak kan datang. Rifky pun mengangguk sambil melihat Faiz yang senyum melulu, karena pagi pagi sudah nonton drama percintaan. Hanin meletakkan tas kerjanya di Mejanya lalu mempersilahkan pak Rifky duduk, dia berharap masalahnya kelar sebelum pak Rahman masuk. " Nggak apa ya pak disini jadi bertiga sama Faiz daripada bertiga sama setan" Hanin berusaha menenangkan suasana hatinya yang tegang. " Yah, nggak apalah begini suasananya walau sebenarnya saya ingin lebih privacy lagi", Kata Rifky menatap Hanin didepannya. " Aku akan tutup mulut", kata Faiz yang pura pura membuka laptop dan memulai pekerjaannya padahal telinga nya ke mana mana. " Mbak Han, saya yakin sudah merasakan bahwa saya mempunyai perasaan suka yang besar pada Mbak Han dan setidaknya saya ingin mengetahui apakah ada perasaan suka dari Mbak Han walau sedikit untuk saya", Rifky berkata langsung pada tujuannya dengan nada lembut. Hanin sebenar tidak enak berada berhadapan seperti ini, dengan Rifky menatap lekat pada dirinya. " Saya berterima kasih Pak Rifky mempunyai perasaan yang baik terhadap saya, saya pun tentu tidak membenci Pak Rifky tapi juga senang dapat bekerja sama dengan pak Rifky dan semua di lingkungan kantor ini. Tapi untuk perasaan lebih dari itu saya tidak bisa. Jujur saya seorang Janda umur 34 tahun jalan 35 dengan anak satu sudah remaja mungkin pak Rifky tidak tahu. Bukan Janda kembang yang baru satu dua tahun menjanda tapi belasan tahun tentu terbesit di hati Bapak bahwa saya belum bisa lepas dari masa lalu saya. Bukan masalah masih ingin kembali ke mantan tapi adanya anak membuat situasi tersendiri bagi saya. Saya minta Bapak mulai berbenah hati jadikan saya rekan kerja bahkan saya senior dari Bapak, carilah seorang gadis yang tidak punya masalah masa lalu untuk dibawa bersama Bapak, dan saya tetap senang bekerja sama dengan Pak Rifky". Rifky memang tidak terlalu mengetahui detil hal pribadi Hanin. Baginya berumur lebih setahun dua tahun tidaklah apa apa, tapi dia tidak menyangka sosok yang mempesona hampir semua kaum Adam di kantor ini ternyata sudah menjanda belasan tahun, mengapa tidak mencari suami pengganti disaat anaknya masih kecil. Hal ini membuat Rifky jelas bahwa Hanin memang mempunyai kenyamanan tersendiri. Dia pun harus berpikir kembali jika membawa Hanin masuk ke keluarga besar nya. Lama Rifky tercenung. " Mari Pak Rifky jam kerja kita sudah lebih dari setengah jam yang lalu, saya bukan menolak tapi banyak yang belum Pak Risky tahu mengenai saya. Jika memang berjodoh tentu semua akan dipermudah oleh yang diatas. Tapi sekarang pasti sangat rumit jadi beralihlah dulu pada yang lain, mari Pak", Hanin menyuruh Rifky keluar dengan halus. Dan Rifky beranjak dengan wajah sendu. " Terima kasih Mbak Han", katanya berlalu, Faiz masih dengan pura pura nya padahal hatinya juga patah mendengar penuturan Hanin. Tiba tiba ruang pak Rahman terbuka, dan dengan muka datar pak Rahman menatap bawa kedua anak buahnya. " Belum ke workshop Han, nanti habis makan siang kita meeting dengan Pak Tyo".
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD