Bab 8. Maaf kan aku

2084 Words
"Nin bentar lagi istirahat kita , makan sama sama di kantin tadi Tika sudah pesan menu untuk kita kita", Pak Rahman menginfokan saat Hanin baru saja masuk ruangan. " Sebenarnya temu Ceo nya di kantin atau di ruang nya Pak". " Ya tadi nya di ruang CEO tapi gak tau nih di info makan bareng di kantin , sepertinya CEO adanya yang mau disampaikan diluar masalah kantor", jelas pak Rahman yang duduk di sofa sambil menanyakan seputar kegiatan pagi sampai siang. Tiba tiba telpon di meja Faiz berdering dan Faiz mengangkatnya sebentar lalu Menutupnya lagi. " Udah pada di kantin katanya", Pak Rahman lalu berdiri dan mengajak keduanya ke kantin. " Pak, saya ke toilet dulu, ntar langsung kantin", kata Hanin yang memang tadi baru dari lapangan melihat alat berat yang akan di servis untuk orderan Senin depan. Heni masih di tempat nya menunduk seolah sibuk dengan tasnya, sementara Hanin langsung menuju Toilet dengan menenteng tas kecil. Jantungnya tak bisa diajak kompromi setiap harus berkumpul dengan CEO baru, ia lalu mengambil ponselnya lalu men chat Faiz. [ Iz, saya sholat dzuhur dulu, baru ke kantin, tanggung sudah ke toilet waktu juga udah masuk ] [ Ok, Mbak Cantik] Balas Faiz langsung, mungkin disana dianya bengong aja jadi main ponsel sambil nunggu makanan. Sehabis sholat Hanin berdoa untuk ketenangan hati nya. Entah sampai kapan dia harus begini rasa tenang nya lenyap bersama hadirnya Bramantyo Wijaya ini padahal dia kan Kategori pemilik nggak mungkin hengkang dari kantor. Hanin sampai di kantin menuju meja yang sudah disatukan panjang, ia pura pura memasukan sesuatu ke tas kecilnya agar bisa menunduk sampai ke kursi kosong disamping Faiz. Hanya tiga orang wanita disitu Manager keuangan Bu Tiwi, Manager HRD Bu Arum dan Hanin. Tak jauh dari meja mereka, ada meja yang diisi empat orang sekretaris. Hanin sudah minta dipesankan menu soto tadi ke Faiz dan sekarang semua sedang bersantap. Hanin memakan sotonya dan menawarkan nasinya ke Faiz. Karena menu mereka sama sementara Faiz mana cukup dengan nasi yang porsi kecil yang disajikan. Sehabis bersantap, Hanin melihat beberapa orang memegang sebuah undangan dengan tampilan mewah, sambil berbicara pelan. Tiba tiba terdengar suara Tika sekretaris CEO berkata dengan sedikit ketus. " Ibu Hanindita Ikhsan, ini undangan untuk anda". Entah mengapa Hanin sangat terkejut ia hanya memandang undangan tersebut dengan hati gemuruh. Panggilan nama utuh nya oleh Tika membuat Hanin seperti orang yang terbongkar penyamarannya dan undangan di depannya tertulis acara pertunangan Bramantyo Wijaya dan Anggita Abimanyu. "Mengapa hatiku terasa tercabik toh, dia sudah tidak ada belasan tahun, ayo sadarlah Hanin", batin Hanin bergemuruh dan sisi lain hatinya menuntutnya untuk tenang. " Bu Han, ada apa? Itu undangan untuk Bu Han kami tadi sudah dapat. Rupanya pak CEO kita mau melepas masa duda nya semoga cepat menjadi keluarga sakinah ya Pak dan dapat putra putri yang shaleh" Kata Bu Tiwi diiringi amin oleh yang lain. " Iya selamat pak , maaf tadi rasa nya asam lambung saya naik dan saya terkaget dengan mbak Tika yang tiba tiba muncul", Hanin terpaksa bertatapan langsung dengan Pak Tyo yang di rasa nya memandang nya tajam kemudian Hanin mengalihkan pandangan ke Bu Tiwi dan mengambil undangan dengan tangan gemetar. Hanin menangkupkan tangannya di d**a dan menatap kembali ke Bramantyo yang ternyata masih menatap Hanin lekat. " Saya permisi balik ke ruangan, kayaknya nggak enak badan. Maaf Pak Tyo dan semua, saya jadi merusak suasana", perlahan Hanin membalikkan tubuhnya, sungguh rasanya tubuh nya akan ambruk karena rasa gemetar yang tak terkendalikan. " Faiz, kamu antar Bu Han ke ruangan", perintah Pak Rahman. Bramantyo masih menatap kepergian Hanin dengan wajah tegang. Sampai pak Rahman menyapanya. " Bagaimana Pak Tyo apa pembicaraannya kita lanjutkan". " Sepertinya saya juga agak pusing pak Rahman, maaf semua tadi nya saya ingin suasana santai sambil berbincang tentang beberapa proyek yang akan kita tangani, tapi justru sekarang sedikit pusing karena kurang tidur sudah lama saya mengidap insomnia, nantilah kita bicarakan lagi hal ini". " Wah nanti kalau sudah nikah, pasti tidak insomnia lagi pak" , canda pak Rahman yang sempat melihat mata atasannya berkaca kaca, ia bingung apa bosnya terlalu sakit kepala sehingga matanya berair menahan sakit. Hanin sudah menekuni kembali laptopnya walau kadang air matanya jatuh tiba tiba. Faiz yang meregangkan badannya tak sengaja melihat hal tersebut. " Masih sakit ya Mbak kok, air mata nya jatuh terus, baru kali ini lho saya lihat Mbak Han begini". Faiz terlihat kebingungan. " Gak lagi kan saya selalu bawa tablet kunyah sebenarnya cepet sih dampaknya", Hanin berusaha mengalihkan pandangan nya. "Mbak lihat undangan sedih ya?" " Gak lah Iz, cuma teringat aja kata kata Heni tadi pagi kok nyesek sekarang. Tadi saya mantap aja nasehatin Heni", Hanin kembali mempelajari laporan kebutuhan spare part hasil diskusi dengan mekaniknya tadi pagi. Perhatian mereka kemudian beralih ke pintu ruangan pak Rahman yang terbuka. " Han, kamu sudah sehat?" " Sudah Pak, udah nggak nyesek lagi, ada bisa dibantu udah sehat saya pak". Pak Rahman lalu menempelkan ponselnya ke telinga. " Sudah gak apa apa nih Pak Tyo, memang si Han ini kalau ada masalah selalu naik asam lambung nya", pak Rahman teringat pertemuan Hanin tadi pagi dengan Rifky. Dia merasa ada yang menyentuh sisi melankolis Hanin dengan dua peristiwa pagi dan siang ini Lalu terdengar lagi Pak Rahman berkata iya Pak. Saya suruh kesana. Hanin mendengar nya langsung mengerutkan kening. " Han, kamu dipanggil ke Pak Tyo, mungkin ada yang mau ditanya nya tentang kendaraan". "Aduh sakit lagi ulu hati saya, nggak ada masalah pak di kendaraan kantor tolong bilangin", Hanin membungkuk memegang perut nya membuat Pak Rahman dan Faiz melongo. " Kamu sakit karena mau jumpa sama Pak Tyo, bukannya tadi sudah sehat sudah sehat kok langsung kambuh lagi". " Mbak biasa di panggil pak Darman senang senang aja kok dipanggil CEO ganteng sakit perut, nervous ya Mbak", Faiz tertawa ngakak nggak pernah lihat tingkah konyol Hanin seperti ini, iseng pernah sih sering lagi tapi lucu aja sekarang pake nervous mau jumpa CEO ganteng. " Iya muka Mbak pucat langsung", Faiz masih menjahili Hanin. " Sudah-sudah Han, pergi ke pak Tyo. Sudah di tunggu, kamu Faiz diem dulu, ada ada saja". Hanin melangkah kaku ke ruangan CEO, dilihat nya Tika menyusun file nya. " Mbak Tika, Bapak ada di dalam". " Ada, udah sembuh aja kamu, mau ngapain ketemu pak Tyo?", tanya Tika ketus tiba tiba teleponnya berdering. " Hallo?" , Tika menjawab telpon nya sambil terus menunjukkan wajah tak senang nya terhadap Hanin. "Iya Pak, ada". " Baik pak", Tika menutup telpon "Masuk tuh", kata nya ketus, Hanin tak habis pikir melihat tingkah nya "emang sekarang sedang sekolah SMA pake iri irian begitu. Gini gini aku asisten manager dan lebih tua darinya", batin Hanin, ia masih menahan sikap kesalnya melihat tingkah Tika. Hanin terus mensugesti dirinya bila ia terpengaruh dengan si Tika maka dialah senior Tika, amit amit. " Assalamualaikum Pak", sapa Hanin pelan. " Waalaikumsalam, Kamu sudah sembuh" " Sudah Pak", Bramantyo mengangkat telepon. " Hallo, Tika kalau ada yang mau ketemu saya suruh tunggu dulu dan telepon saya dulu, saya ada pembicaraan serius, tidak bisa diganggu",. Dia menatap Hanin sendu, " Katakan kamu Hanindita Ikhsan, istri saya bukan", Hanin menatap Bramantyo terpana tidak menyangka Bramantyo akan bertanya langsung ke hal pribadi mereka. dengan air mata yang tiba tiba jatuh dan terus mengalir dia hanya menunduk tanpa mengucap sepatah kata. " Handi, benar kamu memang ingin pergi dari ku, kamu meninggalkan aku", Bramantyo menggenggam tangan Hanin menciumnya. Sementara Hanin menangis tanpa suara air mata nya terus berjatuhan. " Kak Bram, pengantin perempuan kakak kembali dan Mama menginginkan dia menjadi menantunya, aku hanya apalah tidak pantas. Tugasku hanya sampai disitu", " Maaf kan kakak, tapi kakak hanya dua bulan pergi dan pulang ke Indonesia untuk membawa mu andai kamu bertahan kita tak kan terpisah. Kamu Istri ku Han harusnya menungguku". " Dimana aku harus menunggu kak, mereka menyeretku keluar, baju aja Bude yang mengambilnya. Aku tak bisa menghubungi kakak aku tak tau kapan kakak akan pulang. Bude dan Pakde hari itu juga berhenti bekerja. Dan rasanya di kota kami terus diburu orang suruhan Mama. Daripada di kota tidak ada kepastian dan rasa aman kami pulang ke kampung. Disana kami pun masih di teror, Pakde hampir babak belur oleh orang suruhan Mama. Maaf aku tidak mengadu domba antara kakak dan mama, maaf", Hanin bercerita dengan emosi, Bramantyo memeluk Hanin tapi Hanin bingung dia hanya menunduk tanpa membalas perlakuan Bramantyo. " Kak maaf apa kita masih suami istri, tiga hari lagi kakak akan bertunangan.", Hanin melepaskan pegangan Bramantyo, sebenarnya ingin ia memeluk suaminya menumpahkan semua keluh kesahnya. "Handi aku tidak pernah menceraikanmu, setelah tau kau pergi, tiga tahun aku terpuruk khusus mencarimu yah mungkin orang suruhan Mama yang mempermainkan kakak hingga kakak tidak bisa menemukanmu.Pertunangan ini hanya alasan pengunduran ku untuk tetap mencarimu. Apa kamu sudah menikah lagi?" " Kak , Hanin tidak pernah menikah selain dengan mu, tapi sebelum kakak dapat melindungi kami sepenuhnya, biarlah hubungan kita sebatas atasan bawahan aja jika memang tidak berjodoh hendak nya tidak ada yang kecewa dan membenci. Hidupku hancur karena kita memaksakan pernikahan itu padahal Mama tidak menginginkan menantu seperti aku". Tiba tiba telpon berdering, Bramamtyo mengangkatnya. "Iya, Tika". " Pak , disini ada Bu Anggita ingin bertemu tadi dia ingin masuk ternyata pintu terkunci" " Oh. Saya tak sengaja menguncinya, ok saya buka suruh dia masuk". Telepon pun ditutup. " Sayang Minta ponselmu " , Hanin memberikan ponselnya dan Bramantyo mengetik nomornya dan membuat panggilan miss call di ponselnya. " Kakak masih ingin bersamamu nanti malam kita jumpa ok..! Biar aku mengurus dulu masalah ini", Bram mendekat dan mencium kening Hanin. Dan berjalan membuka pintu terlihat seorang wanita dengan pakaian modis sudah pasti mahal dan mewah langsung masuk sehingga Hanin yang akan keluar mundur kembali. " Mengapa harus dikunci? kalian cuma berdua di dalam?", Anggita mendelik melihat wajah Hanin yang sembab. " Aku tidak sengaja menguncinya ketika minta Tika untuk tidak menggangguku memeriksa laporan, mengapa kau kemari? Bramantyo tidak menyenangi Anggita yang dengan angkuh masuk ke ruangannya " Apalagi, kamu keluarlah", Anggita membentak Hanin yang kemudian melangkah keluar. " Dia salah seorang asisten manager ku Gita, kamu jangan sampai membentak staf ku atau ku panggil satpam untuk membawamu keluar. Kau kira ini kantor bapakmu mau seenak saja", Bramantyo sangat muak melihat tingkah Anggita, jika tidak mengingat ayahnya yang sedang sakit perjodohan tidak akan disetujuinya. " Mengapa kamu kasar terhadap , aku ini tunanganmu sebentar lagi akan jadi istrimu Bram", Anggita mencoba meraih tangan Bram ingin bermanja manja. " Kamu bukan tunanganku, aku masih berusaha mengenalmu dan mengerti sifat dan sikapmu. Dan hari ini aku tidak suka sikapmu yang langsung ingin berkuasa di wilayah kerjaku. Ayo keluar kamu pulanglah, aku banyak pekerjaan", kata Bram dengan perasaan malas, tanpa melihat ke Anggita. " Aku mau bersamamu, aku akan bersamamu disini", kata Anggita manja. " Kau bukan siapa siapaku, aku baru saja mengenalmu. Kantor ini wilayah kerjaku jan kira kau bisa memerintah dan memaksakan kehendak mu", Bramantyo mulai geram melihat tingkah Anggita. " Aku Tunanganmu Bram" , Anggita yang selalu percaya diri semua laki laki akan sangat tertarik padanya, kali ini nampaknya kena batunya. Lah iyalah selama ini lingkungannya cuma night club, atau tempat tempat sejenis itu, tempat formal yang ia singgahi paling kantor pamannya , adik ibunya Leni, Mama tiri Bramantyo. " Itu kan nanti, belum tentu pun jadi, pernah kukatakan bukan, jika aku bertemu istriku maka pertunangan batal, aku tidak mengenalmu bagaimana mungkin aku akan menikah denganmu kau bukan tipeku, bahkan hari ini aku muak melihatmu kau kira aku tidak punya bukti untuk membuktikan kau wanita nggak benar! ". Bramantyo marah sekali melihat kelakuan Anggita yang kelewatan. Akhirnya Anggita keluar dari kantor dengan langkah angkuh seolah sedang menunjukkan bahwa dia lah yang memegang kekuasaan tertinggi di perusahaan itu. Hari menunjukkan pukul empat kurang lima belas menit. Bramantyo mengambil ponsel nya dan mencari nomor miss call nya tadi. [ Ass, sayang bisa kita bertemu nanti malam aku ingin banyak mendengar ceritamu, maaf kan aku yang melalaikan mu pulang ini aku akan memastikan langkah menemui Papa dan pembatalan pertunangan, aku ingin mulai mencari jalan hidup damai bersamamu ] [ Waalaikumsalam Kak, biasakan saja memanggilku Hanin atau hanya Han, karena aku bukan lagi si tomboy tapi sudah emak emak, Aku juga sangat rindu. Kak bagaimana jika kita bertemu di taman kota, jangan di tempat tempat yang berpeluang bertemu dengan relasi keluarga kakak , ada yang harus aku jaga keselamatan nya dari keluarga kakak mengingat kata kata Mamamu dulu dan aku sangat takut dampak dari sebuah penolakan] [ Ok Haninku, nanti aku akan menghubungi mu lagi]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD