Bab 18. Bukan Istri Muda

1157 Words
"Pak Tyo, apa kabar", suara seorang laki laki sebaya Bramantyo dengan menggandeng istri nya menyapa Bram. " Oh Pak Luky, baik baik pak, mau makan atau sudah selesai ini? " tanya Bram meletakkan pisau dan garpunya. Hanin pun demikian hanya tetap menikmati makannya. " Kami sudah selesai, ini istri saya Senia", Luky adalah salah seorang klien Bram di Dwi Wijaya Group. Saat ini Bram menggantikan Ayahnya sebagai Direktur Utama perusahaan tersebut, dan sebagai CEO nya adalah Yusuf sepupunya. Bram berdiri menyalami Luky dan Istri. " Ini Istri saya Hanin dan anak saya Zayn, Pak Luky", Bram ikut memperkenalkan Istri dan anaknya. Hanin hanya berdiri ditempat nya dan menangkup tangannya di d**a tersenyum ke arah suami istri tersebut. Sedang Zayn berdiri mendatangi Luky dan Senia menyalami Luky dengan meletakan tangan Luky kekeningnya sedang ke Senia ia menangkupkan tangan di d**a, karena Hanin sudah mengajarkan tata krama pergaulan sesama lawan jenis. " Sudah besar ini anaknya Pak Bram rupanya, selama ini saya kira masih single", Luky menatap Zayn " Sudah jalan tujuh belas tahun Pak kelas 2 SMA", jawab Bram tampak sekali ras bangga nya terhadap Zayn. " Yang ini istri muda, hebat ya bisa akur dengan anak yang sudah menjelang dewasa" bisik Luky menyenggol Bram. " Ini ibu kandung nya Pak, istri saya satu ini saja", jelas Bramantyo kaget dengan bisikan Luky. "Oh, maaf Bu Bram, habis seperti adik dan kakak dengan anaknya". " Ih, Papi gimana malu maluin, maaf ya Jeng Hanin. Tapi Jeng Hanin memang awet muda kayak nya", Senia istri Luky menimpali pendapat suaminya. " Nggak apa Jeng Senia, mungkin karena pakaian saya ini membuat tampilan saya sama saja dengan usia dua puluhan padahal kalau di rumahnya kelihatan emak emak nya, ini Jeng Senia dan Pak Luky berdua saja? ", tanya Hanin. " Anak saya dua Jeng, yang sulung cewek kelas satu SMP dan adiknya cowok masih kelas lima SD. Ditinggal dulu di rumah pada asik kegiatan sendiri", jelas Senia. "Ayo, kami duluan dilanjut Pak makannya", kata Pak Luky mengajak istrinya keluar. " Ada ada aja si Luky, dia nya yang istri muda bilangin Ayah", kata Bram lagi. " Bunda ini Yah, terlalu kurus jadi terus aja disangka kakak Zayn. Ibu teman teman Zayn semua agak gemukan, biasalah Ibu Ibu", celoteh Zayn dengan wajah cemberut. " Loh bukannya Jeng Senia tadi juga terlihat masih muda, riasan menornya aja yang terlihat dewasa kali, untuk ibu punya anak SMP ya tergolong awet itu", kilah Hanin menghabiskan potongan terakhir steaknya sementara Bram dan Zayn sudah selesai duluan. " Itu anak Pak Luky dari istri pertama, Mas juga kenal dengan yang pertama. Yang ini aja baru lihat, sudah lah jangan ghibah", Bram menghabiskan minum nya. " Besok mobil kalian harus nya sudah di ready, supaya malam bisa ke acara Ayah naik mobil itu". " Ya Yah ini juga Zayn sudah bilang ke Dia nya besok mau lihat. Dia malah mau ke tempat kita bawa mobilnya. Zayn janjian ke bengkel aja ya Nda", " Boleh juga, soalnya jadwal kita besok padat, bisa test drive langsung", kata Hanin. " Ok ini ayah transfer dananya, ke atm kemarin ya Nda", Bram langsung membuka mobil bankingnya. "Ting.. ", sebuah notifikasi masuk ke ponsel Hanin, lang Hanin melihat nya. " Wah Zayn , lebih banyak kayaknya ini " seru Hanin memperlihatkan notifikasi tersebut ke anaknya. " Uang lelah untuk Zayn ada dong Nda". " Lelah apa kamu, ngitak ngatik ponsel doang, ngeceknya kan sama Bunda besok ya paling kita makan bersamalah". " Kan Yah, Bunda mah mata duitan nya kumat nggak fair nggak seru", Zayn setengah merajuk. " Ya sudah, untuk Zayn , Ayah transfer aja ini", kata Bram mulai membuka ponselnya lagi. " Eh.. tunggu Ayah mau kasih dia berapa?" " Empat juta aja ya Zayn, masuk tabungan kamu jangan jajan". " Mulai deh, mulai manjain anak dengan uang udah gak usah ini Bunda transfer kamu lima ratus ribu". " Ih, Bunda ini kan transaksinya Zayn masak cuma untung lima ratus ribu, kikir banget jadi Bunda". " Zayn, untung itu jika Zayn bisa jual diatas harga beli kalau sekarang kita terima kasih ke Ayah, kamukan dapat mobil bukan jualan mobil sekarang". " Iya, tapi harga Mobilnya belum ditawar delapan puluh kok Ayah transfer seratus juta, dua puluhnya ditilep Bunda, bagi dong sama Zayn", Bram hanya memandang dua orang terkasih nya dengan tersenyum. " Iya nanti Bunda transfer kamu empat juta tapi harus ditabung bukan langsung mau beli ini itu , Senin depan kamu ujian gak ada nongkrong, ngemall fokus ujian ok". "Makasih Ayah ", Zayn mencium Ayahnya tanpa malu mereka masih di restoran. " Kok, Ayah aja bukannya Bunda yan bakal transfer ke kamu". " Ya, tapi kalau Ayah ngasinya pas pasan kan Bunda gak akan ngasi Zayn segitu", kata Zayn. Tapi akhir nya dia juga mencium Bundanya. " Ayo kita pulang, besok pagi semua ada urusan", Bram memanggil pelayan dan meminta nota lalu memberikan kartu debitnya. Mereka pulang ke rumah Hanin, sudah entah berapa kali panggilan dari Mama Leni menanyakan dirinya yang tidak pulang ke rumah, tapi Bram mengatakan ia pulang ke apartemen saja. Di mobil Bram menerima panggilan Yusuf mengkonfirmasi segala kesepakatan acara besok malam dan penjemputan Pak Wijaya ke Pondok. "Nda, beli Martabak dong, Zayn kayaknya belum kenyang", bisiknya ke Hanin. Dia masih segan untuk meminta ke Ayah nya. " Gimana Yah? ", Hanin memandang Bram, sementara Zayn langsung duduk kembali dengan wajah malu. " Iya ayah juga masih bakalan laper". " Eh tapi pizza nya belum di makan itu ada dua kotak kurang" Hanin tertawa karena memang. Ayah dan anak ternyata perut karet. Sesampai di rumah Hanin menyuruh Zayn langsung membuka pintu rumah. Sementara ia dan Bram menyusul di belakang. Bramantyo merangkul Hanin. " Mas, memang harus makan lagi buat tenaga entar di kamar", katanya ke Hanin yang memandang nya dengan kening berkerut. " Tujuh belas tahun Nin, nahan nya ya pengen terus lah", kata Bram menaik turunkan alisnya, membuat Hanin mencubit pinggang Bram. " Ya, nggak apa sakit dahulu, asal dapat banyak kemudian" kata Bram semakin mempererat pelukannya. Akhirnya ketiga nya duduk dulu nonton TV sambil makan pizza dingin. Hanin yang makan hanya untuk menemani geleng kepala melihat Ayah dan anak yang beradu makan entah karena lapar atau doyan. Jam sebelas malam semua sudah di kamar untuk beristirahat. Hanin dan Bram baru selesai menunaikan shalat Isya mereka. " Mas masih mau makan lagi". " Aduh, Mas masih kurang pizza tadi?" " Mas, mau makan adek. selalu", katanya langsung menghampiri Hanin dan menggendongnya. Hanin hanya pasrah ia merasa badannya kategori besar walau kurus tapi tinggi nya sekitar 170cm. Daripada jatuh berdua lebih baik pasrah saja. Di tempat tidur, Bram mengusap perut istrinya. " Mas, ingin ini berisi lagi dan Mas ikut menjaganya, adek gak apakan hamil lagi?". " Ya, kalau memang rezeki nya, coba di tanya besok, abang nya apa mau adik lagi gak jaraknya entar lebih tujuh belas tahun". "Ya pasti maulah dia, Ayahnya ada di samping nya ", Bram mulai menggerayangi Hanin yang sudah siap untuk pasrah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD