When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Dika membawa Rain masuk ke dalam mobil dan kembali melajukan mobilnya menuju rumah orang tua Dika. Tangan Dika mengulur dan menggenggam tangan Rain yang ada di atas pahanya. "Udah ya, sedihnya. Ada aku," cicit Dika dengan suara lembut. Sempat melirik ke arah Rain sekilas dan kembali fokus menyetir dengan satu tangannya. Ibu jarinya terus mengusap punggung tangan Rain yang sejak tadi masih terdiam membisu. Tadi, Rain sempat bertiak memanggil Bunda dan Papanya. Namun, Rumah itu benar-benar kosong. Rain juga sudah menghubungi ponsel kedua orang tuanya. Hasilnya tetap nihil. Kedua nomor orang tuanya tidak dapat dihubungi. "Rain ... Ngomong dong," titah Dika pada istri kecilnya. Rain malah mendesah dan memejamkan kedua matanya. Raut wajahnya jelas terlihat sedang bersedih. Tidak ada jawab