When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Dika merasa sangat bersalah sekali kepada Rain karena masalah yang terjadi tadi pagi. Rain sendiri masih tidak enak hati. Rasanya tidak karuan bercampur menjadi satu. "Masih marah?" tanya Dika yang fokus pada bundaran setir. Dika melajukan mobilnya dengan laju lambat. Dika sengaja tidak ngebut agar bisa berduaan dengan Rain. Lirikan mata Dika terlihat sendu. Ia tahu, istri kecilnya sedang merajuk. "Sayang ... Udah dong. Jangan ngambek aja." Dika masih berusaha merayu Rain. Rain menghela napas kasar. Suara napas itu tedengar sangat berat sekali. "Rain?" panggil Dika lagi untuk kesekian kalinya tanpa ada rasa lelah. Dika menggenggam tangan Rain dengan erat. "Udah Mas. Rain lagi males," jawab Rain menepis tangan Dika. "Sayang ... Jangan gitu dong. Lain kali, aku akan lebih hati -hati.