When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Merasa tidak ada jawaban dari Rain. Hendi memanggil Reni untuk membujuk Rain agar menerima Dika untuk tidur bersama dalam satu kamar. "Bun ... Bunda yang ajak bicara Rain. Kasihan ini anak mantu jadi terkatung - katung," pinta Hendi pada istrinya. "Papa nih kebiasaan. Tadi aja semangat empat lima. Giliran anaknya ngambek, Bunda yang disodorin. Rain itu juga udah kecewa pastinya sama Bunda, karena Bunda udah berbohong sama dia soal acara tadi. Papa malah angkat tangan," ucap Reni menggerutu dengan kesal. Menghadapi Rain itu gampang -gampang susah. Tidak mudah dirayu dan dibujuk. Sifat keras kepalanya menurun dari Hendi. "Udah Bun. Cepet sana. Kita nunggu disini," titah Hendi mendorong pelan punggung Reni agar segera masuk ke dalam kamar Rain. Hendi menarik tangan Dika dan mengajaknya d