14. Wondering

1725 Words
Claire bangun dengan kepala yang terasa berat. Ia baru tidur dua jam karena ia pulang dini hari dan kini ia hanya mempunyai waktu tiga hari untuk mendapatkan uang sebesar lima kali dari gaji bulanannya itu. Claire tidak heran pakaian yang mamanya rusak memiliki harga sefantastis itu karena baju itu rancangan designer ternama dan baju itu rancangan ekslusif. Claire tidak bisa tidur karena memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang sebesar itu. Claire memiliki dua opsi namun ia ragu pada dua opsi yang muncul dikepalanya itu. Opsi pertamanya adalah mendatangi Tony, mungkin ia bisa meminjam Tony tapi jumlah uang itu mungkin terlalu besar bagi Tony dan opsi keduanya adalah mendatangi Haves namun ia ragu Haves mau meminjamkan uang sebanyak itu padanya disaat hutang-hutang mamanya saja sudah cukup banyak. Claire berangkat kerja dan seperti yang sudah-sudah ia bertemu dengan Tony yang kebetulan juga ingin berangkat menuju bengkel miliknya. "Wajahmu pucat, Claire... Apa terjadi sesuatu?" tanya Tony dengan nada khawatir. Claire mengehela nafas pendek dan tersenyum tipis, "Hanya masalah mama..." Tony memandang Claire dengan pandangan iba. Tetangga dekatnya memang sudah mengetahui kondisinya dan Mama Judith. Kelakuan Mama Judith yang suka membuat masalah sudah diketahui para tetangganya. Untungnya mereka tidak diusir oleh para tetangga mereka karena kasihan pada Claire. "Jika ada yang bisa aku bantu, jangan segan-segan beri tau aku, Claire. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri..." Claire tersenyum tipis dan mengangguk. Claire mengurungkan niatnya melihat Tony yang berangkat kerja membawa bekal dari rumah. Claire sadar pria itu saja hidup dengan hemat demi menghidupi keluarganya, ia tidak enak kalau harus membuat pria itu ikut kebingungan dengan ulah mamanya. "Ayo, berangkat denganku... Aku akan mengantarkanmu sampai ke depan kantor," ucap Tony sambil menyodorkan satu helm yang ia miliki pada Claire. Claire tersenyum hangat dan mengangguk. Claire langsung menaiki motor Tony dan keduanya melaju menuju kantor Claire. Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan diantara keduanya. Tony yang fokus mengemudi dan Claire yang fokus dengan isi kepalanya sendiri. Keduanya sampai di depan kantor Claire dan saat Claire membuka helm yang ia pakai, Tony berucap, "Claire kalau hidup bersama mamamu begitu berat kenapa kamu tidak meninggalkan mamamu saja? Kamu sudah cukup dewasa untuk hidup mandiri toh selama ini kamu sudah mengurusi mamamu dan segala masalah yang ia buat. Sudah waktunya mamamu menyadari bahwa ia harus bertanggungjawab atas perbuatannya seorang diri." Claire tersenyum kecut mendengar ucapan Tony, "Kemarin aku sudah mengeraskan hati dengan berpikir seperti yang kamu ucapkan tadi. Hubunganku dengan mamaku sangat buruk. Kebiasaannya berjudi memang sudah tidak tertolong lagi dan aku tau tidak seharusnya aku yang membayar semua utang-utangnya tapi saat mama bilang, 'Mama bisa membunuh mama kalau mama tidak membayar hutang-hutang itu, Claire!. Mereka juga akan mengejar kamu hingga ke lubang semut sekalipun!' dan aku langsung mulai memikirkan bagaimana cara membayar hutang-hutang itu. Lalu sekarang mamaku terancam di penjara... Aku membenci mamaku tapi aku tidak bisa menutup mata kalau aku mencintainya juga. Karena dia aku hadir di dunia ini. Setiap ingin kabur dan memutus hubungan kami, aku akan teringat kalau dia berusaha mencari uang untuk membayar seorang nanny untuk menjagaku sewaktu kecil agar aku tetap bisa hidup dengan baik walau setelah besar aku mulai berjuang sendiri." Tony menghela nafas panjang mendengar ucapan Claire. "Aku serius, Claire... Jangan sungkan jika kamu membutuhkan bantuanku." Claire mengangguk dan melambaikan tangannya, "Terima kasih tumpangannya. Hati-hati di jalan..." Tony pun tersenyum lalu mengacak pelan poni Claire sebelum pria itu meninggalkan Claire dan Claire beranjak memasuki area Reins Company untuk memulai harinya. *** Pintu ruangan Reinaldy terbuka dan terdengar gelegar suara pria itu lalu Robert keluar dari ruangan Reinaldy dengan wajah lesu. Dean yang hendak kembali ke ruangannya pun mengerutkan alisnya karena ia mendengar suara bentakan Reinaldy dan wajah lesu Robert. "Apa terjadi sesuatu?" Robert yang menyadari keberadaan Dean karena pertanyaan pria itu pun spontan menatap Dean dan menggelengkan kepalanya, "Saya juga tidak tau, Pak. Sedari pagi mood Pak Reinaldy sangat jelek. Kesalahan kecil saja bisa memicu kemarahan beliau begitu hebat. Saya dan manager keuangan sampai bingung dengan apa yang Pak Reinaldy inginkan." Dean mengerutkan alisnya lalu masuk ke dalam ruangan Reinaldy. Dean melihat Reinaldy nampak gusar dan Dean merasa ada yang tidak beres, "Rei, apa ada masalah? Aku mendengar suara kamu sampai keluar ruangan." Reinaldy mengusap wajahnya dengan kedua tangannya sendiri. "Moodku benar-benar sedang jelek. s**t! Tadi pagi aku melihat sesuatu yang tidak seharusnya aku lihat!" Dean mengerutkan alisnya, "Apa yang sebenarnya sedang kamu bicarakan, Rei? Kamu melihat apa? Apa yang tidak seharusnya kamu lihat?" Reinaldy gusar. Pria itu berdiri dari posisi duduknya lalu mengumpat lalu berdiri menatap jendela yang menampilkan pemandangan langit biru siang ini. "Claire... Aku melihat Claire bersama dengan pria lain dan pria itu tidak jauh lebih tampan dari aku! Dia bersikap dingin denganku lalu mengatakkan kalimat ketus dan kejamnya sementara dia bersikap manis pada pria yang tidak jauh lebih tampan dari aku! Heck! Dimata otak dan matanya!" Dean tertegun karena kaget mendengar pengakuan Reinaldy. Dean pikir Reinaldy seperti itu karena terjadi sesuatu di Reins dan jelas ia harus tau karena ia adalah bagian operasional. Dean pikir ini masalah pekerjaan tapi ternyata... perkiraanya salah besar. Dean terdiam melihat Reinaldy yang masih berdiri menatap ke arah jendela sambil mengumpat sesekali. Jadi Reinaldy gusar dan marah-marah hanya karena Claire bersama dengan pria lain? *** "Pak, Draft yang Bapak minta sudah saya kirim ke email, Bapak. Laporan dari manager kantor cabang pun sudah masuk ke email saya. Saya akan cek terlebih dahulu nanti jika sudah lengkap akan saya teruskan ke Bapak." Dean mengangguk mendengar laporan Claire. Sekretarisnya itu kembali fokus dengan pekerjaannya. Keduanya baru saja selesai meeting dan kini mereka sedang menunggu meeting selanjutnya yang akan dimulai setengah jam lagi di ruangan yang sama. Dean memandangi Claire yang duduk fokus menatap laptop di hadapannya. Dean mengenal Claire semenjak Claire menjadi sekretarisnya dan dengan sikap profesional yang Claire tunjukan selama ini berikut dengan hasil pekerjaanya yang oustanding itu membuat Dean bersyukur menemukan sekretaris secemerlang Claire yang akhirnya bisa mengimbangi dirinya. Tidak... Jangan salah paham. Dean tidak jatuh hati pada Claire secara personal. Dean hanya memandang Claire sebagai salah satu karyawannya yang layak mendapatkan pujian atas kerja kerasnya yang berhasil membuatnya bisa melakukan seluruh pekerjaannya dengan baik. Namun Dean tidak menyangka kalau wanita yang selama ini selalu berada di dekatnya ini ternyata membawa efek sebesar itu untuk Reinaldy Algantara. Reiner Algantara sudah putus asa dengan kelakuan Reinaldy. Pria itu terus melakukan kehidupan bebasnya dengan berganti satu wanita ke wanita lain setiap malam. One night stand atau sekedar make out adalah menu harian Reinaldy yang selalu pria itu lakukan semenjak ia beranjak dewasa. Reinaldy tidak pernah memikirkan satu orang wanita secara berlebihan. Ia tidak pernah takut kehabisan stok wanita yang mau menghangatkan ranjangnya tapi setelah bertemu dengan Claire, Dean sadar semua bergeser... Dean sedang fokus menatap laptopnya walau jam sudah menunjukkan tengah malam. Dean harus memeriksa laporan operasional Reins yang menurutnya terasa janggal. Dean sedang menganalisa laporan itu dan seseorang memencet password kombinasi kunci pintu apartemennya. Dean mengawasi siapa yang datang ke apartemennya di jam segini dan hanya ada satu orang yang ia pikirkan. Pintu terbuka dan Reinaldy muncul membuat Dean mendengus karena tebakkannya tidak meleset. Reinaldy datang dengan membawa sebuah paper bag dan berjalan ke arahnya membuat Dean mengerutkan alisnya, "Ngapain kamu malem-malem kesini?" Bukannya menjawab pertanyaan Dean, Reinaldy malah meletakkan paper bag yang ia bawa ke atas meja dan mengambil gelas lalu duduk dihadapan Dean dan mengeluarkan isi dalam paper bag itu tanpa menjawab pertanyaan Dean membuat Dean mengerutkan alisnya semakin dalam melihat apa yang Reinaldy lakukan. Reinaldy malah mengeluarkan dua botol vodka dari dalam paper bag yang ia bawa dan membuka salah satunya lalu menuang isinya ke gelas. "Kamu mau mabok di apartemen aku?" tanya Dean dengan nada heran. Tidak ada jawaban. Reinaldy menenggak isi gelasnya hingga tandas dalam satu kali tenggak. Dean menggelengkan kepalanya melihat kelakuan pria yang jauh lebih muda darinya itu. Sudah dua kali Reinaldy datang ke apartemennya karena Claire. Reinaldy menatap Dean. "Aku kesal sama sekretaris kesayangan kamu itu, Kak! Dia benar-benar menyebalkan! Aku hanya berusaha berbuat baik. Aku mengajaknya makan malam tetapi dia bersikap begitu dingin. Aku sudah meminta maaf mengenai apa yang aku lakukan di masa lalu tapi sampai sekarang dia masih terus bersikap dingin bahkan meminta untuk tidak bersikap sok dekat setelah ini. Seharusnya dia bisa bersikap hangat layaknya seorang teman bukannya membuat permintaan sekejam itu. Masa lalu sudah berlalu. Tidak bisakah dia melupakannya saja?" Dean menutup laptopnya lalu bersedekap menatap Reinaldy. "Kenapa kamu harus pusing memikirkan Claire? Dia memiliki hak penuh memutuskan bagaimana ia ingin bersikap pada seseorang dan kalau dia bersikap seperti itu sama kamu, kamu tidak bisa memaksanya..." Dean menjeda ucapannya kemudian menghela nafas panjang, "Kalau kamu berencana mabuk lebih baik kamu pergi ke club dari pada disini dan nantinya membuatku repot." "Aku tadi dari club. Keramaian justru kini perasaanku semakin buruk. Claire benar-benar merusak hariku!"  Dean mengerutkan alisnya semakin dalam sambil memperhatikan Reinaldy terus menenggak vodka yang ia bawa hingga dua botol tandas dan pria itu benar-benar mabuk. Dimata Dean, Claire bukan tipe wanita yang suka mengumbar pesona. Claire tidak berusaha menarik perhatiannya sama seperti sekretaris-sekretarisnya yang terdahulu. Claire menunjukan ia adalah seorang sekretaris yang berkualitas dengan bersikap profesional dalam setiap hal yang ia lakukan sehingga Dean sangat terbantu dengan keberadaan Claire. Fisik Claire pun tidak ada yang sangat menonjol. Claire tidak memakai pakaian profokatif yang mengundang seorang pria untuk memikirkan hal yang tidak-tidak. Pakaian Claire sopan dan sederhana. Claire juga tidak memakai riasan wajah yang berlebihan. Tidak ada yang menonjol dari seorang Claire Alastair yang ia kenal selama ini sehingga ia kaget ternyata wanita ini yang justru mengacaukan seorang Reinaldy Algantara. Yang Dean tau selama ini wanita yang berada di sekeliling Reinaldy adalah wanita-wanita dengan tubuh indah dan pakaian yang sangat-sangat kekurangan bahan. Dean pun pernah mendapati Reinaldy hendak check in bersama dengan wanita-wanita itu saat ia selesai meeting di sebuah hotel yang kebetulan sama dengan tempat Reinaldy berada. Namun karena seorang Claire, Reinaldy memilih tempatnya dari pada Club dan dari pengakuan teman Reinaldy, Dean mengetahui bahwa Reinaldy sudah beberapa hari tidak melakukan one night stand dengan seorang wanita dan juga tidak ke club. Dean cukup terkejut mendapati hal itu. One night stand dan club adalah menu harian Reinaldy yang berkata bahwa ia perlu menyeimbangkan kehidupannya dengan bersenang-senang namun karena Claire aturan itu mulai bergeser. Mungkinkah jika Claire bersikap baik pada Reinaldy maka kehidupan Reinaldy akan berubah? Dean menatap Claire lekat-lekat. "Claire, sebelum kamu pulang nanti datanglah ke ruangan saya. Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD